Banyak orang ingin jadi pengusaha. Namun kebanyakan masih berkutat dengan usaha di kota besar. Mencetuskan ide bisnis baru tidak mudah dan persaingannya ketat. Tingkat kegagalan pun tinggi. Sementara itu peluang bisnis berlimpah di laut sering terlewat dari perhatian.
Luas laut kita 70 persen dari total luas wilayah. Potensi perikanannya melimpah dari Malaka hingga Arafura. Hasil terbesar berasal dari ikan pelagis besar, seperti tongkol, tuna, dan cakalang. Ada lagi pelagis kecil yakni ikan kecil di permukaan laut seperti kembung, lemuru dan layang, serta ikan demersal atau jenis ikan yang hidup di dasar laut seperti kakap, kurisi dan bawal.
Pemerintah menargetkan produksi terus meningkat hingga 6,9 juta ton pada 2019, naik dari produksi 2015 yang 6,2 juta ton. Konsumsi ikan nasional naik dari 40,9 kg menjadi 54,4 kg per kapita per tahun. Coba perhatikan peta lokasi tempat berkeliarannya ikan di laut kita dan berapa banyak ikan yang bisa ditangkap dalam ribuan ton.
Perhatikan betapa Laut Arafura , Laut Jawa , Teluk Tomini , dan Samudera Hindia dengan potensi perikanannya yang luar biasa. Perairan dengan potensi perikanan lebih kecil di kisaran 300 ribu ton adalah Laut Sulawesi, Laut Banda, Selat Malaka Samudera Pasifik. Tak perlu heran, dulu ribuan kapal asing masuk ke laut kita untuk mencuri ikan.
Wilayah dengan potensi terbesar adalah kepulauan Natuna di perairan Laut Cina Selatan. Total potensinya 1,05 juta ton, terbanyak pelagis kecil 59 %, demersal 32 % dan pelagis besar 6 %. Potensi di Selat Makassar hanya beda tipis.
Laut Kita Untuk Bangsa Kita
Menurut data Kompas tahun 2016, potensi perikanan tangkap kita 7,3 juta ton/tahun. Baru 74 % atau 5,4 juta ton yang bisa ditangkap. Untuk perikanan budidaya di pesisir, potensinya 15 juta ton/tahun dan baru dimanfaatkan 17 % atau 2,5 juta ton per tahun.
Bayangkan, jika sebuah perusahaan menangkap 10 ribu ton saja per tahun, bukan jutaan ton lho, dan tiap kilo hanya untung 1000 rupiah, hitung saja untungnya. Tentu saja tangkap ikan yang mahal seperti cakalang, tuna, tongkol, tenggiri, lemadang, dan marlin. Coba bandingkan dengan bisnis kafe atau fashion yang selama ini populer di kalangan anak muda.
Bagaimana dengan persaingannya. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menolak investasi asing masuk dalam usaha perikanan tangkap. “Kalau sampai perikanan tangkap diberikan untuk asing, saya siap untuk mengundurkan diri,” ujar Susi di Jakarta, (Kompas, Kamis 4/8). Nah, apa mau minta lagi? Memang laut kita untuk kita, bukan untuk bangsa lain.
Bukan Sembarang Nelayan
Menurut data, 99% usaha perikanan tangkap kita didominasi nelayan kecil dengan kapal 30 Gross Ton kebawah. Hasil tangkapan mereka tidak terlalu menjanjikan sebab ikan pelagis besar lebih mudah ditangkap dengan kapal besar.
Sayangnya, jumlah kapal ikan berukuran besar sangat minim. Kapal pengangkut ikan (tramper) juga sangat sedikit. Namun ini justru peluang bagi perusahaan penangkapan ikan dengan “nelayan” berpendidikan tinggi.
Dewasa ini banyak kampus mendukung kegiatan mahasiswanya untuk menjadi pengusaha. Ada yang mengadakan pelatihan, mentoring, dan mengundang pembicara dari kalangan pebisnis. Beberapa kampus mendirikan business incubator untuk menampung dan menyeleksi mahasiswa dengan ide bisnis menarik. Yang lolos seleksi diberi modal untuk mewujudkan rencana bisnisnya. Namun ide bisnis kelautan sangat langka.
Ikan Besar Jauh dari Mall dan Cafe
Kalau kita perhatikan peta ikan bernilai tinggi di atas (“Laut Indonesia Lumbung Pangan Rakyat”), semua lokasinya jauh dari kota besar, nun jauh di lepas pantai. Perairan pantai utara Jawa Tengah sudah jenuh. Banyak nelayan beralih profesi karena tangkapan berkurang. Jadi hampir mustahil untung besar tanpa meninggalkan kota besar. Ini tantangan anak muda Zaman Now. Ikan mahal tidak berkeliaran di dekat kota besar.
Irwan Yuli, eksportir udang beku dari Surabaya (foto: Jurusanku)
Dayat Suntoro di tempat usahanya ((foto: majalah SWA 07 XXXI 2 – 15 April 2015)
Nah, bagi yang berminat jadi pengusaha di industri perikanan, menangkap ikan memang menjanjikan imbal hasil menarik. Namun ini bukan satu-satunya peluang. Industri perikanan, baik tangkap maupun budidaya, meliputi rantai yang panjang, mulai dari perikanan tangkap, pendingin (cold storage), pengolahan hasil, pengangkut/logistik, eksportir, distributor baik offline maupun online, dan banyak lagi.
Karena industri perikanan memerlukan banyak keahlian, pilihan jurusan kuliahnya juga cukup luas. Jadi jangan membatasi diri pada prodi perikanan tangkap atau budidaya perikanan saja. Ilmu lain yang terkait antara lain Ilmu Kelautan (Marine Science), Biologi, Manajemen Logistik dan Rantai Pasok (Logistics and Supply Chain Management), Ilmu Lingkungan (Environmental Science), Teknik Perkapalan (Naval Architecture), Teknik Perikanan, Teknologi Pangan (Food Tech), bahkan Ilmu Komputer dan Teknik Fisika.
Di industri perikanan banyak pengusaha sukses karena ditunjang ilmu dari kuliahnya. Irwan Yuli adalah contoh pengusaha sukses di bidang pengolahan udang untuk ekspor (kisahnya bisa dibaca di sini). Contoh lainnya adalah Dayat Suntoro yang sukses mengekspor ikan setelah lulus Sekolah Tinggi Perikanan. Setiap bulan pria yang pernah bekerja di Jepang selama 5 tahun sebelum membuka usaha ini mengekspor 7 kontainer ikan Tuna dan Lele.
Jadi, mulailah jeli membuat rencana masa depanmu, termasuk memilih jurusan dan perguruan tingginya. Semoga sukses memanfaatkan peluang di negeri sendiri.
Add Comment