(Artikel karya Ina Liem ini dimuat di tabloid KONTAN pda 2015 lalu. Semoga bermanfaat)
Lmenghasilkan dengan melakukan. Sebagian besar siswa sebetulnya lebih mudah menyerap ilmu lewat praktik.
Menambahkan lebih banyak, minat baca anak Indonesia masih sangat rendah. Padahal, kuliah di universitas sarat dengan bacaan. Tahun-tahun awal kuliah seringkali baru memberi teori-teori dasar. Bagi sebagian siswa, sulit membayangkan aplikasi dari teori tersebut, sehingga terkadang motivasi jadi hilang.
Tidak semua anak cocok masuk universitas langsung selepas SMA. Di beberapa negara maju seperti Singapura dan Australia, banyak lulusan SMA masuk ke politeknik dulu. Pendidikan vokasi (kejuruan) sarat dengan praktik sehingga dapat memberi pemahaman awal yang lebih gamblang tentang industri yang digeluti. Setelah lulus, baru mereka melanjutkan studi ke tingkat sarjana. Australia, program siap kerja seperti ini dinamai TAFE. Di Singapura dan Selandia Baru, istilahnya sama dengan di Indonesia yaitu Politeknik.
Sayangnya, banyak orang Indonesia beranggapan politeknik hanya diperuntukkan bagi kelas bawah. Anggapan ini sangat salah. Tipe kepribadian dan gaya belajar tidak ditentukan oleh tingkat ekonomi. Akibatnya, banyak anak SMA dari keluarga berada yang sudah lelah dengan padatnya teori di SMA memilih jurusan kuliah yang dianggap mudah, yang banyak praktik seperti Perhotelan dan Desain. Bukan karena mereka passionate di bidang tersebut, namun hanya karena ingin menghindari teori.
Umumnya hanya jurusan desain dan kuliner yang dianggap wajar bagi orang Indonesia untuk diambil di program kejuruan. Padahal, yang ditawarkan Politeknik sangat beragam, sama dengan universitas, mulai dari Science, Rekayasa, Bisnis, untuk merancang. Contohnya di Singapore Polytechnic, ada program Diploma in Perfumery and Cosmetic Science di mana mahasiswa dipersiapkan untuk meramu produk-produk kecantikan mulai dari lipstik, krim pelembab, parfum, hingga produk perawatan rambut.
Dengan bekal Diploma ini biasanya mahasiswa sudah memiliki keahlian yang cukup untuk masuk dunia profesi. Bagi yang masih ingin mendapat teori lebih dalam plus gelar bisa melanjutkan ke jenjang S1. Umumnya mereka tidak perlu mengulang dari tahun pertama di universitas, tapi bisa mendapatkan ‘advanced standing’ atau ‘credit transfer’.
Di Singapura, politeknik biasanya tidak menawarkan jenjang S1. Mereka harus mendaftar ke universitas untuk studi lanjutannya. Namun, di Australia dan Selandia Baru, banyak politeknik menyediakan program sarjana, bahkan pascasarjana.
Sebagai contoh, di Melbourne Polytechnic ada program Diploma of Early Childhood Education and Care yang bisa ditempuh selama 1.5 tahun. Lulus dari program ini, mahasiswa bisa melanjutkan ke program Bachelor of Education (Tahun-tahun awal) ditawarkan oleh institusi yang sama, tanpa harus pindah ke lembaga lain.
Salah satu keuntungan program siap kerja ini adalah exit point. Di setiap level, lulusannya mendapat sertifikat atau diploma. Penulis menemui banyak kasus di mana mahasiswa S1 pindah jurusan setelah 1 atau 2 tahun kuliah, dan tidak mendapatkan ijasah apapun. Ini berdampak pada masalah psikologis sang anak karena merasa gagal.
Keuntungan kedua, syarat masuk ke politeknik umumnya lebih longgar dibanding universitas. Misalnya, program Bachelor of Education di Australia umumnya meminta nilai IELTS minimum 7. Bahkan ada yang syarat Speaking dan Listeningnya minimal 7.5. Ini berat bagi siswa Indonesia umumnya. Di politeknik, syarat IELTS minimum umumnya 5.5. Sambil kuliah, diharapkan kemampuan bahasa Inggris meningkat sehingga ketika masuk jenjang S1 syarat IELTS nya bisa dipenuhi.
Keuntungan ketiga, kebanyakan lulusan politeknik lebih mudah menyerap mata kuliah teori di tingkat universitas. Banyaknya praktik dan pengalaman kerja di masa diplomanya membuat mereka lebih mudah memahami teorinya. Praktik membuat teori jadi lebih masuk akal.
Beberapa politeknik bahkan menawarkan program hingga pascasarjana. Politeknik Di Otago, Selandia Baru, jurusan Occupational Therapy ditawarkan mulai dari jenjang Certificate hingga Master of Occupational Therapy. Lulusannya mendapat sertifikasi untuk praktik di berbagai lembaga termasuk rumah sakit, sekolah dengan anak difabel, dan pusat rehabilitasi.
Tidak sedikit politeknik yang kemudian berkembang menjadi universitas, seperti misalnya The Hongkong Polytechnic University. Meskipun sudah menjadi universitas, prinsip ‘applied’ masih menjiwai universitas tersebut.
Politeknik banyak menjalin hubungan dengan industri sehingga memungkinkan mahasiswanya magang selama kuliah. Terkadang internship bahkan bisa dilakukan di luar negeri. Mahasiswa Cosmetic Science Singapore Polytechnic misalnya, bisa magang di laboratorium perusahaan kosmetik di Shanghai.
Tidak tertutup kemungkinan bagi lulusan politeknik untuk menjadi entrepreneur setelah lulus di bidangnya masing-masing. Bahkan ada politeknik yang mengadakan Entrepreneurship Bootcamp untuk membekali mereka yang ingin menjadi pengusaha di kemudian hari.
Saya mau bertanya, di Indonesia brp lama ya utk lulus di politeknik? Syarat lulusny itu apakah sama dgn universitas yaitu hrs membuat karya ilmiah? Dan setelah lulus apakah bisa langsung msk dunia kerja&bagaimana peluang suksesny? Potong.
Tergantung. Kalau Diploma3 biasanya 3 tahun. Beberapa perguruan tinggi membuka program studi siap kerja dengan masa studi 4 tahun (Diploma 4), misalnya STP (Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta). Program ini setara S1 dan bisa lanjut ke S2 di bidang ilmu terapan, baik di dalam maupun di luar negeri. Umumnya syarat lulus adalah praktik kerja dan tugas lain, bukan karya ilmiah. Peluang kerja justru banyak sebab lulusan langsung tahu apa yang mesti dilakukan di tempat kerja.