(Kali ini Ina Liem menulis tentang program studi Akuakultur (perikanan) dan prospeknya. Artikel ini dimuat di Kompas KLASS, Jumat 16 Oktober 2015. Bagian kedua dari artikel ini bisa dibaca disini)
Pengembangan dan inovasi teknologi akuakultur adalah tulang punggung pencapaian target Indonesia untuk menjadi produsen perikanan terbesar dunia.
Ini disampaikan Achmad Poernomo, kepala Balitbang Kelautan dan Perikanan pada Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (FITA) 2015 di Bogor. (Kompas 9 Juni 2015)
Sayangnya, banyak yang memandang remeh perikanan. Memang, sektor ini sering dikaitkan dengan petambak miskin yang hanya ‘bengong’ saat penyakit datang dan panenan gagal. Padahal industri Akuakultur adalah penghasil makanan dari hewan yang tumbuh paling cepat selama 50 tahun terakhir. Bahkan ia mampu memasok 70% pangan untuk tambahan 2,3 milyar penduduk lagi di tahun 2050.
Bidang akuakultur mempelajari sain, teknologi, dan manajemen perikanan budidaya yang mencakup ikan laut, rumput laut, udang, dan budidaya ikan air tawar serta organisme air lain. Yang dipelajari adalah budidaya modern, berkelanjutan, ramah lingkungan, dan menghasilkan panen berkualitas dengan harga jual tinggi.
Salah satu perguruan tinggi yang menawarkan Aquaculture adalah Institute of Marine and Aquatic Studies (IMAS) di Launceston, Australia. IMAS adalah bagian dari University of Tasmania, satu di antara 100 top universities in the world di bidang Marine Science. Industri perikanan laut dan budidaya di Tasmania dikenal unggul, khususnya ekspor abalone, salmon dan lobsternya.
Berhubung akuakultur modern adalah sistem yang kompleks, ilmu sain dasarnya perlu dikuasai lebih dulu, seperti Biologi, Mikrobiologi, Kimia, Ekonomi, Ekologi, dan Oseanografi. Setelah itu baru masuk ke core unit yang meliputi bidang Health and Nutrition, Hatchery, Production, dan Technology.
Materi Utama
Belajar akuakultur memang tidak bisa sepotong-sepotong. Mahasiswa perlu diperkenalkan pada semua aspeknya. Salah satunya aspek lingkungan dan dampak sosial-ekonominya. Oleh karenanya persoalan seputar siklus hidup, sistem produksi, syarat kualitas air, dan pengendalian kesehatan tak dapat diabaikan. Mereka diajar ketrampilan menguji mutu air, penanganan hewan, dan sistem pengoperasian tambak yang mengutamakan keselamatan.
Dimulai dari siklus pertama, mahasiswa belajar soal hatchery, yakni teori dan praktek tentang tahap-tahap pemeliharaan indukan, pemijahan, hingga tahap larva. Ini pengalaman seru seperti yang diceritakan Nicole Hingston, salah satu mahasiswa yang memijahkan ikan Salmon dengan tangannya sampai menetas. Ilmu Biologi yang dipelajarinya langsung dipraktikkan.
Untuk keperluan ini kampus menyediakan sejumlah bak budidaya (tank) di lahan seluas 1/2 hektar untuk menampung larva ikan, biasanya trout dan salmon. Mahasiswa bisa menyiapkan pakan alami seperti micro algae yang dibudidayakan di kantong-kantong setinggi 2 meter.
Pakar budidaya perikanan di IMAS, Profesor John Purser, menekankan bahwa budidaya modern harus efisien. Jadi sisi produksi serba terukur, mulai pembesaran dari larva, ikan kecil, sampai tahap panen untuk spesies bernilai komersil, termasuk moluska, krustasea, dan ikan bersirip. Tahap ini meliputi persiapan sebelum pemasaran, termasuk cara mengoptimalkan pertumbuhan ikan dan mengatasi aneka masalah selama siklus pertumbuhannya.
Menurut Prof. Purser yang pernah menjadi manajer di S.A.F.C.O.L., raksasa multinasional penghasil abalone, scallop, dan salmon yang berpusat di Australia, memberi makan saja belum cukup. Pembudidaya harus betul-betul paham anatomi dan perilaku bermacam spesies ikan. Jadi mahasiswa perlu memahami respirasi, reproduksi, serta endokrinologi, untuk melihat dampak perubahan lingkungan terhadap spesies yang dibudidayakan.
Yang sering jadi momok bagi petambak tradisional adalah insiden kematian ikan akibat penyakit. Tanpa landasan teori yang solid, serangan penyakit bisa berakibat gagal panen yang sangat merugikan. Wajar jika penyakit dan kesehatan ikan merupakan salah satu materi pokok , khususnya seputar diagnosis penyakit, keamanan hayati, pengendalian penyakit dan pengobatannya.
Namun ikan sehat saja belum cukup. Tuntutan konsumen semakin tinggi. Untuk menghasilkan produk dengan kualitas tertentu, rekayasa sering diperlukan. Pada mata kuliah Molecular Biology mahasiswa belajar mendeteksi potensi penyakit pada spesies tertentu dan mengatasinya, misalnya dengan memasukkan unsur genetik spesies lain agar diperoleh jenis ikan yang dikehendaki. Caranya antara lain dengan mengolah data bioinformatika dengan software analisis biologi molekuler.
Nutrisi, Pakan Ikan, dan Keberlanjutan
Belakangan orang enggan makan ikan jika tahu pakannya terbuat dari ikan Makarel atau Sardine yang dilumat untuk bahan pellet. Ini dinilai tidak ramah lingkungan. Alasannya, untuk memberi makan ikan kita tidak perlu membunuh ikan lain. Industri mulai beralih dari fish meal menuju plant meal. Itu sebabnya cara membuat pakan, termasuk dari tumbuhan yang ramah lingkungan, adalah salah satu materi penting.
Menurut Prof. Purser yang banyak meneliti pakan alami dan optimasi pakan, pilihan bahan makanan dan dampaknya pada kualitas ikan juga harus dianalisis. Pasalnya, kata Purser, ikan bisa mencium bau makanan. Jika tidak suka, ia memuntahkannya, termasuk pakan yang diisi obat.
Kemampuan membuat pakan ini punya nilai strategis untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Larva ikan seperti Patin dan Bawal masih bergantung pada Artemia dari the Great Salt Lake, Amerika. Begitu juga Ovaprim, hormon perangsang untuk mengawinkan ikan tertentu, tepung ikan, tepung jagung, aneka vitamin dan mineral untuk bahan utama pakan.
Praktik dan Aktivitas Lapangan
Yang menarik dari perkuliahan di IMAS adalah aktivitas praktik di setiap mata kuliahnya. Setiap hari, dari 2 jam kuliah teori di kelas ada 1 jam tambahan untuk tutorial, disusul 3 sampai 4 jam kegiatan praktik, baik di lab maupun di lapangan.
Untuk materi produksi misalnya, mahasiswa berkunjung ke perusahaan pembenihan trout atau ke bak pembesaran salmon yang masing-masing berisi 300 – 500 ton ikan, sekitar 150 meter di laut. Ada pula kunjungan ke pabrik pakan ikan untuk mengamati cara produksi, mesin, besar kapasitas, bahan bakunya, dan banyak lagi. Karena kebanyakan perusahaan ini berskala besar, proses yang dijalankan sesuai teori di kelas.
Beberapa lokasi yang dikunjungi antara lain AbTas (budidaya Abalone), Van Diemen Aquaculture (budidaya Salmon di laut) dan Departement of Primary Industries, Parks, Water and Environment (Instansi pemerintah). Selain mengamati, mahasiswa banyak menimba pengetahuan dari pemilik perusahaan.
Dengan demikian ketika lulus mereka siap bekerja. Peluangnya bukan hanya di tambak, tetapi juga industri ikan hias, bidang pemasaran, perusahaan pakan, instansi pemerintah untuk menangani masalah kebijakan dan pengawasan, pendidikan dan penelitian. Ada yang bekerja di lapangan (outdoor) dan ada yang di dalam gedung (indoor), di lab maupun di kantor.
Menilik materi kuliah dan aktivitasnya, jurusan ini cocok bagi calon pengusaha, peneliti, atau praktisi yang ingin berkontribusi bagi bangsa. Dari pengamatan Purser, kebanyakan mahasiswanya adalah pecinta ikan dan aneka kegiatan di alam seperti memancing, boating, canoing, dan surfing. Penyuka kegiatan indoor pun menemukan keasikan di hatchery yang selalu di bawah atap. Pendek kata, akuakultur membuka pintu bagi aneka lifestyle seperti traveling, memancing, menyelam, berselancar, dan banyak kegiatan menarik lain.
Ina Liem
Authir and CEO Jurusanku
@InaLiem
@kompasklass #edukasi
Add Comment