Keuntungan Seni Liberal – “21keterampilan abad pertama”
Dengan caranya yang unik, liberal arts mencetak lulusan yang mampu terus berkembang atau bahkan mengubah dunia. Banyak usaha rintisan (memulai) sukses berasal dari liberal arts college, antara lain karena mereka terbiasa dengan cara berpikir di luar kebiasaan. Belakangan, karena dinilai memiliki karakter paling dicari di abad 21, lulusannya banyak diminati para CEO di Amerika, terutama perusahaan teknologi.
Dengan kemampuan belajar secara mandiri, berpikir analitis dan kritis, wawasan luas, pendekatan multidisipliner, dan kreatif, mereka tidak merasa gamang menghadapi masalah di luar keahliannya. Bukankah semua ini yang dibutuhkan untuk menghadapi abad ke-21 yang kompleks, beragam, dan cepat berubah?
Hampir pasti, penemuan yang disruptif (merusak tatanan yang ada) seperti Uber, Gojek, AirBnB dan Traveloka akan terus bermunculan dan mengubah peta profesi dan industri. Ketika orang kebingungan akibat kariernya terhambat atau bahkan di-PHK, lulusan liberal arts akan lebih siap beradaptasi atau mereka malah ikut mengubah keadaan dengan ide baru.
Pendidikan liberal arts memang bukan untuk semua orang. Selain pilihan universitasnya terbatas, biayanya tidak murah karena kelasnya kecil dan selalu dibimbing dosen, bukan asisten dosen. Beberapa yang cukup terkenal antara lain Williams College, Universitas Bowdoin, Universitas Pomona, Universitas Illinois Wesleyan, Universitas Swarthmore, untuk Middlebury College.
Banyak orang memilih universitas berdasarkan rankingnya. Namun, mengingat, ranking tertinggi umumnya diraih universitas yang berorientasi riset (berbasis penelitian), bukan liberal arts. Tidak semua mahasiswa cocok belajar di universitas jenis ini sekalipun punya rangking tinggi dan dinilai bergengsi..
Bagi pelajar yang penuh curiosity, berpikiran terbuka, dan ingin belajar berkolaborasi dengan berbagai pihak tanpa batasan bahasa, budaya, kelas sosial, politik dan agama, perguruan tinggi dengan pola liberal arts mampu memenuhi harapan mereka. Bahkan dalam beberapa hal, liberal arts university bisa memberi lebih banyak dari yang diharapkan.
Sistem yang berakar dari tradisi pendidikan Yunani Kuno ini memang sempat dicap tidak mencetak lulusan yang siap kerja. Namun, sekarang situasinya terbalik. George Anders malah menulis untuk majalah Forbes, judulnya “Gelar Liberal Arts yang ‘Tak Berguna’ Itu Telah Menjelma Menjadi Tiket Paling Hot Menuju Perusahaan Teknologi.”
Semoga tidak lama lagi semua perguruan tinggi di Indonesia bisa menerapkan konsep General Education dengan baik sehingga mampu mencetak sarjana-sarjana yang siap ditempatkan bekerja di manapun. Di abad di mana banyak jenis pekerjaan baru bermunculan ini, hanya mereka yang mampu beradaptasi dengan perubahan lah yang mampu bertahan, atau bahkan sukses.
Tambahkan komentar