Ketika mengunjungi University of Tasmania Oktober 2015 lalu, Ina Liem mendapat pengalaman menarik, yakni menjajal simulator kapal tunda (tug boat). Simulator ini ada di AMC (Australian Maritime College), sebuah lembaga riset dan pendidikan di bidang kemaritiman milik University of Tasmania yang kampusnya ada di Launceston, Tasmania.
Presiden Jokowi telah mencanangkan Poros Maritim. Salah satu programnya membangun pelabuhan laut dalam (deep sea port) di beberapa wilayah nusantara. Tujuannya agar kapal besar (mega ship atau very large vessel) pengangkut ribuan peti kemas bisa masuk Indonesia, langsung ke berbagai daerah. Selama ini mereka merapat di Singapore, lalu barang diangkut dengan kapal lebih kecil ke Indonesia. Ini tidak efisien.
Masalahnya, kapal berukuran raksasa tidak bisa merapat sendiri ke dermaga. Bobotnya yang luar biasa membuatnya sangat berisiko jika harus bermanuver di antara kapal lain atau melewati perairan yang sempit. Fungsi tug boat adalah mendorong, menarik, dan menahan kapal besar agar tidak membentur kapal lain atau dermaga. Untuk menangani satu kapal besar seringkali diperlukan beberapa tug boat. Cara kerjanya bisa dilihat di youtube (ketikkan “How Tugboat Works”).
Ketika mulai dioperasikan, semua pelabuhan tersebut harus memiliki banyak tug boat dan masing-masing dikendalikan ahlinya. AMC menawarkan pendidikan yang dibutuhkan. Sebagai lembaga riset dan pendidikan berkaliber dunia di bidang kemaritiman, AMC didukung banyak peneliti senior dengan fasilitas yang sangat modern. Selain beberapa kapal untuk praktik dan penelitian, AMC juga memiliki simulator paling canggih untuk belajar mengendalikan kapal, baik tug boat maupun mega ship.
Suasana di dalam simulator memang mirip di kabin kapal. Ada banyak instrumen dan layar monitor serta anjungan untuk kemudi. Beberapa layar monitor besar berjajar membentuk jendela kapal. Ketika simulator dihidupkan, monitor-monitor ini berubah seolah menjadi jendela kabin dengan pemandangan laut terhampar di depannya.
Cuaca dan gelombang laut pun bisa diatur dari ruang kendali di belakang simulator. Jika gelombang besar, kita akan merasa ruang kemudi ikut bergoyang, padahal itu hanya efek psikologis. Ketika setelannya diganti hujan salju, kesannya mirip dengan kenyataan. Suasana di kabin nakhoda kapal sangat real, dengan kemudi, berbagai instrumen dan monitor display.
Ketika menjalankan tug boat ketika sedang tidak menarik kapal, rasanya memang mudah saja mengemudikannya, seperti mengendarai mobil. Tapi tantangan muncul ketika tug boat harus mendorong atau menarik kapal besar. Perlu pemahaman teori. Memang tidak mudah, tapi sangat menyenangkan. Menurut Dean Cook, direktur utama (CEO) AMC yang menemani kami, karena mirip situasi aslinya, teori akan jadi lebih mudah dipahami.
Yang menarik, ‘supir’ tug boat rata-rata bergaji besar. Tahu gak, nakhoda kapal tunda di pelabuhan Singapore bergaji 70 jutaan per bulan. Meskipun predikatnya nakhoda kapal, mereka tidak pernah meninggalkan dermaga. Kerjanya di seputar pelabuhan, ketengah laut sedikit untuk menjemput kapal besar, lalu menggiringnya ke dermaga. Mengapa?
Mengantar kapal besar untuk sandar adalah pekerjaan team. Beberapa tug boat harus saling berkoordinasi. Baik dengan nakhoda tug boat lain maupun dengan kapal yang ditarik, komunikasi harus berlangsung terus-menerus.
Selain bertanggungjawab atas keselamatan kapal raksasa dengan muatan bernilai tinggi, proses menggiring kapal yang berlangsung lama membuat pekerjaan ini punya kadar stress cukup tinggi. Nakhoda harus siaga penuh dan penuh perhitungan. Tapi bagi sebagian orang it is a good choice of career.
Pekerjaan ini beda jika dibandingkan dengan karier sebagai nakhoda kapal umumnya. Selain termasuk safe job, pekerjaan ini cocok bagi mereka yang ingin dekat dengan keluarga. Kapten tug boat bisa pulang ke rumah setiap hari. Gajinya pun lumayan besar. Yang penting harus tahan stress, bertanggung jawab, mampu bekerja dengan konsentrasi penuh, dan tidak bosan dengan rutinitas kerjanya.
Kira-kira jurusan apa agar bis amenjadi nahkoda tug boat?