Ada yang mengusik perhatian penulis di pameran lukisan karya perupa legendaris dunia, Vincent van Gogh, awal Juni 2017 lalu. Di sela-sela tamu yang memadati National Gallery of Victoria di Melbourne itu ada beberapa kelompok anak sekolah berseragam. Ada yang di tingkat Primary (Sekolah Dasar) dan ada yang Secondary (SMP).
Sedang apa anak-anak ini di galeri seni? Mengapa mereka diajak menikmati pameran yang umumnya hanya dihadiri orang tua penikmat seni dan mahasiswa seni? Mengapa mereka begitu tertib dan serius memandangi lukisan van Gogh satu demi satu? Untuk apa mereka memotret beberapa lukisan lalu duduk mengkutak-katik gadgetnya?
Ternyata ini tugas untuk mata pelajaran Visual Arts. Mereka diminta membuat Mind Map berisi riwayat hidup van Gogh dan karya-karyanya. Semacam sejarah seni khusus untuk satu orang perupa. Uniknya, mereka diminta menggunakan komputer tablet atau iPad dengan software khusus.
Digital Student
Mengapa memakai gadget? Bukankah ini dilarang di banyak sekolah? Bukankah masih banyak orang tua dan guru menganggap gadget hanya akan membuat anak tidak fokus dan malas belajar?
Ini memang masih jadi perdebatan. Tapi lihat sisi positipnya. Kalau gadget sudah jadi bagian tak terpisahkan dari anak, mengapa kita tidak memakainya untuk belajar hal-hal yang penting? Lagipula, bukankah makin banyak orang dewasa yang juga terus-menerus memakai gadget dalam bekerja?
Terlepas dari gadget, saya penasaran mengapa anak sekolah diminta ke galeri lukisan? Tiket masuk ke art exhibition untuk karya seni kelas dunia seperti ini tidak murah. Lagipula, mengapa harus van Gogh yang lukisannya tidak terbeli, termasuk di banyak kalangan orang kaya? Bukankah banyak pameran lukisan lain yang lebih murah dan mudah didatangi?
Belajar Inovatif
Pihak sekolah pasti punya alasan. Sebagai pendidik, saya paham. Dari lukisan van Gogh kita belajar banyak. Riwayat hidupnya yang tragis namun unik mengajar kita menghargai perbedaan, tidak mudah menghakimi atau meremehkan. Pribadi dengan schizophrenia (sakit jiwa) seperti van Gogh ternyata punya hal luar biasa dalam pikirannya. Karyanya yang super adalah gambaran dunia sekitar yang ada dalam benaknya.
Sebagai contoh, lukisan van Gogh di atas dibuat semasa ia dirawat di rumah sakit jiwa. Dari sini kita bisa belajar antara lain betapa karya besar tidak dihasilkan lewat cara gampang atau di saat-saat bahagia. Bahkan orang yang umumnya dipandang tidak normal atau remeh pun bisa menyumbangkan karya mendunia.
Bukan itu saja. Keterangan di tiap lukisannya seolah membawa kita ke masa lalu. Rasanya pelajaran sejarah atau beberapa pelajaran lain akan lebih gampang dipahami, dihayati, dan diingat lewat cara ini.
Ada banyak nilai edukasi lewat pengalaman (exposure) ke pameran seni seperti ini. Berinteraksi dengan berbagai karya seni bermutu bukan hanya akan menghaluskan budi dan rasa. Saya percaya, para guru pun tahu, bahwa mempertemukan siswa dengan aneka pengalaman non-akademik akan mendorong mereka menjadi pribadi yang inovatif. Ayo, perbanyak waktumu di luar kelas.
Add Comment