(Tulisan ini adalah hasil pertemuan penulis dengan Agan Harahap, salah seorang fotografer terkenal, pada pembukaan pameran “Bhinneka Photography” di Shao Gallery, Grand City, Surabaya, Jumat 21 Februari 2014.)
Di era di mana setiap orang bisa memotret apa saja dengan tersedianya berbagai gadget, Agan Harahap mampu meraih predikat sebagai salah satu fotografer kontemporer terbaik saat ini.
Kuliah dan Karir
Lulus dari Sekolah Tinggi Desain Indonesia, Bandung, Agan Harahap yang sejak lama menggemari fotografi mendarat di sebuah penerbitan Majalah Musik di Jakarta. Tugasnya selama 6 tahun adalah menyiapkan liputan konser atau event yang melibatkan selebritas di bidang musik. Jabatannya adalah sebagai Senior Photographer ketika ia memutuskan untuk berhenti dan memulai profesi sebagai Fotografer Kontemporer profesional.
Ada macam-macam jenis fotografi. Bagi yang menyukai foto binatang, mereka masuk kelompok Wildlife Photography, yakni fotografer yang minat utamanya adalah memotret binatang di alam atau habitat liarnya.
Ada lagi Fotografi Jurnalistik yang mengabadikan peristiwa atau obyek yang bernilai berita. Karya seperti ini biasanya dimuat di koran atau majalah. Di antara pelakunya ada yang memilih spesialisasi sebagai wartawan foto perang, namun ada juga yang lebih terpanggil membidik obyek-obyek kemanusiaan seperti misalnya korban peristiwa bencana, kemiskinan di perkotaan, anak-anak putus sekolah yang berjualan di tepi jalan, dan sebagainya.
Aliran KONTEMPORER
Agan memilih Fotografi Kontemporer. Aliran kontemporer sering dimengerti sebagai aliran yang bebas merekam apapun yang ada di benak pelakunya. Kekuatan aliran ini ada pada konsep dibalik gambar yang ditampilkan. Agan sendiri lebih suka menyebutnya dengan Fotografi Konseptual. Artinya, apapun karya yang ia hasilkan adalah hasil dari pemikiran atau permenungan yang matang sebelumnya. Minat pada berbagai bidang ilmu sangat membantu seorang fotografer untuk bisa menghasilkan karya-karya bermutu. Begitu pula kepekaan terhadap keadaan di sekeliling kita menentukan kualitas karya yang dihasilkan.
Ketertarikan Agan pada sejarah dan komik membawanya pada penciptaan foto-foto dengan seri Superhero. Serangkaian foto ini banyak dipajang dan ramai dibicarakan orang baik di dalam maupun di luar negeri. Dalam foto seri Superhero ini Agan menempatkan salah satu Superhero, Batman misalnya, di samping Fidel Castro, pemimpun Kuba, ketika Castro masih sangat muda.
Ada lagi foto Batman berhadapan dengan pasukan terjun payung yang akan dikirim ke Normandia dalam Perang Dunia II. Menurut Agan, siapa lagi yang pantas mengajar tentara untuk terjun payung kalau bukan Batman. Ya, karena Batman adalah superhero. Foto-foto lainnya memperlihatkan tokoh Darth Vader dari film Star Wars yang disandingkan dengan para pemimpin negara-negara sekutu di masa Perang Dunia II, dengan konteks hampir 70 tahun yang lalu.
Tidak jarang karya Agan tidak melibatkan kamera sama sekali. Foto-foto pada artikel ini semuanya adalah rekayasa Photoshop. Tak ada kegiatan potret-memotret. Pada serial Octopus misalnya, ia menggunakan berbagai foto yang sudah ada dari aneka sumber. Foto-foto itu kemudian dirangkainya dengan menggunakan software Photoshop untuk menghasilkan tampilan yang sama sekali baru namun dengan pesan tertentu.
Bahkan untuk menghasilkan beberapa karyanya yang bernuansa sejarah Indonesia di masa penjajahan Belanda, Agan bekerja sama dengan sebuah museum di Belanda yang ‘meminjamkan’ beberapa foto kuno. Foto-foto kuno itu kemudian direkayasa sedemikian rupa sehingga foto seorang penjual tebu di pinggir jalan, misalnya, tampil gagah dengan jas yang merupakan cerminan penguasa di masa itu.
Karena ketajaman dan keunikan konsep foto-fotonya, Agan sering diundang berpameran di luar negeri. Serial Octopus dan serial lainnya mendapatkan banyak tanggapan dari media cetak asing seperti the Daily Mail dan the Huffington Post, serta media online.
Digemari Para Kolektor
Irawan Hadikusumo, seorang pecinta seni asal Surabaya adalah salah satu kolektor seni yang mengoleksi karya Agan. Tidak semua karya seni dibelinya. Salah satu kriteria utama dalam memilih karya seni adalah Theme atau tema. Bagi Irawan, tema sebuah karya lebih penting dari kecanggihan teknik atau keindahan karya seni, baik lukisan maupun foto. Karya seni memang sebaiknya indah, namun baginya bukan itu yang terpenting. Kekuatan Agan pada konsep fotonya menjadi pendorong Irawan untuk mengoleksi karyanya.
Menurut Irawan, dengan makin marak dan besarnya minat masyarakat seni terhadap karya-karya kontemporer, profesi fotografer kontemporer punya masa depan cerah. Tentu saja, kalau harga sebuah foto ditentukan oleh konsep atau ‘cerita’ dibaliknya, maka luasnya landasan pengetahuan sang seniman sangat menentukan. Minat kuat Agan pada berbagai peristiwa sejarah dan gagasan liarnya telah memabawanya menjadi seorang seniman foto yang paling diperhitungkan saat ini.
Bagi kaum muda yang punya ketertarikan dengan dunia fotografi dan menyimpan banyak ide liar yang kreatif, kini saatnya mempertimbangkan profesi ini. Untuk itu, selain banyak latihan memotret, perluas pengetahuan umum dengan banyak membaca surat kabar dan aneka majalah. Jangan lupa, perdalam ilmu-ilmu sosial seperti misalnya Sosiologi, Sejarah, Antropologi, Politik, bahkan Filsafat. Semua ini modal utama seorang seniman kontemporer untuk menciptakan konsep unggulan. Salah satu ciri mereka yang karyanya menonjol adalah kegemaran mereka membaca.
Add Comment