Pernah bermain game Icon Pop Quiz, Football Saga, atau Sengokuixa?
Ini hanya beberapa di antara game populer buatan anak negeri yang mulai mendunia.
Sudah sejak lama game selalu menarik perhatian jutaan orang di seluruh dunia. Kini dengan makin canggihnya berbagai komputer, gadget, dan game console, game semakin merasuki benak anak dan orang dewasa. Dulu banyak orang tidak mampu membeli komputer dan console. Sekarang kita bisa memainkannya lewat smart phone di mana saja.
Lebih Besar dari Holywood
Salah satu game paling laris adalah Angry Birds. Rilisan Rovio dari Finlandia ini benar-benar membuat orang ketagihan. Finlandia bahkan menjadi negara berpenghasilan besar dari game. Bayangkan, 10 macam game yang menghasilkan duit terbanyak berasal dari negeri ini. Bahkan, industri game di seluruh dunia disebut-sebut lebih besar dari industri film Hollywood.
Tak perlu heran kalau manisnya bisnis game juga membuat ngiler banyak anak muda di tanah air. Diawali dari kecanduan main game, mereka kemudian mulai melirik profesi sebagai pengembang. Tidak sedikit pula yang akhirnya memilih bekerja di perusahaan game di luar negeri yang memberi imbalan menarik. Namun ada pula kelompok anak muda yang ‘nekat’ membangun bisnis ini dari nol.
Kisah AGATE
Salah satu ‘gerombolan’ anak muda pengembang game yang kini dipandang salah satu yang terbesar adalah AGATE. Diawali dengan kolaborasi belasan orang dengan passion sama, perusahaan ini tidak langsung sukses. Perjalanan mereka menarik disimak.
Tahun 2007 para pendiri Agate bertemu saat masih mahasiswa. Mereka sepakat membuat game. Tanpa modal dan pengalaman, mereka membuat game sederhana.
Dengan pengalaman ini mereka membuat sebuah game untuk kompetisi for Microsoft’s Dream Build Play, dengan judul Ponporon. Judul ini dipamerkan di Indonesia Game Show tahun 2008 dan menjadikan mereka makin semangat.
Modal Seadanya, Keroyokan Pula
Perusahaan video game mereka resmi berdiri di Bandung tahun 2009. Dengan modal awal keroyokan sebesar 80 juta untuk menyewa sebuah rumah, mereka memulai ‘kantor’ mereka seadanya. Semua meja, kursi dan laptop dibawa sendiri oleh setiap orang.
Melihat kondisi pasar saat itu, Agate hanya membuat flash game sebelum mereka mulai menggarap advergames dan service games di tahun 2010. Bersama Lucidrine, mereka menghasilkan banyak flash games sukses.
Perusahaan ini melebarkan sayap dengan mendirikan Agate Jogja. Kini mereka bahkan sudah memiliki divisi publishing yang kerjanya adalah memasarkan game yang mereka produksi. Jadi tidak lagi bergantung pada game publisher lain dan income yang diperoleh pun lebih besar.
Untuk memperluas jangkauan pemasarannya, Agate menjalin ‘partnership‘ dengan Armor Games (USA), Game Pirate (Belanda), King (Inggris), dan Gamesfree. Agate juga membuat games berdasarkan pesanan klien seperti Microsoft Indonesia, Microsoft Asia-Pasifik, dan Nokia.
Bukan itu saja, Agate juga melayani advergames, yakni games yang dirancang sebagai pelengkap iklan. Kliennya antara lain Unilever, Garuda Food, Ford Indonesia, dan Sony Music BMG. Mereka juga bekerja sama dengan Telkom, Telkomsel, berbagai media, dan universitas ternama.
Kini ada sekitar 80 orang yang bekerja di Agate. Dengan sederetan panjang klien perusahaan besar yang jadi pelanggan mereka ditambah makin populernya game-game yang telah mereka kembangkan, Agate terus tumbuh menjadi perusahaan pengembang game terbesar di Indonesia. Kesabaran, keterbatasan fasilitas, dan kerja keras mereka sudah menampakkan hasilnya.
Membaca Zaman
Dengan makin luasnya penggunaan internet di seluruh dunia, bisnis semakin mengglobal tanpa batas geografis. Kegilaan orang pada game ikut menyemarakkan bisnis game development dan semua bisnis lain yang terkait.
Meskipun demikian, dunia pembuatan game yang penuh dinamika ini memerlukan passion dan komitmen yang tidak main-main. Hanya mereka yang cukup ‘gila’ untuk gigih bertahan di pusaran industri yang sedang booming ini saja yang bisa memetik sukses.
Salah satu hal penting untuk dicatat adalah syarat kolaborasi. Di industri global ini nampaknya berlaku adagium “single players have no future”. Itu sebabnya Agate diawali belasan anak muda sekaligus.
Banyak lulusan jurusan IT atau Game Development berusaha membuat game sendirian. Semangat nya patut dipuji. Tapi dengan bekerja sendiri, game yang dihasilkan tidak akan kompleks dan menarik. Game yang populer selalu melibatkan banyak keahlian, sebab selain programming canggih dan tampilan grafis menarik, game jadi lebih hidup jika dibarengi iringan sound effects yang bisa membangkitkan gairah bermain.
Bukan itu saja. Kemampuan membaca keinginan pasar dan menjual gagasan tentu sangat menentukan sukses bisnis ini. Tidak mudah meyakinkan pihak klien atau investor. Tidak mudah pula menembus pihak agensi penerbitan game berkelas dunia. Oleh sebab itu perlu memilih rekan kerja dengan keahlian beragam, bukan hanya programmer dan designer.
Terakhir, mesti dibedakan antara bermain game dan membuat game. Kris, pemilik Toge Production di Jakarta, mengatakan “playing games is a lot of fun, but developing games is not”. Banyak mahasiswa jurusan Game Development pindah jurusan di tahun ke dua karena menyerah dengan banyaknya tugas programming yang bagi mereka sama sekali jauh dari menyenangkan.
Tapi kalau kamu memang punya passion di bidang ini, jurusan Game Development dan jurusan-jurusan lain yang diperlukan di industri ini layak dilirik.
Pak Budi …………. Kampus mana saja di Indonesia yang membuka jurusan/prodi/konsentrasi game ?
terimakasih
Memang belum banyak. Silakan baca tulisan kami di Jurusanku Infoletter edisi Games. Versi gratisnya bisa dibuka di https://issuu.com/budi3/docs/07_edisi_games_web. Semoga bermanfaat.
Min game design/programer untuk pelajar SMK/SMA dmana ya?
Coba cari di sini.