Perjalanan ke Wellington, ibukota New Zealand, kami tempuh selama kurang lebih 2 jam naik bis dari Palmerston North. Melewati pesisir yang berbukit-bukit, pemandangan sepanjang perjalanan sungguh sayang untuk dilewatkan, apalagi sunset menyapa ketika kami di dalam bis.
Terletak di ujung bawah pulau utara New Zealand, Wellington dekat dengan pelabuhan. Balkon hotel kami pun menghadap ke pelabuhan. Setelah check-in, kami berjalan kaki menuju restoran Italia di pinggir harbour. Di sana kami disambut oleh Jodie dari Education New Zealand. Jodie berasal dari Inggris dan baru pindah ke New Zealand 3 tahun silam.
Berawal dari rencana berlibur di NZ selama 1 bulan, Jodie dan tunangannya, James, jatuh cinta pada NZ dan memutuskan untuk menetap di Wellington. Alasannya simple, orang-orang NZ sangat ramah dibanding orang Inggris yang menurutnya cenderung individualis dan tidak saling menyapa. Hmm… memang kurang cocok untuk Jodie yang berkepribadian ‘social’ dan suka berceloteh ramah ini.
James yang seorang Structure Engineer bahkan mendapat 5 tawaran pekerjaan sebelum pindah ke New Zealand. Untuk dicatat, engineer termasuk salah satu profesi yang ‘high demand’ di NZ. Jodie pun mendapat pekerjaan di NZ hanya 2 minggu setelah mencari.
Hanya ada satu universitas di kota ini, yaitu Victoria University of Wellington. Berada di ibukota, tidak mengherankan apabila universitas ini memiliki School of Government yang menawarkan program-program unik seputar Public Policy, Public Management, bahkan Master of e-Government.
Begitu melihat program e-Government ini, saya langsung teringat program Presiden kita yang ingin fokus pada berbagai ‘e’ program seperti e-budgeting, e-procurement, dan teman-temannya. Saya langsung ingin mewawancara Profesor Miriam Lips, pakar terkenal di bidang ini.
Sayangnya beliau sedang tidak di tempat saat kami mengunjungi universitas ini. Namun saya sudah mendapatkan kartu nama beliau sehingga saya bisa mewawancara via email. Hasilnya bisa saya suguhkan di Kompas Klass untuk menginspirasi anak bangsa supaya bisa mendukung program Presiden kita, Gubernur Ahok dan para kepala daerah lainnya untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih.
Karena jurusan Hukum di Victoria University of Wellington berada di peringkat ke 19 dunia, saya tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mengunjungi Fakultas Hukum. Terpisah dari grup jurnalis lain yang mengunjungi fakultas lain, saya bertemu dengan Gordon Stewart, Deputy Dean dari School of Law atau Te Kura Tatai Ture dalam bahasa Maori.
Sekilas melihat daftar mata kuliah pilihan yang ditawarkan School of Law di sini, memang pilihannya sangat banyak dan lengkap, mulai dari Property Law, Environmental Law, Maritime Law, Family Law, Commercial Law, International Law, dan masih banyak lagi.
Dari hasil perbincangan singkat selama 30 menit dengan Gordon, ternyata International Law merupakan salah satu peminatan yang paling disukai. Mungkin karena prospek kariernya yang tergolong luas dan tidak terbatas di satu negara.
Ada 2 kategori dalam Hukum Internasional, yaitu public dan private. Public melibatkan hubungan antar pemerintah, sedangkan private berurusan dengan individual atau perusahaan swasta. Apabila ada perusahaan di Indonesia yang bermasalah dengan perusahaan di Amerika misalnya, hukum negara manakah yang diberlakukan untuk menangani masalah tersebut? Ini antara lain yang dipelajari di prodi ini.
Saya juga baru menyadari bahwa jurusan Hukum termasuk dalam transferable skills yang kadang saya sebut di seminar. Lulus dari jurusan ini, kita akan memiliki kemampuan berpikir kritis dan memiliki pengetahuan hukum secara umum yang tentunya bisa berguna dalam kehidupan sehari-hari dan di dunia kerja di bidang apapun, tanpa harus menjadi pengacara nantinya.
Add Comment