(Tulisan ini dimuat di majalah triwulan HSBC, Wealth & Beyond, untuk rubrik ‘Education Insight’ di halaman 45. Semoga bermanfaat)
Perkembangan teknologi telah mengubah pola bisnis dunia, termasuk di Indonesia.
Ironisnya, perubahan ini tidak diikuti oleh pilihan bidang studi. Dari survey Jurusanku terhadap lebih dari 10.000 siswa SMA swasta di Indonesia tahun 2013 – 2015, minat jurusan kuliah masih di seputar Manajemen, Kedokteran, dan Akuntansi.
Dari data Jurusanku, di antara pelajar SMA yang berminat menjadi pengusaha, sebagian besar ingin berbisnis kuliner. Belakangan restoran dan coffee shop menjamur, bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia, hingga ada prediksi di tahun 2020 kita akan mengalami defisit kopi dunia. Lantas, siapa yang akan memanfaatkan peluang ini?
Kopi adalah salah satu produk unggulan Indonesia, sama seperti coklat, ikan, rumput laut dan banyak lainnya. Indonesia adalah negara agraris dan negara bahari. Lucunya, jurusan Pertanian dan Perikanan malah sepi peminat. Dari survey Jurusanku di atas, hanya 23 siswa yang tertarik ke Pertanian dan 12 ke Perikanan.
Ternyata persepsi terhadap jurusan dan karier di bidang pertanian perlu diluruskan. Seperti halnya kuliah di jurusan teknik bukan untuk menjadi buruh pabrik, mahasiswa pertanian juga tidak diarahkan menjadi buruh tani. Kita butuh banyak petani modern yang melek sains dan teknologi supaya produksi kita makin efisien dan punya added value.
Gambaran bahwa perikanan identik dengan petambak atau nelayan miskin yang berpanas-panas di terik matahari ikut membuat jurusan perikanan sepi peminat. Padahal peluangnya menjanjikan, mulai dari perikanan tangkap, budidaya, hingga pengolahan hasil perikanan dan kelautan.
Bayangkan, rumput laut olahan bisa menghasilkan produk bernilai seratus kali lipat. Faktanya, sebagian besar dijual mentah sebab tak banyak yang paham teknologi pengolahannya. Setelah jadi bahan es krim, kosmetik, bahan penambal gigi dan ratusan jenis produk lain, kita harus membelinya dengan harga selangit dari manca negara.
Menurut platform ekonomi Jokowi, selain di sektor pangan, kita juga mengalami krisis di bidang energi. Untuk mengatasinya, pilihannya adalah memburu sumber minyak baru dan mencari energi alternatif. Tentunya SDM seputar Sustainable Energy, Geothermal Energy, Subsea Engineering, Geologi dan jurusan lain seputar energi dan lingkungan akan makin dicari.
Logistik kita juga mahal. Kita masih di urutan ke-53, kalah dari Malaysia, Vietnam, Thailand, dan jauh di bawah Singapura yang bertengger di urutan ke-5 dunia. Jika sektor ini tidak diperbaiki, produk dalam negeri tak akan mampu menyaingi barang impor yang lebih murah karena biaya logistiknya lebih efisien.
Sektor logistik adalah salah satu bidang yang ‘sexy’ di mata asing sebab volume perdagangan akan melonjak di era MEA. Untuk itu berbagai program dicanangkan pemerintah, terutama di bidang maritim, misalnya dengan membangun pelabuhan dan membenahi transportasi barang. Tapi dari survey Jurusanku, hanya 2 siswa SMA yang berminat studi terkait sektor ini.
Perubahan era selalu membuka peluang di banyak bidang ‘baru’. Tiba saatnya kita membuka wawasan dan berhenti terpaku pada jurusan-jurusan yang dianggap berprospek di ‘zaman orang dulu’.
Memang, memilih jurusan jangan melihat prospek kariernya saja. Mengenal diri secara utuh itu perlu, khususnya pada empat aspek, minat, bakat, kepribadian, dan values (hal-hal yang dianggap penting dalam hidup dan pekerjaan). Tapi informasi tentang peta karier dan perkembangan industri tetap bagian penting dalam pengambilan keputusan.
Oleh Ina Liem
CEO Jurusanku.com
Top 10 ASIA Career Direct Consultant
Add Comment