(Ini adalah bagian II dari artikel Ina Liem tentang Tata Kota yang dimuat di Kompas Klass Jumat 1 November 2013. Disini topik utamanya mengulas sosok tangguh yang mampu menciptakan perubahan di perkotaan)
Salah satu alumnus IHS dari Indonesia adalah Andrea Fitrianto.
Menurut sarjana Arsitektur ini, hampir separuh penduduk dunia kini ada di perkotaan. Sayangnya, banyak keluarga masih tinggal di bantaran rel kereta, pinggir sungai, kampung-kampung miskin, dan tanah-tanah terlantar. Ini yang mendorongnya fokus pada pembangunan hunian komunitas yang layak tinggal.
Kiprahnya selama 2 tahun membangun rumah dan kampung bersama warga korban tsunami Banda Aceh makin memantapkan niatnya. Sebagai arsitek komunitas, ia terlibat dalam rekonstruksi lebih dari 3.500 rumah serta infrastruktur di 23 kampung. Di Jakarta dan Surabaya, ia memperjuangkan hak warga miskin kota bersama Urban Poor Consortium (UPC). Dengan LSM Arkomjogja yang ikut dibidaninya, ia merancang kampung dan membangun balai warga dari bambu yang didirikan di atas saluran drainase.
Lain halnya dengan Tri Rismaharani, seorang birokrat dengan segudang prestasi yang sempat mengecap pendidikan di IHS. Wali Kota Surabaya ini banyak memenangkan award bagi kotanya dan menjadi headlines di berbagai media.
Kesuksesannya mengubah Surabaya dari kota yang kotor dan kering menjadi hijau dan bersih mendapat pengakuan internasional. Meski banyak tentangan, ia berhasil “menyulap” tanah terlantar dan beberapa SPBU menjadi taman-taman kota yang indah. Di bawah komandonya, kini Surabaya bebas dari banjir.
Ia berkeyakinan, sebuah kota harus menjadi “rumah” bagi warganya. Pembangunan kota tidak boleh merusak kenyamanan hidup masyarakatnya. Oleh karena itu, ia gigih menentang rencana pemerintah pusat untuk membangun tol tengah kota dan upayanya ini berhasil. Usahanya mengurangi jumlah iklan billboard dengan menaikkan pajak tidak hanya berhasil mencegah Surabaya menjadi “hutan papan iklan”, tetapi juga menambah pemasukan pajak bagi daerah.
Dengan pertumbuhan dan perubahan daerah perkotaan di Indonesia yang semakin pesat, kita membutuhkan lebih banyak sosok tangguh yang tidak hanya paham teori, tetapi juga mampu bertindak dan menciptakan perubahan. Berbekal pendidikan dan pelatihan yang tepat, banyak yang bisa diharapkan dari masa depan kota di Indonesia.
Ina Liem
Author and CEO JURUSANKU
@InaLiem
@kompasklass #edukasi
Baca juga artikel “Belajar Tata Kota di Belanda” yang dimuat di Kompas Klass pada hari yang sama.
urban123
sebagai alumnus IHS, saya sepakat dengan Ina Liem. Sayangnya, pada tataran birokrasi di daerah, ‘penguasa’ daerah belum bisa memanfaatkan alumni IHS dengan optimal untuk menyusun perencanaan dan perumusan strategi dalam pembangunan kota/daerah. Para alumni harus sabar menunggu sampai pergantian rezim. Birokrasi pemerintah daerah masih cukup kental dengan KKN menjadi bagian tantangan para alumni untuk ‘berekspresi’ dalam mengimplementasikan berbagai teori menjadi kenyataan.
Benar. Ini kenyataan pahit. Semoga dengan makin banyak lulusan bidang ini, angkatan baru yang nantinya memegang jabatan bisa berperan sejalan dengan ilmunya. Kini ada tren menggiring perubahan melalui gerakan komunitas. Contohnya gerakan komunitas ‘Indonesia Berkebun’ yang tujuannya menghijaukan kota. Kini pencetusnya, Ridwan Kamil, menjadi walikota Bandung. Mungkin anda bisa menggali inspirasi dari sana. Salam.