Kompas Articles

Mengkomunikasikan Gaya Hidup Digital kepada Publik

(foto: Ina Liem)
(foto: Ina Liem)
(Artikel berikut ini adalah lanjutan tulisan Ina Liem tentang e-Government yang dimuat di Kompas KLASS, Jumat Mei 2015. Untuk membaca bagian pertama, klik disini.)

Tujuan penyelenggaraan e-government bisa berbeda antar negara.

Miriam memberi contoh, di Indonesia tujuan penggunaan teknologi lebih untuk membangun good governance, umumnya agar sistem pemerintahan lebih efisien, transparan, dan efektif. Dengan demikian, proses pelayanan publik seperti perizinan, pembayaran, hingga penganggaran tidak harus bersifat tatap muka. Proses jadi lebih cepat, transparan, bisa dilacak jika ada kelambatan atau penyalahgunaan wewenang, dan meminimalkan pungutan liar serta korupsi.

Suasana student lounge di kampus utama UVW yang diberi nama Kelburn Campus (foto: Jurusanku)
Suasana student lounge di kampus utama UVW yang diberi nama Kelburn Campus (foto: Jurusanku)

Sedangkan Selandia Baru, yang menurut Corruption Perception Index 2014 ada di peringkat 2 ‘Least Corrupt Country’ dari 175 negara di dunia, sudah memiliki good governance, sehingga tujuan e-government lebih untuk memaksimalkan keterlibatan publik.

Menurut Miriam, e-government adalah proyek yang sangat kompleks. Salah satu tantangan adalah sulitnya membuat rencana jangka panjang karena siklus politik yang berjangka pendek. Tantangan lainnya adalah asumsi yang salah mengenai bagaimana masyarakat menggunakan teknologi. Misalnya, pemerintah Selandia Baru dulu mengira saluran digital akan meningkatkan keterlibatan kaum muda dalam pemerintahan.

(foto: Jurusanku)
(foto: Jurusanku)

Generasi muda memang pengguna perangkat digital. Namun faktanya mereka tidak memanfaatkannya untuk berhubungan dengan orang pemerintahan. Berdasarkan hasil survey, ternyata kaum muda lebih suka tatap muka dengan pihak pemerintah dalam mengajukan pertanyaan karena mereka justru kesulitan mendapat jawaban yang diinginkan secara online.

Komponen utama e-government adalah orang (people), proses, dan teknologi. Artinya, pembangunan e-government bukan hanya soal infrastruktur seperti pusat data, jaringan, dan aplikasi, tetapi harus memikirkan orangnya, baik birokrat, penggunanya, maupun proses pemerintahannya. Nah, salah satu kendala implementasi e-government di Indonesia adalah soal kesiapan orangnya.

Peralihan menuju digital public services tampaknya perlu memasukkan unsur manusia, yakni dengan mengkondisikan masyarakat agar transisinya berjalan mulus, baik di pihak pengguna (masyarakat) maupun di pihak aparat. Ini harus dilakukan melalui proses komunikasi masyarakat yang terencana.

Wahyutama adalah lulusan S1 Ilmu Komunikasi dan S2 Komunikasi Politik dari Universitas Indonesia yang saat ini menempuh program doktoralnya di bidang e-government di Victoria University of Wellington, dengan Miriam Lips sebagai dosen pembimbingnya. Dosen prodi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina ini tergelitik untuk meneliti pengaruh penggunaan media baru (internet, smartphone, dan sebagainya) terhadap budaya politik kaum muda.

(foto: Jurusanku)
(foto: Jurusanku)

Ia melihat penggunaan media baru akan mengubah kehidupan bermasyarakat kita di kemudian hari, bahkan sekarang pun sebenarnya sudah, termasuk pula di bidang politik. Media baru memfasilitasi interaksi dan komunikasi kita dengan orang lain, dan turut pula mempengaruhi bentuk interaksi tersebut.

Di bidang politik misalnya, Wahyu ingin mempelajari bagaimana media baru digunakan sebagai media pembelajaran politik (sosialisasi politik) oleh kaum muda, dan apa dampaknya terhadap perilaku politik mereka. Dengan mempelajari perilaku politik pengguna media baru, pemerintah dapat merancang pola komunikasi politik untuk membangun partisipasi masyarakat, dalam hal ini mendorong masyarakat menggunakan e-government.

Wahyu berharap melalui hasil risetnya, kita dapat memahami dampak positif dan negatif penggunaan media baru dalam pembangunan budaya politik khalayak. Ia ingin mengetahui apakah digital engagement ini dapat memperkuat nasionalisme dan rasa tanggung jawab terhadap negara, atau justru memperlemah, seperti misalnya menurunkan tingkat kepercayaan terhadap pemerintah, atau membangkitkan kebencian antar kelompok.

Perubahan lewat proses komunikasi

Dalam dunia Teknologi Informasi ada istilah ‘the problem exists between the chair and the keyboard‘. Artinya, manusia lah yang menjadi masalah terbesar. Perubahan cara kerja menjadi berbasis TI jadi tantangan tersendiri bagi yang gagap teknologi. Bahkan sistim TI dirasa sebagai ancaman karena dikawatirkan akan menggantikan fungsi mereka yang selama ini melakukan pekerjaan secara manual.

Dengan makin banyaknya pemangku kepentingan seperti staff pemerintah lokal, daerah dan kota, politisi, konsultan IT untuk pemerintah, serta para akademisi yang mendalami ilmu e-government, diharapkan pengelolaan e-government di Indonesia akan meningkat. Menurut ranking yang dikeluarkan oleh Waseda University, Jepang, pada tahun 2014 Indonesia masih menempati posisi ke-32 dari 62 negara yang diukur dalam pengelolaan e-government.

Konsep kota cerdas yang digagas oleh ITB, PGN dan Kompas pun dapat lebih cepat terealisasi untuk meningkatkan layanan publik, serta meningkatkan keterlibatan warga secara aktif dan efektif, apabila makin banyak generasi muda kita yang berwawasan e-government. Sudah terbukti secara ilmiah bahwa e-government adalah salah satu alat yang signifikan untuk menekan tingkat korupsi di sejumlah negara. (Kompas 13/04/2015)

Baca bagian pertama artikel ini – “Menuju Pemerintahan yang Transparan via e-Government”.

 

Ina Liem

Authir and CEO Jurusanku

@InaLiem

@kompasklass #edukasi

 

 

Ads 2-04

About the author

Ina Liem

Ina Liem

Ina Liem sudah belasan tahun berkecimpung di dunia pendidikan, terutama pendidikan di luar negeri. Ia telah memberi konsultasi, seminar, dan presentasi di hadapan puluhan ribu pelajar dan orang tua murid di banyak kota dan di beberapa negara tetangga. Selain menjadi Kontributor rubrik EDUKASI di KOMPAS KLASS, Ina adalah penulis (author), pembicara (public speaker), dan Certified Career Direct Consultant.

2 Comments

Click here to post a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

    • Terimakasih. Saya sudah baca tulisannya. Semoga makin banyak anak muda tertarik bidang ini agar layanan publik berbasis internet makin merata dan masyarakat makin berperan mengawal kebijakan pemerintah setempat.