Career and Study

Tren Abad 21 – Bidang Riset Genome Makin Diincar Industri Global

shutterstock_173112506

Banyak orang menganggap lulusan MIPA yang sarat teori murni dan praktik di lab sulit dapat pekerjaan. Ilmunya pun sulit dibisniskan. Bagi calon peneliti, coba baca tulisan ini dan temukan peluang masa depanmu di industri yang makin booming.

Tulisan Alec Ross di bukunya The Industries of The Future (2016) sarat dengan inspirasi dunia kerja masa depan. Kali ini saya hanya akan membahas beberapa poin dari bab II, yakni “The Future of the Human Machine”, yang cukup menyentak perhatian saya.

Diawali dengan kisah Lukas Wartman, seorang ilmuwan yang menggarap Genomic Technology di laboratorium Washington University. Disana, ahli onkologi dan peneliti medis ini meneliti penyakit leukemia (kanker darah) pada tikus. Caranya dengan membuat model-model genome dari penyakit tersebut.

Genom adalah kumpulan lengkap DNA suatu organisme, termasuk semua gennya. Tiap genom berisi semua informasi yang dibutuhkan untuk membangun dan memelihara organisme tersebut. Pada manusia, salinan seluruh genom, yang jumlahnya lebih dari 3 miliar pasang basa DNA, terdapat di semua sel yang memiliki nukleus. Kalian yang belajar biologi di SMA tentu pernah mendapat pengetahuan ini.

Tapi yang menarik adalah kisah hidup Wartman sendiri. Selain meneliti leukemia, Wartman adalah penderita penyakit kanker jenis ini. Ia berjuang dengan gigih melawannya, dan selamat. Tiga kali malah.

Ketika leukemianya kambuh untuk yang ketiga kalinya, harapan hidupnya sangat tipis. Namun rekan-rekan peneliti di universitas tersebut ingin berbuat sesuatu. Mereka pun memetakan baik DNA (deoxyribonucleic acid) maupun RNA (ribonucleic acid) yang diambil dari sel kankernya dan dari sampel kulit Wartman yang sehat sebagai pembanding.

hqdefault
Dr. Lukas Wartman

Untuk keperluan ini mereka memroses sampel DNA dan RNA ini di 26 mesin pemetaan gen dan sebuah supercomputer. Setelah beberapa minggu mereka menemukan penyebabnya.

Di dunia kedokteran, ada kalanya penyebab suatu penyakit bisa diketahui, tapi obatnya belum ada. Begitu juga pada kasus Wartman. Beruntung, saat itu raksasa farmasi Pfizer baru saja merilis Sutent, obat untuk kanker ginjal. Wartman berkesempatan mencobanya.

Setelah dua minggu memakai obat ini, ia pun mendapat cangkok sumsum tulang agar sel kankernya tidak kembali dalam bentuk mutasi. Empat tahun kemudian, sel kankernya tidak pernah muncul kembali.

Apa yang dialami Wartman memberi harapan baru pada upaya pemetaan Genome. Memang, Wartman sembuh karena dukungan teman-teman sesama peneliti, laboratorium canggih tempatnya bekerja, dan pabrik obat terbaik. Tapi jangan pesimis dulu.

Tahun 2003 ketika Human Genome Project mengumumkan hasil pemetaan gen yang pertama, biaya yang dihabiskan $ 2,7 milyar atau hampir 40 triliun rupiah dengan kurs saat ini. Namun 10 tahun kemudian biaya tersebut turun jutaan kali. Jadi kelak, kisah Wartman bisa jadi obrolan sehari-hari, ketika harga teknologinya makin terjangkau.

Merebaknya Industri Berbasis Lab

Ketika harapan besar muncul dari sebuah temuan, timbul permintaan di masyarakat. Karena kanker adalah soal hidup dan mati, tentu saja peminat teknologi ini mendunia. Di tahun 2013 saja, pasar genome diperkirakan $ 11 milyar dan terus membesar.

Ronald W. Davis, direktur the Stanford Genome Technology, menyamakan bisnis genome saat ini dengan boomingnya e-commerce di tahun 1994 ketika Amazon.com berdiri. Menurutnya, makin meningkatnya kemampuan kita untuk memanfaatkan data genome akan mendorong terjadinya booming yang akan datang.

Nah, bagi kamu yang berminat memasuki karier di industri genome, ada beberapa program studi yang menarik dijajaki. Untuk mendalami ilmu genome tentu saja berangkatnya dari biologi, lebih tepatnya biologi mikro. Silakan check infonya di ITB, ITS, UGM dan beberapa universitas lain. Di Australia, kamu bisa cari di RMIT, La Trobe University, University of Western Australia, dan University of Tasmania.

Akan tetapi, karena yang akan membuat booming industri ini adalah nilai datanya yang tak terperikan, maka program studi terkait pengolahan data juga sangat relevan, misalnya Bioinformatics, Statistics, dan Data Science. Program studi Data Science saat ini belum ada di Indonesia, tetapi Bioinformatika dan Statistika ditawarkan di beberapa universitas, baik negeri maupun swasta. Selamat menjelajahi dunia industri kesehatan abad 21.

Ads 2-04

About the author

Budi Prasetyo

Budi Prasetyo

Budi Prast adalah Founder jurusanku.com. Selain aktif melakukan penelitian di bidang pendidikan, bersama Ina Liem ia menulis “7 Jurusan Bergaji Besar”, "Kreatif Memilih Jurusan", dan "Majors for the Future". Minat utamanya meliputi pendidikan, data analytics, dan design thinking. Ia juga salah seorang Kontributor Kompas KLASS untuk rubrik #baca.

Add Comment

Click here to post a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*