Kompas Articles

Meraih Damai Lewat Media

upeace3
(Ini adalah bagian kedua dari artikel INA LIEM tentang jurusan Peace and Conflict Studies yang dimuat di Kompas KLASS, Jumat 18 Juli 2014. Bagian pertama artikel ini bisa dibaca disini)

Media memiliki peran sangat strategis dalam membangun opini masyarakat. Oleh karena itu, media bisa berkontribusi besar dalam membangun masyarakat dan dunia yang damai.

 

Mahasiswa program Master sedang praktik simulasi konferensi perdamaian dunia. (foto-foto: United Nations University for Peace, Costa Rica)
Mahasiswa program Master sedang praktik simulasi konferensi perdamaian dunia. (foto-foto: United Nations University for Peace, Costa Rica)

Dibukanya program Media, Peace and Conflict Studies di University for Peace bertujuan menguatkan upaya perdamaian melalui sarana media yang berpijak pada etika, netralitas dan obyektivitas. Tidak sembarang dosen mengajar di sini. Mereka rata-rata adalah praktisi dan pakar terkenal di dunia media.

Pada dasarnya, materi kuliahnya di seputar latar belakang media (siapa berperan apa dan alasannya), tanggung jawab dan tantangan yang dihadapi berbagai aktor yang berkepentingan (termasuk audiens) dan bagaimana media berkontribusi (atau tidak) terhadap perdamaian dan konflik.

Berhubung materi kuliah dan proses belajarnya banyak diwarnai praktik, mahasiswa diharapkan sudah memiliki pengalaman kerja di media atau profesi terkait. Maklum saja, jurusan ini tidak mengajarkan dasar-dasar jurnalisme.

Mencetak aktor lapangan

Kalau meneliti seluruh daftar mata kuliahnya, tampak jelas UPeace punya misi mencetak Men of Action. Kebanyakan proses belajarnya dibarengi kerja praktik. Alasannya, untuk memahami media, cara yang terbaik adalah memproduksi materi berita sendiri.

Ada dua mata kuliah yang sarat dengan praktik. Yang pertama adalah Ethical Media Production. Pada mata kuliah ini, mahasiswa harus bisa menjadi produser untuk karya film, majalah, atau media lain.

Mahasiswa juga belajar tentang bagaimana bekerja di area konflik. Untuk itu, mereka belajar Working in Conflict Areas-Field Training. Ini salah satu mata kuliah paling populer karena menggabungkan teori, latihan praktik, dan main peran (role play). Untuk praktik, mahasiswa belajar first aid di daerah konflik, latihan bersama brigade pemadam kebakaran, dan lain-lain.

Perkuliahan dilaksanakan secra santai meskipun materinya serius. (Dody Wibowo ke 4 dari kanan).
Perkuliahan dilaksanakan secra santai meskipun materinya serius. (Dody Wibowo ke 4 dari kanan).

Dalam Field Training, mahasiswa juga diberi keterampilan penting untuk bertahan hidup di wilayah konflik. Sekilas mirip survival training, tetapi sesungguhnya lebih dari itu sebab mereka harus tetap mampu bekerja dengan baik di dalam kondisi sulit.

Sebagai calon agen perdamaian, mahasiswa juga dilatih keterampilan negosiasi. Mata kuliah Workshop on Negotiation Skills menyiapkan mereka untuk keperluan ini. Tak heran kalau alumninya bisa berkiprah di berbagai lembaga di bawah PBB.

Uniknya, tiap Januari ada program UPeace Institute, yaitu mahasiswa bisa memilih di antara beberapa mata kuliah pendek yang hanya berlangsung 3 minggu. Banyak materi praktis yang diberikan seperti misalnya teater, meditasi, komunikasi tanpa kekerasan, dan sebagainya.

Salah satu program praktis di dalamnya adalah New Media Tools for Change. Isinya berkenaan dengan pengetahuan seputar media baru atau media sosial. Mahasiswa akan diminta membuat situs web atau blog sendiri dengan mengikuti metode-metode yang sesuai etika.

Selalu Ada Harapan

Salah satu “penjaga gawang” program Media, Peace and Conflict Studies adalah Daniela Ingruber. Ia adalah peneliti perang, khususnya fotografi perang, film, dan berbagai aspek etika dalam pemberitaan. Ia pernah menjadi staf di Chair for Peace Studies untuk UNESCO. Selain mengajar di beberapa negara, ia adalah konsultan politik di Diagonale, nama Festival Film di Austria, dan penulis naskah film.

Menurut doktor politik asal Austria ini, ada beberapa mata kuliah yang berubah setiap tahun tergantung kebutuhan. Tujuannya, mahasiswa selalu mendapat materi yang updated. Contohnya, dulu ada Story Telling or Seduction. Namun, tahun ini, mata kuliah itu diganti dengan Peace Journalism and War Reporting.

Materi baru ini mengajarkan bahwa membuat berita tentang konflik masih bisa memakai bahasa yang etis, fotografi yang menghormati martabat manusia, serta berkontribusi menciptakan harapan, dan bukan malah memberi tekanan pada aspek kekerasannya.

 

Jurusan ini hanya ditujukan bagi mereka yang berpikiran terbuka dan ingin bersahabat dengan semua bangsa lain.
Jurusan ini hanya ditujukan bagi mereka yang berpikiran terbuka dan ingin bersahabat dengan semua bangsa lain.

Mata kuliah di atas akan dikuatkan pada pembahasan kasus genosida mengerikan di Rwanda ketika Suku Hutu membantai sekitar 1 juta jiwa Suku Tutsi hanya dalam 100 hari. Melalui mata kuliah The Role of the Media in the Rwandan Genocide, Gerald Caplan ingin menunjukkan betapa masih banyak ruang untuk meningkatkan kualitas pemberitaan.

Sekadar gambaran, Prof Caplan adalah sosok luar biasa di bidang war reporting. Bergelar doktor sejarah Afrika merangkap aktivis politik, sudah belasan tahun ia meneliti konflik brutal di Rwanda. Penulis buku The Betrayal of Africa ini sudah berbicara di berbagai forum dunia dan menjadi konsultan untuk Economic Commission for Africa, Unicef, WHO, dan African Union.

Seperti diungkapkan Dr Ingruber, program ini ditujukan bagi setiap orang yang berpikiran terbuka, ingin bersahabat dengan berbagai bangsa, dan percaya selalu ada harapan bagi dunia. Mereka tidak hanya akan diuntungkan, tetapi juga mampu memberi sumbangan besar bagi dunia.

Pelaku perdamaian

Potensi konflik di Indonesia patut mendapat perhatian. Tak jarang lewat media massa kita menyaksikan pertikaian dan kekerasan terjadi di tengah masyarakat. Mungkin mengatasnamakan kelompok, agama, etnis, konflik sumber daya alam, dan konflik industrial. Belum lagi kerap diberitakan kekerasan di dunia pendidikan dari tingkat SD hingga mahasiswa.

Indonesia sangat memerlukan para ahli dan pelaku perdamaian. Pendekatan aplikatif program ini terbukti telah melahirkan lulusan yang tidak hanya bisa menganalisis situasi, tetapi juga terlibat langsung dan memberi dampak.

 

Ina Liem

Author and CEO Jurusanku.com

@InaLiem

@kompasklass #edukasi

 

Bagian pertama artikel ini bisa dibaca disini.

Ads 2-04

About the author

Ina Liem

Ina Liem

Ina Liem sudah belasan tahun berkecimpung di dunia pendidikan, terutama pendidikan di luar negeri. Ia telah memberi konsultasi, seminar, dan presentasi di hadapan puluhan ribu pelajar dan orang tua murid di banyak kota dan di beberapa negara tetangga. Selain menjadi Kontributor rubrik EDUKASI di KOMPAS KLASS, Ina adalah penulis (author), pembicara (public speaker), dan Certified Career Direct Consultant.

2 Comments

Click here to post a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

  • Selamat siang Jurusanku, oh iya Selamat Hari Raya Idul Fitri juga ya buat Tim Jurusanku.
    Saya punya pertanyaan titipan nih dari teman saya, dia punya cita-cita menjadi seorang Editor pada sebuah penerbit nantinya, namun dia bingung untuk memilih jurusan antara sastra indonesia atau jurnalisme ya? Karena kalau dilihat dari tugasnya sepertinya menggabungkan antara kedua jurusan ini, kalau menurut pihak jurusanku sendiri, jurusan mana yang bisa lebih mempersiapkan dia untuk bisa menjadi seorang editor nantinya setelah dia lulus? Dan kalau boleh tau kira-kira PTN & PTS Indonesia yg memiliki reputasi bagus untuk jurusan tersebut ada di mana saja ya?
    Terimakasih.

    • Terimakasih. Selamat Hari Raya Idul Fitri juga.
      Ada dua macam editor, yakni editor bahasa dan editor suratkabar. Untuk menjadi editor bahasa, tentu saja jurusan Bahasa Indonesia paling sesuai, sebab selain belajar tata cara pemakaian bahasa Indonesia, seluk beluk kesusastraan banyak dipelajari. Namun untuk menjadi editor di media massa, karena materi yang dihadapi terkait erat dengan berita, maka Jurnalisme lebih tepat. Untuk lebih memantapkan pilihan, coba pelajari daftar mata kuliah masing-masing jurusan tersebut. Untuk memilih perguruan tingginya, saya sarankan universitas yang jurusan pilihannya berakreditasi A atau setidaknya B. Silakan lihat di http://ban-pt.kemdiknas.go.id/akreditasi.