Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum membuat keputusan. Pertama, cermati lingkup ilmunya. Ada yang fokus pada satu aspek, Game Design saja misalnya, namun ada yang mengajarkan kombinasi dua atau tiga aspek pembuatan games. Nama jurusan pun tidak selalu sama. Agar tak keliru memilih, cermati daftar mata kuliahnya.
Fokus pada GAME ART
Salah satu jurusan dengan fokus GAME ART ada di Media Design School (MDS), New Zealand. Nama programnya Bachelor of Creative Technologies (Game Art). Materinya sarat dengan digital design and imaging seperti misalnya mendesain lingkungan, figure modelling, 3D modelling, 3D animation, dan lain-lain. Perguruan tinggi lainnya adalah Art Center College of Design, Pasadena, di Amerika Serikat. Nama jurusannya Entertainment Design. Meskipun aplikasi ilmunya tidak melulu di industri game, bidang ini memberi bekal cukup untuk masuk industri game dari sisi desain.
Artikel tentang jurusan ini pernah ditulis Ina Liem di Kompas KLASS (Kompas, Jumat 7 Agustus 2015). Versi onlinenya bisa dibaca di jurusanku.com, ketikkan kata kunci ‘pasadena123’. Ada dua artikel, yakni Jalur Terjal Menuju Industri Hiburan dan Dari Dream Works Menuju “Rumah Baru” di Disney Toon Studios.
Fokus pada GAME DESIGN
Seorang game designer menjalankan beberapa peran. Ia menciptakan alur cerita dan karakter di dalamnya, merancang tampilan menu-menunya, menjabarkan misi, teka-teki, dan aneka tantangan bagi pemain, tingkat-tingkat kesulitannya. Ia mesti berkolaborasi dengan game artist untuk urusan tampilan visual dan suaranya, dan dengan game programmer untuk ‘menghidupkan’ karakter dan semua aksi di dalamnya. Pendek kata, ia menyiapkan konsep lengkap sebuah game.
Di Australia ada program Bachelor of Creative Arts (Game Design) di JMC Academy di Sydney. Karena menawarkan 8 macam jurusan kreatif, mahasiswanya punya banyak kesempatan berkolaborasi antar program studi. Mereka bisa membentuk tim dengan mahasiswa jurusan Animasi, Film, Musik, Audio, Entertainment Business, dan lainnya. Sejak di kampus lingkungan belajarnya sudah menyerupai realitas bisnis sesungguhnya.
Selain di JMC Academy, di Australia ada program Bachelor of Design (Games) di RMIT di Melbourne. Dari kurikulumnya tampak jurusan ini mencetak Game Designer yang juga punya skill di bidang digital art. Jadi selain membuat konsep sebuah game, mahasiswa belajar animation, 3D studio skills, figure drawing, digital character modeling, dan digital sculpture.
Sementara itu di Sheridan College di Kanada, program Bachelor of Game Design-nya sangat fokus pada kemampuan merancang sebuah game, bukan game programming dan pula bukan game art. Karena seorang game designer harus mampu melakukan banyak hal, jurusan Game Design sarat dengan aneka ragam materi. Kini banyak orang menyukai game yang menyerupai film di bioskop. Game Designer pun mesti mampu melayani permintaan game seperti ini.
Fokus pada GAME PROGRAMMING
Mahasiswa program Bachelor of Software Engineering (Game Programming) di MDS, New Zealand, hanya fokus pada penguasaan game programming. Mereka harus menguasai teori dasar di tahun pertama, termasuk matematika dan C++ programming. Di tahun kedua, mereka belajar strategi manajemen sebagai persiapan mengembangkan game yang melibatkan banyak orang. Mereka juga harus belajar prinsip-prinsip software engineering dan advanced graphic programming. Setelah itu barulah mereka ditugaskan menciptakan game besar, berkolaborasi dengan mahasiswa jurusan Game Art. Dari sini mereka akan mengenali kekuatan dan kelemahan masing-masing. Mereka mulai mengembangkan game untuk platform Play Station dan PS4.
Beberapa perguruan tinggi mengombinasikan Game Art dan Game Programming. Contohnya program Bachelor of Games and Interactive Entertainment di Queensland University of Technology (QUT) dan Bachelor of Science in Games Development di University of Technology Sydney (UTS), Australia. Selain materi bidang kreatif (design), mahasiswa mendalami sisi teknologinya. Di QUT misalnya, ada tugas kelompok selama 2 semester di mana mahasiswa terlibat sejak tahap perencanaan, desain, pengembangan dan testing, hingga peluncuran produk jadi.
Kita tentu tak asing dengan game Fruit Ninja. Nah, game ini dikembangkan Halfbrick Studios di kota Brisbane. Shainiel Deo, bersama Phil Larsen dan Luke Muscat adalah lulusan QUT yang berada di balik sukses Fruit Ninja. Menariknya, Halfbrick Studios adalah pengembang game yang sekitar 50% staff nya adalah lulusan QUT.
Manfaat kuliah di luar negeri:
FASILITAS KAMPUS
Selain koneksi internet cepat, perguruan tinggi di negara maju rata-rata memiliki fasilitas lab modern.
INDUSTRY RELATIONS
Karena usianya relatif lebih tua, perguruan tinggi di negara maju sudah banyak mencetak lulusan yang menjadi praktisi sukses di bidang game development, baik sebagai pimpinan perusahaan maupun sebagai pemilik. Ini memudahkan mahasiswa menemukan tempat magang yang bermutu. Selain itu banyak perguruan tinggi menjalin kerja sama dengan perusahaan pengembang game kelas dunia.
KULTUR GLOBAL
Dengan bahasa internasional dan atmosfir yang multikultural, mahasiswa dimudahkan menjalin network dengan pelaku industri dari berbagai bangsa. Bukan itu saja, mereka juga sudah dibiasakan bekerja menghasilkan karya bersama dalam suasana pergaulan yang mendunia.
Add Comment