Salah satu nara sumber di acara Talk Show “Ada Apa Dengan Laut” yang diselenggarakan Jurusanku, bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, adalah Cahyo Alkantana. Ini adalah sosok unik yang sudah tidak asing lagi di bidang film dokumenter, baik di dalam negeri maupun di dunia internasional.
Bicara soal keindahan bawah laut, Indonesia sulit dicari tandingannya. Ada hampir 50 dive area di seluruh negeri ini. Tiap area bisa terdiri banyak dive site (titik penyelaman). Di satu dive area seperti Raja Ampat saja, ada lebih dari 150 titik penyelaman. Total ada ribuan titik penyelaman.
Dari sisi potensi pariwisata, ini peluang luar biasa. Begitu banyaknya dive site sampai Cahyo mengatakan: “Kalau kita hidup 3 kali, waktunya masih belum cukup untuk menyelam di semua titik ini.”
Sejak muda Cahyo memang suka menyelam. Saat itu hampir tidak ada orang Indonesia yang membuat video tentang keindahan laut kita. Ini dilihatnya sebagai peluang. Ia pun mulai mempertimbangkan berbagai hal untuk merebut peluang ini.
Di Bristol, Inggris, ada sebuah perusahaan yang menjual film-film dokumenter ke berbagai stasiun televisi di seluruh dunia. Untuk bisa menembus perusahaan ini, Cahyo berkeyakinan videonya harus dibuat dengan baik.
Inilah yang mendorongnya untuk melanjutkan studi S2 di bidang Ilmu Lingkungan dan S3 Biologi Kelautan di Inggris. Ia percaya, sineas yang baik harus sungguh menguasai obyek bidikannya. Alhasil, video-video karyanya berkelas dunia dan dibeli stasiun televisi di berbagai negara.
Kalau orang lain kuliah di jurusan tertentu untuk mendapatkan pekerjaan, Cahyo memilih kedua bidang studi di atas khusus untuk mendukung pekerjaannya sebagai pembuat film bawah laut. Ia belajar khusus tentang ikan hiu sehingga paham betul jenis-jenis dan perilakunya. Jadi konten videonya bermutu. Contohnya, di Nabire, Papua, ia menemukan lokasi berkumpulnya Whale Shark (Hiu Paus). Sampai kini Nabire jadi destinasi penyelaman bersama Whale Shark.
Sebagai videografer bawah laut terkenal, Cahyo bukan hanya bercerita indah dan asiknya menjalani karier dan bisnisnya di alam. Kisahnya membuka mata hadirin, para siswa, guru, dan orang tua, ketika ia menyebut dengan gamblang seorang instruktur selam bersertifikat (dive master) tidak sulit mendapat gaji 25 juta rupiah per bulan. Ia bahkan membuat kami lebih kaget ketika membeberkan penghasilan operator yang menyewakan perlengkapan menyelam.
Bukan itu saja. Banyak pekerjaan menjanjikan lain. Selain di bidang diving, ada peluang untuk bisnis sebagai supplier, menyewakan kapal dan sebagainya. Contohnya di Raja Ampat ada hampir 100 kapal untuk turis. Sewa kapal di sana 300 – 500 juta per minggu. Bookingnya bisa satu-dua tahun.
Di Wakatobi, Cahyo membangun lapangan terbang dengan menggandeng investor dari New Zealand. Turis dari berbagai negara berdatangan. Kini, untuk menyelam di Wakatobi orang harus antri 2 tahun. Satu minggu biayanya 30-40 juta per orang. Peluang ini pun belum banyak dimanfaatkan orang Indonesia.
Dengan penuh keyakinan, Cahyo mengatakan bahwa masa depan kita ada di pariwisata. Hutan kita mulai menipis, hasil tambang tidak menjanjikan, begitu juga minyak. Ia menyarankan anak muda untuk mulai berpikir menggarap potensi ini agar peluang ini tidak hanya dinikmati orang asing. Syaratnya, kuasai bidang studi unik pendukung karier di masa depan.
Add Comment