Career and Study

Pilih Jurusan Sesuai Minat – Bisa? (bag. 2)

(foto: Le Cordon Bleu)
(foto: Le Cordon Bleu)

Ini adalah lanjutan dari bagian pertama artikel dengan judul sama. Bagian pertama bisa dibaca di sini.

Di bagian pertama sudah saya nyatakan bahwa menentukan jurusan kuliah dan merencanakan karier masa depan mestinya berangkat dari tipe kepribadian, bukan dari minat. Mengapa?

Minat banyak dipengaruhi lingkungan dan pendidikan. Umumnya anak yang hidup di kota besar, gaya hidupnya hanya seputar makan dan belanja (Eat & Shop). Seringkali minat mereka tidak jauh dari gaya hidupnya. Tidak heran banyak yang memilih kariernya di seputar lifestyle nya. Mereka lupa memanfaatkan kekuatan terbesar diri sendiri. Akibatnya, prestasi kerja atau bisnisnya kelak tidak optimal.

Minat juga bisa berubah dari waktu ke waktu. Minat sebagai hobi belum tentu bertahan lama. Seseorang yang semasa remaja suka memasak dan menggambar bisa saja getol menggeluti dunia olah raga dan musik ketika lulus SMA. Kejadian semacam ini lumrah. Kalau berubah beberapa kali, lantas minat mana yang dijadikan patokan memilih jurusan?

Tipe Kepribadian

Sebaliknya unsur yang relatif stabil adalah tipe kepribadian. Ada 16 jenis kepribadian menurut skala Myers-Briggs Test of Intelligence. Masing-masing tipe punya dorongan dan cara tersendiri dalam memandang dunia di sekitarnya. Tipe kepribadian juga menunjukkan di situasi seperti apa seseorang beraktivitas secara nyaman.

Contohnya, ada tipe kepribadian yang unggul ketika ia berada di ranah yang membutuhkan ketekunan dan inovasi; tipe ini cocok jadi ilmuwan. Banyak ilmuwan pemenang hadiah Nobel punya minat kuat di bidang seni, baik musik, tari, seni panggung, maupun seni rupa. Namun mereka tidak memilih industri kreatif sebagai lahan karier mereka.

Ada tipe yang nyaman bermain, belajar, dan bekerja di keramaian. Bahkan keramaian adalah tempat yang selalu ia dambakan, terutama saat ia lelah atau stress. Sebaliknya, tipe lain malah menyerap energi dan bekerja optimal ketika ia sedang sendiri. Masing-masing dari kedua tipe ini, ada yang cocok bekerja sebagai pelaksana, dan ada yang hanya pas menjadi pemikir atau perencana.

Beda Tipe, Minat Sama

Sebagai ilustrasi, mari kita bandingkan dua orang dengan minat sama ini. Yang pertama tipe kepribadian ESTJ dan satunya ENTJ. Bedanya hanya pada S (sensing) dan N (iNtuitive). Tipe S cenderung menyukai hal yang nyata, bisa dilihat atau dipegang, praktis dan bisa dilakukan, sedangkan tipe N lebih tertarik pada hal-hal yang berbau konsep dan abstraksi.

Seandainya keduanya sama- sama berminat pada dunia properti atau bangunan, tipe ESTJ akan lebih pas di jurusan Construction Engineering Management (misalnya seperti yang ada di Podomoro University) atau Architectural Engineering (seperti di Victoria University, Melbourne). Tetapi si ENTJ akan lebih berdaya saing dan nyaman bekerja jika ia mengambil Arsitektur yang banyak mengandalkan ide, kreativitas, dan konsep abstrak.

Apakah tipe ESTJ boleh mengambil Arsitektur? Boleh saja kalau ia mau. Tapi bukan disitu kekuatan terbesarnya. Ia akan sulit bersaing dengan arsitek lain yang memang tipe kepribadiannya sangat intuitive (N). Orang ESTJ akan lebih nyaman bekerja di proyek dan langsung berhadapan dengan gambar bangunan, material, alat dan perlengkapan, para pekerja dan mandor, jadwal kerja, hitungan biaya, dan proses pembangunannya.

Minat Sama, Beda Prestasi Kerja

Kasus berikut ini cukup menarik. Ada dua orang sahabat sama-sama kuliah di jurusan Arsitektur. Sama-sama suka menggambar, tapi tipe kepribadiannya berbeda. Yang satu bertipe ENTJ (sering disebut the Consultant), dan satunya lagi INFP, alias the Artisan alias Tukang/Pelaksana. Setelah lulus mereka bekerja sekantor di sebuah perusahaan konsultan arsitektur kecil. Keduanya tekun dan nyaman bekerja di situ.

Tetapi setelah hampir 10 tahun, keadaan mulai berubah. Dengan akumulasi pengalamannya, si ENTJ diterima di perusahaan properti raksasa di Jakarta. Di sana kariernya menanjak cepat. Salah satu karya desainnya dimuat di majalah terkenal. Ia pun mulai menangani proyek desain interior untuk berbagai apartemen sambil menjalankan bisnis untuk mendukung kegiatan barunya ini.

Bagaimana dengan si INFP? Ia masih tetap di perusahaan konsultan kecil itu dengan pekerjaan yang sama seperti ketika baru lulus kuliah. Ia mulai resah dengan kariernya, lalu mencoba hal lain di luar hari kerjanya. Kepiawaiannya di bidang fotografi sempat memberinya income tambahan yang besar sebagai wedding photographer di akhir pekan.

Tapi bisnis sampingan ini terhenti karena ia kelelahan setelah bekerja 5 hari seminggu sebagai arsitek. Bakat musiknya yang menonjol dan karakternya sebagai seniman tidak pernah diasah untuk berkarya di industri kreatif atau kesehatan. Kekuatannya sebagai sosok INFP belum pernah secara serius diolah dan dikembangkan.

Tonton video tentang tipe ENTJ dan INFP dan perhatikan perbedaannya.

Nah, pertanyaannya sekarang, apakah kita boleh memilih jurusan yang kita minati? Tentu saja boleh. Tapi kalau tujuannya adalah membangun karier dengan memanfaatkan kemampuan diri secara optimal, tipe kepribadian bisa menunjukkan di bidang apa seseorang akan cenderung berprestasi di tempat kerja dan tipe mana yang kariernya akan ‘segitu-segitu’ aja. Ini soal pilihan, kok.

Richard Feynman tidak akan mendapat Nobel di bidang Fisika di tahun 1965 kalau ia memutuskan berkarier sesuai minatnya sebagai pemain drum dan bongo yang rutin tampil di orkestra. Ahli Kimia Sir Harold Walter Kroto tidak akan mendapat nominasi penerima Nobel kalau ia dulu memutuskan kuliah desain grafis sesuai minatnya. Beberapa desain sampul bukunya pernah dapat penghargaan. Nominator Nobel lainnya adalah Dr Frederick Banting, salah satu penemu insulin. Beliau adalah pelukis yang sangat produktif. Karya-karyanya dipamerkan setelah ia wafat.

Ketiga ilmuwan di atas bukan hanya berminat di bidang seni. Mereka pelaku seni yang serius dan mumpuni, namun tidak memilih jurusan seni dan karier di industri kreatif. Masih banyak contoh lain. Masih penasaran? Silakan baca “Arts Foster Scientific Success: Avocations of Nobel, National Academy, Royal Society, and Sigma Xi Members” yang dimuat di Psychology Today. 

Intinya, memilih jurusan kuliah berdasarkan minat atau menempatkan minat sebagai indikator utama bisa sangat menyesatkan. Selain tipe kepribadian, aspek lain seperti VALUES (arti sukses) ikut berperan menuntun seseorang kepada pilihan jurusan yang lebih pas. Semoga bermanfaat.

Ads 2-04

About the author

Budi Prasetyo

Budi Prasetyo

Budi Prast adalah Founder jurusanku.com. Selain aktif melakukan penelitian di bidang pendidikan, bersama Ina Liem ia menulis “7 Jurusan Bergaji Besar”, "Kreatif Memilih Jurusan", dan "Majors for the Future". Minat utamanya meliputi pendidikan, data analytics, dan design thinking. Ia juga salah seorang Kontributor Kompas KLASS untuk rubrik #baca.

1 Comment

Click here to post a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*