Kompas Articles

Cerdas dengan Data demi Menangkan Persaingan

Students using IT facilities at the University of South Australia_2
Ini adalah bagian kedua dari artikel berjudul Menyongsong Era “Big Data” dengan Data Science yang dimuat di Kompas KLASS Jumat, Desember 2015. Bagian pertama artikel ini bisa dibaca di sini.

Meskipun Data Science disiplin ilmu baru, universitas di berbagai negara berlomba-lomba membuka program studi ini.

 

(Foto-foto dok.: University of South Australia)
(Foto-foto dok.: University of South Australia)

Sebagian besar masih ditawarkan di tingkat S-2, tetapi sudah ada yang menerima mahasiswa S-1, seperti program Bachelor of Science with a major in Data Science, Macquaire University, Sydney, Australia. Isinya kurang lebih sama, yaitu perpaduan antara matematika, statistika, dan komputer. Namun, ramuan kurikulum, penekanan, dan aplikasi yang ditawarkan tiap universitas bisa sedikit berbeda.

Karena banyak perusahaan raksasa yang memiliki data besar di Amerika seperti Facebook, Google, Amazon, dan LinkedIn, wajar apabila jurusan Data Science banyak ditawarkan di sana, antara lain di Columbia University, New York University, Carnegie Mellon University, Arizona State University, University of Stanford, dan University of California, Berkeley.

Pemerintah Indonesia pun sudah memahami pentingnya penggunaan big data

Penggunaan big data di Amerika pun didukung oleh pemerintah. Menyadari kekuatan data untuk menciptakan manfaat, pemerintah Amerika merilis situs washington.gov/usds. Ratusan ribu data set dibuka untuk publik. Banyak aplikasi dibuat tentang peta dan cuaca untuk sektor pertanian. Obama mengajak publik memanfaatkan layanan ini untuk “solve problems, save lives, and create jobs and opportunities“.

Pemerintah Indonesia pun sudah memahami pentingnya penggunaan big data. Saat ini, 25 staf dari beberapa kementerian kita ditugaskan belajar di University of South Australia (UniSA). Di sektor pemerintahan, big data bisa banyak menghemat belanja operasional, kasus penggelapan keuangan negara bisa ditekan, dan pendapatan dari pajak bisa ditingkatkan.

Karena aplikasi data science sangat luas mulai dari bidang kesehatan, bisnis, hingga pemerintahan, jurusan ini biasanya melibatkan jurusan lain. Contohnya, di New York University, data science banyak menggandeng jurusan Ekonomi, Hukum, dan Sosiologi.

Columbia University memiliki 6 pusat riset data science untuk bidang New Media, Cybersecurity, Health Analytics, Smart Cities, Financial and Business Analytics, serta Foundation of Data Science. Jadi, program studi Master of Science in Data Science di sini sangat interdisipliner, dikaitkan dengan program studi Kedokteran, Jurnalistik, hingga Teknik.

Dengan demikian, materi data science tidak hanya pada aspek teknikal. Masalah etika, privasi, dan legal juga dibahas untuk mencetak data scientists berwawasan utuh. Banyak praktisi dilibatkan pada mata kuliah Capstone Project Course, di mana mahasiswa bekerja dalam tim dan mempraktikkan cara penggunaan data di industri. Karena universitas rutin mengadakan tech events dan job fairs, mahasiswa berpeluang bertemu perwakilan perusahaan besar seperti Microsoft dan Facebook.

Student-using-IT-facilities-at-the-University-of-South-Australia_1

Pemerintah Australia juga menaruh perhatian khusus terhadap big data, dengan menggelontorkan 88 juta dollar Australia untuk membangun Cooperative Research Centre (CRC) di UniSA.

Menurut Prof Andy Koronios, Ketua Program Studi Information Technology and Mathematical Sciences, UniSA adalah universitas Australia pertama yang membuka program master di bidang data science yang bersifat teknikal (di bawah Fakultas Engineering). Jadi, yang mendaftar umumnya adalah sarjana Ilmu Komputer, Teknik Informatika, Statistik, dan Matematika.

Untuk mendekatkan mutu pendidikannya dengan kebutuhan industri, UniSA menggandeng SAS, sebuah perusahaan software data analytics terkemuka. Universitas ini merupakan salah satu lembaga riset yang paling aktif bermitra dengan industri.

Khusus mengenai perilaku konsumen, di UniSA ada mata kuliah Customer Analytics in Large Organizations. Dari sini, mahasiswa belajar teknik mengenali pola perilaku dan membagi konsumen menurut perilaku belanja, daya beli, tingkat risiko kredit, risiko melakukan penggelapan, dan lain-lain. Di industri ritel, ilmu ini bisa meningkatkan daya saing perusahaan.

Masih terkait big data, kini, banyak universitas menawarkan program Business Analytics, meskipun fokusnya berbeda dengan data science. Lulusannya bukan menjadi data scientist. Business Analytics membekali eksekutif dengan kesadaran akan peran strategis big data, cocok untuk pimpinan perusahaan yang ingin mencari solusi berbasis data.

“Aplikasi big data akan menjadi unsur penentu dalam persaingan.” McKinsey Global Institute

Melalui data analytics, mereka bisa segera mengetahui kapan saat tepat meluncurkan produk baru, menyandingkan produk tertentu dengan produk lain, mengatur tata letak di gerai, bahkan mengirim pesan unik kepada pelanggan yang berlainan. Metode ini terbukti meningkatkan jumlah pelanggan, dan tentu saja profitnya. Bahkan, perusahaan tertentu tumbuh di atas rata-rata industrinya. Riset McKinsey mendapati bahwa perusahaan ritel yang memakai big data secara penuh mampu meningkatkan laba operasinya lebih dari 60 persen.

Peluang karier

Data scientist dibutuhkan di semua area yang memerlukan analisis statistik dan melibatkan data yang sangat besar. Bidang aktuaria (asuransi), perbankan, keuangan, konsultan jasa statistik, telekomunikasi, industri pabrik, pemasaran, industri kimia dan farmasi, riset kesehatan, dan pertahanan termasuk yang memerlukan keahlian ini. Posisinya sebagai business analyst, data solutions manager, information systems analyst, market intelligence analyst, dan sejenisnya.

Student-using-computing-and-IT-facilities-at-the-University-of-South-Australia1

Tidak berlebihan jika McKinsey Global Institute menyimpulkan aplikasi big data akan menjadi unsur penentu dalam persaingan. Selain produktivitas meningkat, perusahaan jadi makin inovatif, dan konsumen makin rela membayar lebih untuk produk atau layanan yang ditawarkan.

Namun, menjadi data scientist tidak mudah. Selain memiliki kemampuan teknis, ia harus mampu berkolaborasi dengan pihak lain yang paham di konteks seperti apa data akan digunakan. Oleh sebab itu, kemampuan bekerja dalam tim dan komunikasi sangat perlu.

Karena menghadapi problem nyata, data scientist sebaiknya tipe pemikir yang selalu penasaran. Bermodal intense intellectual curiosity, ia akan mampu mengajukan pertanyaan unik, mengungkap “kebenaran” baru dari balik timbunan data, dan menyajikannya dalam tampilan yang mudah dimengerti. Tanpanya, ia hanya akan menjadi “tukang pembuat program”.

Kalau kita melongok LinkedIn di bagian demand untuk data scientist, permintaan akan data scientist sudah sangat banyak. Namun, yang memenuhi kriteria masih sangat langka. Ferris Tjia, seorang praktisi big data di Jakarta, memperkirakan pemanfaatan big data secara penuh di negeri kita baru akan booming 5 tahun lagi. Daripada peluang ini direbut tenaga kerja asing, mengapa kita tidak persiapkan diri sejak sekarang?

Bagian pertama dari artikel ini bisa dibaca di sini.

Ina Liem

Authir and CEO Jurusanku

@InaLiem

@kompasklass #edukasi

Ads 2-04

About the author

Ina Liem

Ina Liem

Ina Liem sudah belasan tahun berkecimpung di dunia pendidikan, terutama pendidikan di luar negeri. Ia telah memberi konsultasi, seminar, dan presentasi di hadapan puluhan ribu pelajar dan orang tua murid di banyak kota dan di beberapa negara tetangga. Selain menjadi Kontributor rubrik EDUKASI di KOMPAS KLASS, Ina adalah penulis (author), pembicara (public speaker), dan Certified Career Direct Consultant.

4 Comments

Click here to post a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*