(Artikel tulisan Ina Liem ini dimuat di tabloid KONTAN atas kerjasama dengan Bank HSBC. Semoga bermanfaat)
Tidak sedikit pelajar SMA dari IPA bercita-cita mengambil program studi teknik di perguruan tinggi.
Tapi seringkali pilihannya masih seputar teknik sipil, teknik mesin, teknik kimia, dan teknik industri. Padahal masih banyak bidang lain yang justru makin dibutuhkan di abad 21 ini.
Menjamurnya klinik, rumah sakit, dan pusat layanan kesehatan melahirkan kebutuhan baru, yakni peralatan medis pendukung layanan kesehatan. Para dokter mendambakan alat monitoring yang lebih akurat, instrumen penunjang tindakan medis yang lebih modern, atau peralatan operasi yang lebih menjamin keselamatan pasien atau memudahkan petugas medis.
Masalahnya, para insinyur tidak memahami kebutuhan dokter dan seluk beluk praktik medis. Sebaliknya dokter tidak mengerti cara merancang, memproduksi dan menguji coba sebuah mesin. Sebagai solusinya, lahirlah inisiatif menggabungkan kedua ilmu ini ke dalam satu program studi, yakni Biomedical Engineering. Mahasiswa belajar layaknya di jurusan teknik, tetapi cukup banyak materi tentang tubuh manusia, kesehatan, penyakit, dan prosedur serta praktik di bidang medis.
Misinya jelas, melahirkan ahli yang mampu menciptakan dan menyempurnakan peralatan kedokteran, dari yang sederhana seperti tensi meter sampai yang canggih seperti alat cuci darah atau CT Scan. Di era serba digital ini, banyak peralatan rumah sakit perlu diganti dengan yang lebih akurat, bekerja lebih cepat, lebih higienis, dan lebih efisien. Bahkan perlu menciptakan berbagai alat baru yang belum pernah ada.
Selain memerlukan alat kedokteran yang handal, berbagai tindakan medis umumnya melibatkan obat-obatan. Meracik obat sesuai resep dokter adalah keahlian apoteker yang dipelajarinya di jurusan Farmasi. Namun memproduksi obat dalam skala besar di pabrik menuntut pemahaman bidang teknik yang berorientasi industri manufaktur. Ini dipelajari di jurusan Pharmaceutical Engineering.
Pharmaceutical engineering adalah kombinasi dua ilmu yakni ilmu farmasi dan ilmu teknik, khususnya teknik kimia. Jadi yang dipelajari adalah perencanaan dan proses pembuatan produk obat-obatan, baik padat, bubuk maupun cair, yang sesuai dengan standar industri farmasi. Di Indonesia jurusan ini masih sangat langka, bahkan mungkin baru ada di satu atau dua perguruan tinggi saja.
Lulusan Pharmaceutical Engineering umumnya bekerja di industri obat. Namun mereka juga dibekali ilmu memadai untuk memajukan industri jamu dan obat-obatan herbal yang kini ‘ngetren’ dan makin luas pasarnya.
Tidak hanya bidang kesehatan, industri telekomunikasi pun mengalami perkembangan yang pesat sehingga memerlukan keahlian yang makin spesifik. Teknologi nirkabel (wireless) menemukan momentumnya di abad ini. Koneksi berbasis teknologi 4G LTE marak di tawarkan di puluhan kota di Indonesia demi koneksi internet mobile lebih cepat. Cara kita terkoneksi satu sama lain mengalami perubahan pesat, bukan hanya di dunia bisnis, tetapi juga di bidang pendidikan, politik, dan keamanan.
Namun belum selesai orang bicara soal 4G, para peneliti dunia sedang menyiapkan teknologi 5G yang disinyalir akan dirilis 5 tahun lagi. Teknologi yang konon lebih dahsyat ketimbang 4G ini diperkirakan akan berdampak jauh lebih luas. Bukan hanya manusia yang akan terkoneksi oleh internet, mesin pun akan saling terhubung untuk memudahkan gaya hidup kita. Dunia menuju ‘the Internet of things’ ketika semuanya tersambung oleh internet.
Dengan 5G bukan hanya jutaan kamera cctv yang mengirim data penting. Dunia medis akan mengunakan banyak wireless devices, mulai dari monitor pasien di rumah sakit hingga alat pacu jantung dan aneka mini device yang tertanam di tubuh manusia. Semua perlengkapan canggih ini terkoneksi internet demi layanan yang lebih efisien, tanpa henti, dan akurat. Banyak insiden buruk bisa dihindari dengan bantuan teknologi ini.
Industri kesehatan di Singapura sudah sangat matang sehingga negara ini cocok dijadikan pilihan untuk menimba ilmu yang berkaitan dengan dunia kesehatan, termasuk Biomedical Engineering. Namun, karena pilihan universitas terbatas dan syarat masuk sangat kompetitif, banyak negara lain bisa dijadikan pilihan, termasuk Amerika Serikat. Dari daftar para profesional di bidang biomedical engineering yang terdata di LinkedIn, sebagian besar ahlinya berasal dari Georgia Institute of Technology, atau lebih dikenal dengan Georgia Tech, yang berada di kota Atlanta.
Perusahaan penghasil obat-obatan terbesar dunia banyak ditemukan di Jerman, menjadikan negara ini layak dilirik untuk studi Pharmaceutical Engineering. Di Indonesia, Swiss German University menawarkan program ini dengan menggandeng partner universitas dari Jerman.
Universitas pertama di Amerika yang menawarkan program S1 Wireless Engineering adalah Auburn University yang berada di Alabama. Namun, mengingat Australia merupakan negara penemu Wireless Local Area Network (WLAN), negara ini bisa juga dijadikan pilihan untuk belajar Wireless Engineering. Salah satu universitas yang menawarkan prodi ini adalah Macquarie University di Sydney, Australia.
Add Comment