(Ini adalah bagian pertama tulisan INA LIEM yang membahas ilmu kelautan atau Marine Science ini dimuat di Kompas KLASS pada hari Jumat, 24 Oktober 2014 sepanjang dua halaman. Bagian kedua dari tulisan ini bisa dibaca di Menopang Poros Maritim Dunia)
Keelokan dan kekayaan laut Indonesia sulit dicari tandingannya, tetapi sampai kapan keadaan ini bertahan?
Selain memberi makan 1 miliar penduduk dunia, laut menjadi ajang bertemunya berbagai kepentingan ekonomi lain. Para pekerja tambang minyak dan gas, para pelaku eco-tourism, pengusaha angkutan, olahragawan selam, pelaku budidaya ikan di laut, serta nelayan menjadikan laut sebagai sumber penghidupan mereka.
Oleh karena itu, pendidikan di bidang-bidang terkait laut akan sangat dibutuhkan. Salah satunya melalui program Bachelor of Marine Science, yang ditawarkan The University of Western Australia (UWA).
Unik
Australia Barat merupakan wilayah dengan keragaman hayati luar biasa. Lebih dari 80 persen spesies ikan, mamalia, dan organisme yang hidup di sana tidak ditemui di belahan bumi mana pun. Ini menjadikan Australia Barat sebagai laboratorium ideal bagi studi kelautan, khususnya Marine Science.
Marine Science mempelajari semua aspek lingkungan laut yang memengaruhi kondisi pesisir dan keanekaragaman makhluk di dalamnya. Ilmu ini membahas semua sumber daya, kegunaan, pengelolaan, dan pelestarian lingkungan laut.
Studi Marine Science meliputi ekologi terumbu karang, kualitas air, oseanografi, dan dinamika perairan pesisir. Ini semua sangat membantu kita melestarikan sumber daya alam di laut, terutama di wilayah taman laut yang dilindungi.
Tanpa pengelolaan laut dan pesisir yang benar, hasil perikanan, suplai pangan, dan lapangan kerja akan menurun. Meskipun laut adalah sumber penghasil makanan, sumber daya ini bisa menipis akibat perilaku manusia, seperti penangkapan ikan secara berlebihan, lenyapnya habitat tertentu, polusi, dan dampak jangka panjang akibat perubahan iklim. Pesisir yang rusak juga tidak menarik bagi wisatawan. Dampaknya bisa menyentuh ke industri rekreasi dan ecotourism. Polusi dan timbulnya wabah penyakit akan menurunkan kualitas hidup penduduk setempat.
Dengan ilmu ini, kita bisa mencegah atau meminimalkan dampak ekstrem peristiwa alam maupun ulah manusia. Seorang marine scientist mampu memberi saran dan dukungan bagi pemerintah maupun pihak swasta yang berkepentingan terhadap sumber daya di laut.
Menurut Dr Julian Clifton, Associate Professor di UWA, tugas ilmuwan kelautan adalah melakukan riset untuk mereduksi ancaman ini dan mencari solusi alternatif memenuhi kebutuhan penduduk pesisir yang semakin meningkat. Menurut doktor yang menaruh minat pada kelautan Indonesia ini, ilmu tersebut sangat relevan dengan kondisi laut Indonesia yang merupakan salah satu hotspot keragaman hayati dunia.
Di samping dasar-dasar biologi hewan dan tumbuhan, mahasiswa belajar dinamika bumi, dampak perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati, dan cara menggunakan Geographic Information Systems.
Dalam mata kuliah Geographic Information Systems, mereka tidak hanya belajar memakai software, tetapi juga menganalisis data geospasial. Mereka bisa mengamati geografi fisik dan geografi sosial untuk perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam. Untuk itu, diperlukan berbagai teknik analisis dan statistik spasial.
Kuliah lapangan dan fasilitas
Meskipun tidak ada program magang, mahasiswa harus menjalani beberapa praktik lapangan. Menurut Dr Jane Prince, Program Co-ordinator for Zoology di UWA, di saat-saat seperti ini mereka sangat menikmati kegiatan snorkelling atau scuba diving untuk mengamati atau mengambil sampel biota laut.
Memang ada anjuran untuk mengambil sendiri sampel biota laut dengan menyelam, tetapi ini bukan keharusan. Bagi yang mau menyelam, mereka harus menjalani tes. Pelatihan menyelam disediakan bagi yang belum berpengalaman.
Karena obyek studinya adalah laut, tentu saja kapal dan kelengkapan risetnya disediakan. Untuk itu, UWA menyediakan tiga buah kapal, perlengkapan kamera video bawah laut, drop camera dan Go-Pro camera, light loggers, temperature loggers, dan lain sebagainya. Mahasiswa juga bisa memonitor pertumbuhan rumput laut di fasilitas budidaya di kampus. Mereka juga bisa mengamati langsung perilaku ikan hiu di tangki riset.
Ada pula akses ke fasilitas milik The Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) dan Australian Institute of Marine Science (AIMS), dua lembaga riset kelautan nasional Australia yang ada di UWA. Fasilitas riset senilai lebih dari Rp 600 miliar ini akan dibuka pada 2016 dan menjadi pusat riset multidisiplin ilmu untuk seluruh Samudra Hindia.
Menurut Dr Clifton, sekalipun bukan ilmu terapan, Marine Science di UWA menempatkan praktik lapangan sebagai bagian terpenting. Ada field trip selama seminggu ke barat daya Australia Barat.
Selain pusat keanekaragaman hayati, perairan ini menjadi tempat bertemunya berbagai kepentingan industri perikanan komersial dan nonkomersial, angkutan laut, eksplorasi minyak dan gas, kegiatan penyelaman, tempat mengamati ikan paus, dan berbagai aktivitas lain.
Didampingi petugas pelabuhan setempat, mahasiswa menggali pengalaman riset dan monitoring, baik di pesisir maupun area lepas pantai. Kunjungan ke Rottnest Island, sekitar 20 kilometer dari Perth, mengajarkan berbagai proses ekologis di pesisir dekat lepas pantai dan pengelolaannya.
Mulai 2016, akan ada field work ke Wakatobi, taman laut di Sulawesi Tenggara yang sudah terkenal di dunia. Di sana, mahasiswa akan menemukan perpaduan antara teori dan praktik di bidang ekologi terumbu karang. Kegiatan riset akan digabung dengan aktivitas mendesain program pelestarian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang hidup dari sumber daya laut.
Latihan mengaudit lingkungan tak kalah pentingnya. Mereka mencatat berbagai spesies yang ada di dalam dan di luar taman laut, memonitor perubahannya dari waktu ke waktu, mengamati kandungan nutrisi di area tersebut, serta menganalisis dampak perubahan laut bagi spesies di sana. Hasil studi semacam ini sangat bermanfaat bagi dunia industri.
Pada mata kuliah Field Techniques in Marine Science, selain kemampuan mendesain kegiatan riset lapangan, yang tak kalah penting adalah menganalisis hasilnya dan menyajikannya secara lisan maupun tertulis. Tentu saja dengan bahasa yang bisa dimengerti pihak lain.
Peluang karier
Lulusan Marine Science banyak dibutuhkan di berbagai industri dan profesi. Menurut Dr Jane Prince, banyak alumni Marine Science dari UWA bekerja di pemerintahan, misalnya di bidang perikanan, menjaga kelestarian sumber daya laut.
Dr Clifton menyinggung banyak pihak dari sektor swasta mencari lulusan berprestasi yang mampu merancang program manajemen untuk mendukung aktivitas perikanan yang berkelanjutan. Mereka juga bertugas mendesain riset untuk mengantisipasi dampak eksplorasi minyak dan gas di lepas pantai terhadap ekosistem pesisir yang bisa merugikan industri perikanan.
Para alumni juga diterima bekerja di badan-badan non-pemerintah (LSM) untuk merancang gerakan konservasi dan manajemen sumber daya dan meningkatkan kesadaran dunia akan perlunya menjaga laut.
Salah satu alumnus adalah Jessica Harris yang bekerja di Hydro Numerics Pty Ltd. Tugasnya membuat analisis air permukaan laut dengan software khusus. Proyeknya antara lain simulasi lingkungan pesisir hingga prediksi munculnya ganggang di dalam cadangan air. Kliennya antara lain perusahaan air minum, badan-badan pemerintah, para konsultan, dan industri swasta.
Lain lagi dengan Tegan Box. Sebagai environmental advisor di perusahaan minyak dan gas Woodside Energy, Tegan meneliti sejenis penyu (Natator depressus) yang hidup di area yang akan dibangun anjungan pengeboran.
Ia juga bekerja sebagai penasihat pada Pluto LNG Project untuk mengukur dan mengendalikan risiko kerusakan akibat serbuan organisme terhadap armada pengangkut gas cair. Pekerjaan ini mempertemukan Tegan dengan banyak tenaga profesional aneka bidang, termasuk para pemangku kepentingan di industri minyak.
Ina Liem
Author and CEO Jurusanku
@InaLiem
@kompasklass #edukasi
Add Comment