(Tulisan ini adalah kelanjutan dari artikel Ina Liem yang juga dimuat di Kompas Klass edisi Jumat, 29 November 2013. Di bagian ini Ina menyodorkan jurusan alternatif bagi yang tujuannya berkiprah di bidang pertanian adalah untuk menjadi pengusaha. Simak apa saja kelebihan program ini)
Masa depan suplai pangan kita bergantung pada para petani muda. Namun, apabila generasi muda kita tidak tertarik menekuni bidang ini, dikhawatirkan kita akan makin bergantung pada impor pangan.
Ironis bagi Indonesia yang agraris. Apalagi dengan berlakunya AFTA 2015, kekurangan ahli di bidang ini sangat mungkin akan diisi oleh tenaga asing.
Produsen pangan di Indonesia saat ini kebanyakan adalah petani berpendidikan rendah. Produk mereka banyak yang tidak bisa bersaing di pasaran. Di saat panen, harganya jatuh, sementara di saat harga tinggi mereka tidak punya produk untuk dijual. Salah satu alasannya adalah karena mereka belum menjalankan usahanya sesuai praktik pertanian yang benar atau biasa disebut GAP (Good Agricultural Practices).
Lain ceritanya dengan petani buah di Belanda misalnya. Mereka sudah menerapkan manajemen rantai pasok (supply chain). Saat panen buah melimpah, mereka tidak menjual semua hasil panen. Sebagian disimpan, bahkan bisa sampai 2 tahun. Saat suplai buah langka, stok ini bisa dikeluarkan ke pasar sehingga harga selalu stabil dan petani tidak menderita fluktuasi harga yang tajam. Mereka bahkan bisa ikut mengendalikan harga.
Berkaca dari sana, para petani berpendidikan rendah di negeri kita memang perlu dimanajemeni oleh ahli yang mengerti rantai perdagangan pangan mulai dari tahap produksi, pengolahan, distribusi, penyimpanan, hingga ke tangan konsumen.
Di Lincoln University, semua proses ini dipelajari di program Bachelor of Agribusiness and Food Marketing dan Bachelor of Commerce (Agriculture). Kedua jurusan ini secara khusus menyiapkan lulusannya untuk berkiprah di perdagangan produk pertanian.
Di jurusan Agribusiness and Food Marketing, selain mempelajari soal tanaman, hewan, tanah dan manajemen pertanian, fokusnya lebih ditujukan pada perdagangan produk pangan secara global dan aspek pemasaran komoditas pangan. Karena lamanya siklus produksi pertanian dan investasi bidang pertanian, maka persoalan seperti ketidak pastian panenan, naik turunnya harga, ketersediaan pasokan, dan kebersihan produk pangan merupakan isu pokok yang harus dikuasai.
TEORI DAN LAPANGAN
Di era global ini salah satu prinsip penting dalam food marketing adalah “paddock to plate” value chain. Yang menjalankan prinsip ini dengan ketat antara lain adalah Uni Eropa. Semua produk pangan dari negara lain harus bisa dilacak asal-usul nya, cara memproduksinya, mengolahnya, menyimpannya, sampai cara pengirimannya. Pendek kata, untuk sampai di piring konsumen, setiap produk harus melewati proses yang bisa dipertanggungjawabkan mutunya. Prinsip ini sangat ditekankan di jurusan Food Marketing.
Namun bagi yang berminat mendalami bidang pertanian dan peternakan dari kacamata seorang pengusaha, mungkin program Bachelor of Commerce (Agiculture) lebih memenuhi kebutuhan. Selain pengetahuan pokok tentang pertanian seperti disebut di atas, program ini membimbing mahasiswanya untuk menjalankan sisi bisnis di perusahaan atau mengawali bisnis sendiri.
Mata kuliah seperti misalnya Pengantar Hukum Dagang, Analisis dan Perencanaan Manajemen Pertanian, Ekonomi dan Pasar, dan Manajemen Strategis Pertanian memberi bekal untuk mengambil keputusan-keputusan bisnis secara umum. Namun mahasiswa bisa memilih spesialisasi di tahun terakhir.
Selain praktik di ladang dan peternakan milik Lincoln University sendiri, mahasiswa wajib melakukan farm visits dan kerja lapangan di luar kampus. Untuk jurusan Bachelor of Commerce in Agriculture total praktik lapangan adalah 42 minggu (hampir 1 tahun). Yang menarik, di setiap farm visit, mahasiswa didampingi beberapa profesor bidang ilmu tanah, tanaman, hewan, dan ilmu bisnis untuk menunjukkan pentingnya pendekatan multi disipliner dalam mengelola bisnis di industri ini.
Menurut Derrick Moot, seorang profesor Plant Science, teori di kelas selalu dikaitkan dengan apa yang terjadi di lapangan. Dari kerja praktik mahasiswa belajar menentukan jenis pupuk untuk jenis tanah dan jenis tanaman yang berlainan di berbagai lokasi sekaligus bagaimana beternak. Semua kegiatan ini harus mendatangkan keuntungan usaha tanpa mengharapkan subsidi sama sekali.
Spesialisasi yang populer adalah Agricultural Management yang mempertajam skill untuk mengelola sisi bisnis sebuah usaha pertanian atau peternakan. Di samping belajar manajemen pertanian secara umum, mahasiswa belajar bagaimana berinvestasi dan mengembangkan bisnis di bidang ini.
Spesialisasi lain yang tak kalah menarik adalah Rural Valuation, yakni bidang yang lebih fokus pada masalah investasi di bidang properti lahan pertanian atau peternakan. Mata kuliah khasnya antara lain adalah Pengantar Ilmu Properti, Konstruksi Bangunan, Ekonomi Tanah, Undang-undang Pertanahan, dan Menaksir Harga Lahan Pedesaan.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2010, sektor pertanian memiliki Indeks Tendensi Bisnis paling tinggi, bahkan lebih tinggi dari bidang telekomunikasi. Dengan penguasaan teknologi dan manajemen modern, sudah selayaknya berlaku adagium “mereka yang bisa menyediakan pangan bagi banyak orang tidak akan pernah kekurangan”.
Ina Liem
Author and CEO JURUSANKU
@InaLiem
@kompasklass #edukasi
Baca juga artikel Kompas KLASS lanjutannya “Menjadi Petani Sukses di Era Global”.
Mantap rekomendasi peluang bisnisnya sangat lengap, kayaknya saya mau coba salah satu diatas. Tapi kang kita harus konsisten dalam menjalani sebuah bisnis, agar bisnis kita sukses ya kang… Sipp kang peluang bisnis nya