Success Tips

Bikin Mobil Berbasis Komunitas – Siapkah Kita Memasuki Industry 4.0? (bag.1)

(FastestLaps.com)
(FastestLaps.com)

Orang menyebut Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia “Mobil Sejuta Umat”. Ada di mana-mana dan desainnya semua sama. Bagaimana kalau kita bisa membuat mobil dengan desain sendiri, bahkan merakitnya sendiri? Apa akibatnya bagi kita kalau cara produksi seperti ini diterapkan pada produk-produk yang lain? Siapa yang diuntungkan? Siapa yang tersingkir?

Local Motors adalah perusahaan mobil di Amerika yang mampu mewujudkan keinginan ini. Salah satu produk unggulannya, Rally Fighter, bahkan tampil di film “Transformers – Age of Extinction”. Desainnya unik dan kemampuannya jauh di atas mobil biasa. Powernya yang 430 tenaga kuda masih bisa ditingkatkan dengan turbocharger. Mungkin militer pun akan tertarik pada produk seperti ini.

Tapi yang paling menarik adalah proses pembuatannya. Produk Local Motors dihasilkan dengan melibatkan komunitas. Orang tidak bisa membayar harganya lantas membawa pulang mobilnya. Tagline mereka “Built, Not Bought”. Jadi pembelilah yang harus membangun sendiri mobil pesanannya.

Tahapan pembuatan

Pertama, para desainer dan penggemar otomotif diminta mengirim rancangan mobil mereka ke website Local Motors. Lewat design competition ini masyarakat memilih desain yang disukai. Desain yang paling banyak mendapat ‘like’ memenangkan lomba dan mendapat hadiah uang.

Selanjutnya desain juara ini masuk ke tahap Co-Creation alias pengembangan konsep secara keroyokan. Team di Local Motors membantu memilih berbagai komponen, baik material bodi, interior, sampai mesin dan suspensinya. Komponen dan suku cadang berbagai merek yang ada di pasaran dipilih cermat agar pembeli bisa meramu sesuai selera.

Salah satu produk Local Motors yang lain, Green Apple, karya Julien Sarremejean (http://impressivemagazine.com)
Green Apple karya Julien Sarremejean (impressivemagazine.com)

Setelah membayar harganya, pemesan datang ke pabrik mini (micro factory) Local Motors untuk merakit sendiri mobil pesanannya. Kemampuan teknik tidak terlalu diperlukan sebab tim Local Motors menyediakan peralatan, pembimbing, dan tempat. Banyak pemesan datang dengan keluarga atau teman-teman untuk berbagi pengalaman seru ini. Mobil selesai dirakit dalam 2 atau 3 hari, umumnya pada libur akhir pekan.

Selain perasaan bangga dan puas karena membangun sendiri mobilnya, tiap desain hanya diproduksi 2000 buah, itupun dengan tampilan yang sangat personal. Jadi bukan mobil sejuta umat. BBMnya bisa memakai apapun yang tersedia di sekitarnya, mulai dari solar, gas, dan listrik.

Pabrik Local Motors ada di beberapa lokasi. Disebut ‘Local’ sebab desain yang diproduksi di satu lokasi tidak diproduksi di pabrik lain. Contohnya Rally Fighter dirakit di Arizona, Apple Green karya Julien Sarremejean di Manhattan, mobil karya Anthony Colard di negara bagian Carolina, dan The Boston Bullet karya Mihai Panaitescu di pabrik Local Motors di Boston.

Melihat ke depan

Rencananya Local Motors akan membangun micro factories seperti ini di berbagai negara bagian di Amerika Serikat. Apa keuntungannya? Micro factories menciptakan lapangan kerja bagi penduduk setempat. Bagi saya ini adalah ungkapan semangat nasionalisme warga AS. Selain itu, cara ini bisa memberikan layanan lebih personal kepada konsumen, modal kecil, dan tidak boros sumber daya sebab produknya dibangun satu demi satu.

Pertanyaannya, bagaimana jika model ini kelak diterapkan di Indonesia, bukan hanya untuk memproduksi mobil tetapi juga produk lain seperti sepatu, tas sekolah, furnitur, asesoris mobil dan motor, alat olah raga, mesin pertanian, pengolah makanan, aneka perkakas rumah tangga, produk fashion, dan lain-lain? Pabrik besar akan tersaingi industri rumahan bermodal mini yang cukup ditangani beberapa tenaga terampil. Lapangan kerja baru yang tersedia tidak akan sebanyak sekarang.

Bagaimana kita menyiapkan diri memasuki industri model begini? Cukupkah kita belajar rajin di sekolah atau perguruan tinggi dan meraih nilai tinggi? Mungkinkah industri masa depan tidak lagi memandang nilai kuliah atau nama perguruan tinggi kita? Apa yang mesti kita siapkan agar kelak tidak mudah tersingkir dari persaingan dunia kerja yang sama sekali beda?

Silakan baca edisi selanjutnya. Klik disini.

 

 

Ads 2-04

About the author

Budi Prasetyo

Budi Prasetyo

Budi Prast adalah Founder jurusanku.com. Selain aktif melakukan penelitian di bidang pendidikan, bersama Ina Liem ia menulis “7 Jurusan Bergaji Besar”, "Kreatif Memilih Jurusan", dan "Majors for the Future". Minat utamanya meliputi pendidikan, data analytics, dan design thinking. Ia juga salah seorang Kontributor Kompas KLASS untuk rubrik #baca.

Add Comment

Click here to post a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*