Acara “Bermimpilah Besar Buat Dampak” yang diawaki Andy Noya (“Tendang Andy”) di Metro TV banyak menampilkan anak muda inspiratif dengan kegiatan yang tidak biasa. Mereka menjalankan bisnis, namun sekaligus membawa perubahan positip bagi masyarakat atau lingkungan. Mereka sering disebut Wirausaha Sosial atau Social Entrepreneur.
Social entrepreneur adalah pebisnis yang dalam menjalankan bisnisnya selalu berusaha memberikan kontribusi bagi masyarakat yang terkait dengan bisnis mereka. Ini tidak sama dengan, misalnya, Pertamina memberi sumbangan kepada masyarakat di desa atau memberi pelatihan UMKM bagi ibu-ibu di daerah tertentu. Mengapa? Sebab yang dilakukan Pertamina ini tidak ada kaitan dengan bisnis utamanya, yakni minyak.
Di dalam buku “Bermimpilah Besar Buat Dampak,” kita bisa belajar banyak dari para pelaku kewirausahaan sosial di berbagai bidang. Salah satu sosok yang diceritakan adalah Pieter Tan. Bisnis kopi Arabika Wamena nya mengangkat kesejahteraan para petani kopi di pedalaman Papua yang semula menganggap tanaman kopi tidak ada nilainya.
Anak Papua Juragan Kopi
Pieter Tan lahir di Jayapura 37 tahun lalu. Setelah lulus kuliah, ia kembali ke kampung halamannya untuk membantu bisnis kopi orang tuanya. Waktu itu, usaha ayah Pieter adalah membawa biji kopi dari Lampung dan Jawa untuk dijual ke pasar kelas menengah di Papua. Padahal di Papua banyak kebun kopi.
Di Papua, khususnya di Wamena, banyak kebun kopi terlantar sebab petani menganggap harga kopi terlalu rendah. Apalagi buah kopi tidak bisa langsung dijual ke pasar. Kopi harus dikeringkan dulu. Ini memakan waktu satu bulan. Pieter pun pun mencari cara agar petani di sana mau serius menanam kopi.
Setelah meneliti kebiasaan dan kehidupan petani di Wamena, Pieter berkesimpulan bahwa kopi harus dihargai tinggi agar petani bisa menukarnya dengan gula. Mereka memutuskan untuk membeli biji kopi dari petani dengan harga tertentu 8 kali lipat dari yang biasa diterima petani saat itu. Petani pun mulai tergerak menanam dan merawat kopi. Ia juga mengajarkan bagaimana menghasilkan biji kopi berkualitas.
Prinsip Social Entrepreneurship nya terasa kental. Selain memberikan mesin pengupas kopi gratis untuk petani, Pieter mendirikan sekolah barista bagi anak muda Papua yang serius mau jadi peracik kopi di kafe atau hotel.
Besar, sekolah barista ini gratis. Meski peralatan yang harus disediakan mahal. “Saya hanya mau mengajar anak-anak yang memang serius mau belajar kopi,” kata Pieter. Pesertanya diseleksi benar. Bagi yang sering ngopi di kafe pasti tidak asing dengan mesin espresso merek La Marsocco, Simonelli Baru, atau Rancilio. Coba check harganya di google. Yang mini saja harganya di atas 50 juta rupiah.
Setelah beberapa tahun bergulat dengan kopi rakyat, sekarang sekitar 500 petani bekerja sama dengannya dan berproduksi 40 ton (40.000 kg) kopi per tahun. Tentu Pieter sudah bisa menikmati keuntungan lumayan dari bisnisnya ini. Tapi selain Pieter, ada ratusan keluarga petani kopi yang kini hidup layak dan punya harapan akan masa depan yang lebih baik.
Kini makin banyak pemuda Indonesia seperti Pieter Tan. Apa yang membedakan mereka dari anak muda pada umumnya? Dapatkah pola pikir seperti ini dipelajari dan dibentuk?
Pergeseran cara berpikir
Kewirausahaan Sosial dibangun dari sikap baru. Misalnya ketika ada masalah sampah di depan sekolah, kita berharap orang lain yang akan mengatasinya. Wirausahawan sosial tidak demikian. Mereka percaya bahwa mengubah keadaan jadi lebih baik itu tanggung jawab saya/kita. Mereka percaya setiap orang mampu membuat perubahan. Ini sikap pertama.
Kedua, umumnya untuk menghasilkan solusi diperlukan kepengurusan yang terstruktur rapi dengan pembagian tugas yang jelas seperti di perusahaan atau pemerintahan. Dan sebaliknya, wirausahawan sosial percaya tim bisa beranggotakan siapa saja dengan pembagian peran yang fleksibel, misalnya dengan melibatkan anak sekolah atau mahasiswa sebagai relawan.
Ketiga, wirausahawan sosial juga percaya bahwa pekerjaan besar tidak harus dirancang oleh pimpinan dan dilaksanakan oleh bawahan. Solusi bisa dihasilkan lewat Cocreation (penciptaan gagasan secara bersama-sama lewat komunitas). Salah satu contoh hasil Cocreation adalah desain mobil Rally Fighter produksi Local Motors. Begitu ‘keren’ desain dan kemampuannya sampai mobil ini dipakai dalam adegan kejar-kejaran di film "Transformers - Zaman Kepunahan".
Laba Finansial dan Dampak Sosial
Meskipun tujuan bisnis adalah menghasilkan keuntungan finansial, pengusaha bisa mengintegrasikan bisnisnya dengan nilai sosial, seperti mendorong kehidupan masyarakat untuk menjadi lebih baik atau turut berpartisipasi menjaga lingkungan sehingga tidak semakin rusak. Dengan model bisnis yang tepat, lewat sosialisasi yang menarik dan inspiratif, maka keuntungan dan karya sosial bisa berjalan seiring.
Social entrepreneur yang sukses antara lain adalah Salman Khan, pendiri Akademi Khan, situs gratis berisikan aneka pelajaran gratis untuk anak sekolah sedunia. Ada lagi Nikhil Arora dan Alejandro Veles, pendiri Kembali ke akar, sebuah usaha pertanian kota (pertanian perkotaan) yang mengajak orang kota bercocok tanam dan merasakan sendiri bagaimana rasanya makan dari tumbuhan yang ditanam di rumah.
Di dunia medis ada Victoria Hale. Ia mundur dari jabatan bergengsi di perusahaan farmasi terkemuka untuk mendirikan pabrik obat murah bagi masyarakat di negara-negara miskin. Salah satu produknya adalah obat murah untuk Demam Hitam yang sangat mematikan dan saat itu hanya bisa diobati dengan antibiotik Amphotericin B yang sangat mahal.
Di bidang pendidikan ada Taddy Blacher yang sukses mendirikan universitas untuk masyarakat miskin di Afrika Selatan. Saat itu biaya kuliah terlalu mahal bagi anak-anak kulit hitam yang sebelumnya dianggap sebagai budak. Blacher membuktikan bahwa pendidikan tidak selalu harus bermodal besar.
Mereka yang disebutkan di atas adalah orang-orang yang bekerja keras membantu orang lain untuk hidup lebih baik. Tetapi karena model bisnisnya unik, mereka tetap mendapatkan uang. Bisnis memang harus untung. Tapi bisnis seharusnya tidak melulu cari untung. Tertarik?
Sumber menarik lainnya:
Bornstein, Daud, dan Davies, Susan: “Kewirausahaan Sosial – Yang Perlu Diketahui Semua Orang”, Pers Universitas Oxford, 2010
Tambahkan komentar