Hampir semua kebutuhan kita sehari-hari diangkut lewat laut. Jadi industri angkutan dan transportasi laut tentu sangat menguntungkan. Ir. Tri Achmadi Ph.D, ketua jurusan Transportasi Laut dan Managemen Logistik, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), mengatakan “Mana ada perusahaan logistik bangkrut?”
Coba bayangkan. Ada sekitar 14,000 kapal milik ratusan perusahaan, 4 pelabuhan besar di bawah Pelindo (BUMN) dan sekitar 1,200 pelabuhan lainnya. Banyak perusahaan milik negara juga mengelola pelabuhan sendiri, misalnya Semen Gresik, Krakatau Steel, Pertamina, pelabuhan batubara di Kalimantan Selatan, dan lain-lain.
Peluang kariernya sangat luas, seperti di Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perdagangan, Bappenas/Bappeda dan berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Di sektor swasta, mereka bisa bekerja di bidang energi (minyak dan gas), pelayaran, freight forwarding (jasa pengiriman barang), kepelabuhanan, galangan kapal, jasa keuangan bidang maritim (bank dan asuransi pelayaran), industri logistik (laut, darat dan udara).
Peluang Besar – Info Program Studinya Terbatas
Di bidang logistik, kita masih kalah dibanding beberapa negara ASEAN. Salah satu alasannya: kita kekuarangan ahlinya. Tidak banyak pelajar memilih prodi terkait logistik karena tidak paham dunia karier dan peluangnya. Padahal kebutuhannya besar, sedangkan jumlah ahlinya terbatas. Alhasil, bidang ini praktis tanpa saingan.
Sayangnya, jurusan soal logistik masih langka. Satu dari segelintir perguruan tinggi yang membuka prodi logistik di tingkat S-1 baru ITS, Surabaya. Mahasiswa belajar Manajemen Pelayaran, Kepelabuhan dan Logistik Maritim. Mereka harus praktik kerja di perusahaan pelayaran, pelabuhan, atau logistik maritim di luar Surabaya.
Lulusannya mumpuni di Industri pelayaran. Mereka mampu membuat rencana armada kapal, mengatur jadwal dan operasional pelayaran, paham spesifikasi kapal dan hitungan modalnya. Mereka bisa merencanakan rute dan jaringan transportasi, dan menganalisa risiko bisnis maritim. Pendek kata, mereka diajari bagaimana membuat perusahaan pelayaran dan angkutan selalu untung.
Di RMIT, prodi Logistics and Supply Chain Management mengajarkan cara merancang dan mengelola seluruh alur barang, dari perencanaan, pembelian, angkutan multimoda (udara, laut, jalan, kereta api), distribusi, pergudangan, dan urusan logistik berskala global.
Uniknya, sektor yang jadi prioritas Australia adalah agribisnis, pertambangan, dan jasa, termasuk ritel. Jadi yang dipelajari di RMIT antara lain seputar cara mengirim bahan pangan agar tetap segar di tangan konsumen.
Masih banyak hal menarik lainnya, misalnya tentang rantai pasok HALAL. Tujuannya memastikan proses pengiriman barang tetap Halal, mulai dari bahan mentah hingga pengguna akhir.
Mirip dengan ITS, prodi di University of Tasmania fokus pada logistik maritim. Selain belajar manajemen perusahaan pelayaran, mahasiswa belajar soal pergudangan, pelabuhan dan terminal barang. Lulusannya mampu mengelola pelabuhan dan terminal peti kemas, jasa angkutan, jasa transportasi, ekspor impor, pergudangan, dan banyak hal lain.
Bagi pelajar yang bosan berlama-lama duduk di kelas, prodi ini layak dilirik. Selain peluang kariernya terbuka lebar, ilmu yang didapat cukup memadai untuk menjadi pebisnis seputar logistik. Cari infonya dari para perwakilan universitas yang menawarkan prodi ini selama pameran pendidikan “Ada Apa Dengan Laut.”
Add Comment