Perkembangan teknologi di era Industri ke 4 (Industry 4.0) sudah dibahas banyak orang. Apa dampaknya bagi kita, terutama generasi muda yang saat ini masih sekolah atau kuliah?
Klaus Schwab, pendiri dan pengelola World Economic Forum, berusaha merangkum pandangan para ahli, pimpinan perusahaan dan petinggi berbagai negara mengenai hal ini, seperti yang ditulis dalam bukunya “The Fourth Industrial Revolution” (2016).
Menurut Schwab, Internet of Things (selanjutnya disingkat IoT) adalah hubungan antara aneka hal (produk, layanan, tempat, alat, dan lain-lain) dan manusia berkat teknologi internet dan berbagai sarana digital.
Pendek kata, dalam IoT kita bisa menghubungkan bermacam benda dengan internet, baik itu alat rumah tangga seperti kulkas, ac, kompor, lampu, dan sistem hiburan, sampai mesin industri pabrik dan kendaraan bermotor. IoT memungkinkan kita memantau banyak hal dengan cara yang belum pernah dilakukan.
Salah satu aplikasinya di bidang pertanian. Dengan aneka sensor dan kamera yang terhubung ke internet, petani bisa memantau area yang sangat luas dengan sedikit tenaga kerja. Kita bisa memonitor cuaca, tingkat kelembaban dan keasaman tanah di setiap petak sawah dari waktu ke waktu. Kita jadi tahu tanaman apa yang cocok di area tertentu, jenis hama yang mengintai, berapa banyak tumbuhan liar yang perlu disingkirkan, dan sebagainya.
Dengan IoT, semua data dari sensor dan kamera ini dikirim lewat internet ke software pengolahan data. Tanpa perlu mendatangi area persawahan kita bisa menentukan area mana yang perlu disemprot herbisida dan seberapa banyak, area mana yang perlu lebih banyak air atau pupuk, mana yang perlu dibersihkan dari tanaman liar, dan sebagainya. Bahkan waktu panen pun mudah dipantau dari layar laptop. Istilah kerennya, pertanian jenis ini disebut Precision Agriculture.
Aplikasi IoT bisa meliputi banyak hal, misalnya untuk mangatur lalu lintas, perikanan tangkap, tambak ikan dan udang, pemantauan lingkungan hidup, peternakan, pengawasan hutan, mengelola supermarket tanpa kasir dan pelayan, dan sebagainya. Ada bermacam sensor untuk IoT, misalnya sensor yang memonitor cahaya, temperatur, sentuhan, gerak, kelembaban udara, kelembaban tanah, alkohol, asap, detak jantung, ultrasonik, hujan, aliran air, dan sebagainya.
Yang menggembirakan, kini harga sensor makin murah. Beberapa jenis sensor dijual seharga belasan ribu rupiah. Beberapa lainnya tidak sampai 200 ribu rupiah. Pendek kata, tidak mahal untuk menghasilkan solusi cerdas berbasis IoT yang sederhana.
Dampak Positip IoT
Yang pasti banyak pekerjaan jadi lebih efisien. Di bidang pertanian saja kita bisa menghemat air, pupuk, herbisida, jumlah tenaga kerja, dan lamanya waktu bekerja di ladang. Data dari sensor diolah dengan software untuk membuat keputusan jitu. Imbasnya, produktivitas meningkat. Panen bukan hanya lebih banyak, tetapi juga lebih berkualitas, dan harga jualnya naik. Petani bisa hidup lebih layak, bahkan sangat sejahtera.
Hal positip lainnya, lingkungan hidup lebih bersih. Petani bisa menghemat herbisida sampai 90% sehingga tidak ada yang terbuang percuma dan membahayakan tanaman lain. Penegakan hukum lebih mudah sebab penyebab polusi akan ketahuan. Kendaraan dengan asap di atas ambang batas bisa diketahui dan ditindak, begitu juga pabrik pembuang limbah.
Cara kerja dengan IoT juga akan melahirkan bisnis-bisnis baru. Misalnya, sensor dan kamera bisa dipakai di restoran. Layanan lebih cepat, pelayan lebih sedikit, dan modal usaha lebih ringan. Amazon bahkan telah bereksperimen dengan Amazon Go, sebuah cara baru berbelanja di supermarket tanpa kasir. Pembeli menghemat waktu sebab tidak perlu antri di kasir. Toko pun tak perlu menggaji banyak pelayan.
Melimpahnya data dari ribuan atau bahkan jutaan sensor dan sumber data lain akan melahirkan pengetahuan yang tidak terbayangkan sebelumnya. Jaringan toko Target tahu siapa saja pelanggannya yang sedang hamil. Target bahkan bisa memperkirakan tanggal melahirkannya. Hasilnya, Target bisa mengirim pesan diskon atau daftar barang kebutuhan yang pas kepada para ibu hamil sesuai usia kehamilan.
Dampak Negatif IoT
Karena salah satu dampak IoT adalah efisiensi, maka tenaga kerja tidak terampil adalah pihak pertama yang akan kehilangan pekerjaan. Otomatisasi di pabrik menambah PHK yang sangat banyak. Besarnya pengangguran bisa menimbulkan masalah kesejahteraan dan keamanan.
Karena andalan IoT adalah data, maka data menjadi sangat bernilai. Data bisa digunakan untuk mengungkap berbagai informasi yang selama ini tersembunyi. Pengusaha dan penguasa di mana pun pasti menginginkannya. Akibatnya, pencurian dan pembobolan data akan makin marak. Data bisa bocor atau disalahgunakan. Akibatnya, privacy sulit terjaga.
Meskipun manfaat dan dampak negatifnya sudah bisa disebutkan, banyak akibat lain yang belum bisa diantisipasi. Bisnis bisa berubah total. Siapa yang dulu mengira bahwa orang bisa menyewakan tempat menginap di seluruh dunia tanpa harus memiliki hotel seperti yang dilakukan AirBnB? Atau menyediakan alat transportasi tanpa harus punya armada taksi seperti yang dilakukan Grab dan Uber? Atau menjual tiket pesawat ke seluruh penjuru dunia tanpa membuka kantor Biro Perjalanan? Atau menjual ribuan macam barang tanpa memiliki satu bangunan toko sama sekali seperti Tokopedia?
Mindset Baru di balik Bisnis Baru
Terhimpunnya data dalam jumlah besar oleh perusahaan online memungkinkan data scientist mencetuskan aneka bisnis baru. Contohnya, hasil olahan data pengguna Go-Jek melahirkan jasa antar makanan Go-Food, jasa angkutan barang Go-Send, dan jasa pembayaran Go-Pay. Layanan Go-Pay bahkan sudah berkembang jadi Teknologi Finansial yang bisa menggerogoti bisnis perbankan dan kartu kredit manapun. Ini baru Go-Jek saja.
Teknologi IoT mendorong orang memasang sensor di berbagai produk. Setiap mobil VW Golf model baru memiliki ratusan sensor di dalamnya. Tahun 2015 BMW memperkirakan bahwa 8% dari jumlah mobil sedunia, atau sekitar 84 juta unit, sudah terkoneksi ke internet. Angka ini meningkat 22% atau 290 juta unit mobil di tahun 2020. Menurut World Economic Forum, di tahun 2020 diprediksi ada lebih dari 50 milyar sensor yang terkoneksi ke internet.
Semua upaya menanam sensor ini semata untuk memudahkan hidup kita. Dibarengi kemampuan mengolah data, limpahan data akan melahirkan banyak ide dan pemahaman baru yang sulit diramalkan saat ini. Kita sedang hidup di era penuh ketidak pastian.
Di dunia bisnis, banyak perubahan disruptif (merusak) berdampak pada lapangan kerja. Pekerjaan di bank perlahan lenyap akibat Teknologi Finansial yang memaksa bank memangkas jumlah staf. Bisnis biro perjalanan yang jadi andalan hidup banyak keluarga bertekuk lutut pada ganasnya Traveloka yang mampu menjual tiket supermurah. Berbagai toko besar maupun kecil terpaksa ditutup di berbagai kota akibat maraknya belanja online.
Namun, di balik cerita suram ini bisnis baru bermunculan. Banyak anak muda bisa sukses meskipun bukan dari kalangan bermodal. Investor dengan modal besar siap menanamkan uangnya pada usaha apapun selama model bisnisnya mendatangkan data berlimpah, misalnya seperti e-Fishery, Tanihub, Jala, Warung Pintar, dan lain-lain. Ingat, data adalah mata uang baru. Menghubungkan aneka benda, produk, atau tempat dengan internet akan menghasilkan data sangat besar. Jadi, mulailah berusaha untuk memiliki pola pikir yang berorientasi pada data. Miliki DATA MINDSET.
Sumber:
Klaus Schwab, “The Fourth Industrial Revolution”, World Economic Forum, Geneva, Switzerland, 2016
Add Comment