Dua puluh tahun lagi, modal utama meraih sukses di industri pertanian adalah data dan software.
“Jika kita terus bertani dengan cara kuno, dua miliar lebih banyak orang akan kelaparan pada tahun 2050.” Benar, pertanian tidak bisa dijalankan dengan cara tradisional terus menerus kalau kita harus menghidupi penduduk dunia yang terus bertambah. Harus ada terobosan baru.
Masalahnya, pertanian itu rumit. Berbagai masalah menghantui setiap petani. Apa yang harus ditanam?, dimana, dan kapan? Berapa banyak air yang dibutuhkan?? Berapa banyak pupuknya, bagaimana mengatasi penyakitnya, berapa banyak energi yang dibutuhkan?
Kebutuhan tiap sawah berlainan, bahkan di ladang yang sama pun kebutuhannya berbeda antara petak yang satu dengan yang lain. Kebutuhan akan pupuk dan air juga berubah hari demi hari, atau bahkan terkadang jam demi jam. Ada ribuan elemen yang saling terkait. Sangat rumit.
Pertanian Presisi – Pertanian Berbasis Data
Di negara seperti AS dan New Zealand, pertanian sedang berubah menuju industri besar yang sepenuhnya memakai teknologi canggih. Dengan jumlah tenaga kerja minim, mereka mengembangkan teknologi yang mampu menggarap lahan luas tanpa melewatkan setiap jengkal tanah dengan ketelitian luar biasa. Ini yang disebut dengan Pertanian Presisi.
JOHN DEERE, raksasa penghasil traktor yang berdiri sejak 1837, membeli sebuah startup bernama Teknologi Sungai Biru seharga $305 juta (sekitar 4 triliun rupiah dengan kurs hari ini). Blue River membuat robot yang bisa membedakan tanaman mana yang tidak diinginkan, lalu menyemprotkan herbisida pembunuh persis pada sasaran yang dimaksud.
Umumnya pestisida dan bahan kimiawi ditebar atau disemprotkan ke berbagai arah di ladang. Jumlahnya dilebih-lebihkan karena petani berpikir itu lebih baik daripada kekurangan. Namun selain boros, tanaman yang sehat pun ikut terkena dampaknya.
Robot Cerdas Blue River
Robot dengan teknologi dari Blue River membantu traktor ‘melihat’ dan mengerti’ tanaman garapannya. Caranya, robot dipasang pada traktor seperti layaknya alat penyemprot hama lain. Bedanya, kamera-kameranya yang terhubung dengan software pintar bisa membedakan mana tumbuhan yang baik dan mana yang mesti dibuang.
Ketika dipakai di kebun selada, sasaran robot ini adalah semak serta tanaman selada yang terlalu kecil atau tumbuhnya tumpang tindih. Semburan herbisidanya menuju sasaran dengan ketepatan beberapa sentimeter persegi. Teknik ini menghemat herbisida sampai 90%.
Drone Pertanian & Sensor Tanah
Teknologi lainnya adalah Drone pertanian dan Pemeta Data Hawks Presisi. Drone memantau kondisi kesehatan tanaman dari atas area yang sangat luas. Dari data terhimpun, petani tahu bagian mana kelebihan atau kekurangan nitrogen, mana tanaman yang sehat dan mana yang sakit dan perlu diberi perlakuan khusus. Sistem ini juga mampu memberi peringatan dini akan hadirnya serangga perusak atau masalah lain yang bisa mengancam kehidupan tanaman.
Untuk membantu memahami karakter tanah, banyaknya sinar matahari, serta kondisi cuaca terus menerus, mereka menancapkan banyak sensor di tanah. Petani jadi tahu berapa banyak pupuk yang diperlukan di satu petak dan berapa di petak yang lain. Selain hemat, cara ini mencegah kerusakan lingkungan sebab sisa nitrogen dari pupuk yang tidak terserap tumbuhan bisa mencemari air tanah dan merugikan habitat ikan atau mahluk hidup lain.
Traktor tanpa supir sudah banyak diproduksi. Penggunaannya pun tidak butuh perizinan rumit. Lebih dari 200.000 Traktor self-driving buatan JOHN DEERE sudah beroperasi di ladang gandum dan jagung disana. Semuanya terhubung dengan sistem terpadu bersama drone dan sensor tersebut di atas.
Petani masa depan harus melek data
Semua contoh teknologi ini bekerja efektif karena melibatkan pengolahan data secara cermat. Dengan teknologi canggih berbasis data analytics, penghematan sekecil apapun punya nilai sangat besar jika kita bicara di tingkat nasional. Semua pihak tentu akan menikmati hasil lebih baik, terutama si petani.
Membayangkan, dengan data analytics, petani bisa menemukan jenis benih yang paling sesuai untuk ladangnya. Bahkan dengan benih tersebut, panen tahun ini bisa diprediksi lebih akurat dengan hasil lebih baik.
Negeri kita punya lahan sangat luas namun masih banyak yang belum digarap dengan maksimal. Iklimnya cukup bersahabat, namun petani penggarapnya makin sedikit. Dengan keahlian di bidang teknologi baru, banyak persoalan di lahan yang sangat luas bisa ditangani beberapa tenaga kerja saja. Syaratnya, harus ada kemauan untuk terjun ke dunia pertanian.
Siapkan Mindsetmu
Apakah kita mampu menjadikan Indonesia negeri agraris yang makmur dari hasil pertanian? Tentu, namun pertama- tama kita perlu anak muda yang mau terjun ke industri ini. Syaratnya, buang anggapan lama bahwa pertanian selalu berkonotasi kemiskinan, keterbelakanan dan kehidupan serba sulit.
Petani dengan teknologi modern mampu mengatasi berbagai persoalan di ladang dengan cepat. Inti dari pertanian abad 21 adalah pengolahan data. Faktor penentu utamanya adalah kemampuan menghimpun data dan mengolahnya.
Orang seperti apa yang dibutuhkan? Pengetahuan ganda (pengetahuan ganda) akan sangat berguna. Caranya, masuk dan pelajari ranah ilmu lain yang terkait. Contohnya sarjana pertanian tapi mau belajar data analytics dan coding (pemrograman), atau sarjana matematika atau ilmu komputer tapi sangat berminat pada persoalan industri pangan, khususnya di hulu, yakni pertanian.
Selain itu, beberapa karakter akan menentukan daya saingmu kelak. Pertama, sikap Inovatif, yakni selalu menganggap segala sesuatu masih bisa disempurnakan. Kedua, keingintahuan intelektual yang kuat alias rasa ingin tahu yang sangat kuat, khususnya ketika menemukan sebuah persoalan. Ketiga, peka akan data. Aneka unsur di industri pertanian melibatkan data yang sangat besar. Ketertarikan mengutak-atik data bisa jadi permulaan yang positif.
Sangat memotivasi, semoga diperbanyak artikel-artikel seperti ini, khususnya ranah pertanian.
Terimakasih.