(Artikel ini dimuat di Kompas Klass, Jumat 20 September, 2013. Dalam tulisan ini Ina Liem bicara tentang jurusan Audio Engineering yang kian hari kian dicari-cari dan sebuah institusi pendidikan yang tepat untuk jurusan ini)
Dunia hiburan dan peran Audio Engineer
Dalam berbagai jenis hiburan, suara memainkan peran yang tidak bisa dianggap remeh. Namun, jarang disadari bahwa di balik itu ada tangan dingin audio engineer yang berperan mengubah mood atau bahkan mengobrak-abrik perasaan kita sesuai skenario.
Sayangnya, program studi Audio Engineering masih sangat langka di Indonesia. Maklum, orang sering berpikir lulusannya hanya jadi “tukang”mengatur mixer sehingga cukup kursus dan tidak perlu kuliah. Padahal, bagi lulusan jurusan ini, peluang karier dan bisnis terbuka lebar, bahkan bisa menembus batas-batas negara. Semuanya tentu harus disertai jam terbang tinggi.
Salah satu institusi pendidikan yang fokus pada dunia kreatif adalah JMC Academy di Australia. Perguruan tinggi swasta yang berdiri sekitar 30 tahun lalu ini menawarkan program Diploma dan Bachelor of Creative Technology (Audio Engineering and Sound Production). Ini program terakreditasi pertama di Australia di kalangan perguruan tinggi swasta.
Dengan tiga kampusnya di Sydney, Melbourne, dan Brisbane, JMC Academy mendapat penghargaan ACPET Awards for Excellence untuk kategori Higher Education Provider of the Year. Kampus di Sydney dilengkapi SS Duality Console, satu-satunya perlengkapan audio papan atas bernilai miliaran rupiah yang digunakan untuk tujuan pendidikan di Australia. Ia juga memiliki digital mixer pertama di dunia yang mendapat sertifikasi THX pm3 untuk Surround Sound Production.
Alumni
Salah satu jebolan institusi ini adalah Edo Sitanggang, yang lulus dari Audio Engineering JMC tahun 2005. Di tahun 2008 Edo dinominasikan untuk kategori The Best Sound Editing di Festival Film Indonesia (Piala Citra) dalam film Radit & Jani.
Ia juga meraih penghargaan untuk Sound Editing dalam film Legenda Sundel Bolong (2007), Cinta Setaman (2008), Kun Fayakuun (2008), Emak Ingin Naik Haji (2009), dan Identitas (2009). Proyeknya sampai ke negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Korea.
Ia bahkan pernah terlibat dalam Busan Film Festival di Korea. Selain unsur audio untuk film, ia bekerja sama dengan beberapa penyanyi papan atas seperti Glenn Fredly, Dewi Sandra, dan Rio Febrian untuk menggarap rekaman album mereka.
Tentang bagaimana mahasiswa belajar berkolaborasi, silakan baca bagian selanjutnya.
Add Comment