Bersaing di Industri Kuliner

[guestpost]Artikel Ina Liem ini terbit di KOMPAS KLASS Jumat 11 Oktober 2013. Kali ini yang dibahas adalah jurusan kuliner dan situasi industrinya yang penuh dinamika sekaligus peluang. Semoga bermanfaat.[/guestpost]

Beberapa tahun terakhir dunia kuliner menjadi bagian gaya hidup yang mendorong munculnya lahan bisnis yang melibatkan investasi besar. Dalam banyak kasus, semangat korporasi kental mewarnai cara bisnis ini dijalankan.

Siswa LCB program Diplome de Pattiserie di Ottawa
Siswa Le Cordon Bleu program Diplome de Pattiserie di Ottawa

Untuk bisa unggul dalam persaingan di dunia kuliner, tak ada cara lain selain memenangkan the battle of the kitchens yang tentu ini sangat bertumpu pada kemampuan chef. Pelatihan dasar-dasar kuliner dan teknik memasak a la french cuisine seperti di Le Cordon Bleu (LCB) yang berakar pada french heritage bisa membuka jalan menuju ke sana.

Kalau kita makan di restoran yang dikelola serius, salah satu ciri kentara pada makanannya, selain enak, adalah penampilannya yang menimbulkan selera. Poached egg sederhana yang mirip telur mata sapi tampak mulus dan sempurna di tangan ahlinya, tidak seperti yang kita jumpai pada telur mata sapi di rumah makan biasa.

Le Cordon Bleu yang merupakan sekolah kuliner terbesar di 5 benua ini bahkan mengajarkan cara membuat spageti dari bahan mentahnya. Teknik mengolah adonan sangat penting sebab kadar udara yang masuk menentukan mutu adonan.

Chocolate Mousse with Icing karya siswa Le Cordon Bleu
Chocolate Mousse with Icing karya siswa Le Cordon Bleu

Ketika penulis  menikmati daging rusa di Le Cordon Bleu Bistro @Signatures di Ottawa, selain lezat, dagingnya terasa sangat tender. Padahal mengolah daging rusa terkenal sulit. Begitu pula hidangan penutupnya, Crème Brulee, yang ‘superb’. Tidak aneh kalau resto di kampus ini terpilih sebagai member dari The Canadian Tourism Commission’s Signature Experience Collection.

Pemahaman tentang karakter bahan makanan dan teknik mengolahnya jadi faktor penentu utama. Jadi bukan lagi soal ‘tangan siapa’, melainkan apa teknik dan bahan yang dipakai.

Banner-ad-LCB-new

The Red Michelin Guide

Di kalangan chef dan pengamat kuliner, siapa tak kenal buku sakti ini? Michelin Guide adalah buku tahunan berisi daftar restoran yang mendapat bintang setelah melalui penilaian ketat. Pihak restoran tak perlu menyiapkan sogokan karena identitas sang inspector tidak pernah diketahui. Selain tiga bintang Michelin sebagai penghargaan tertinggi, ada kategori The Rising Star bagi yang berpotensi meraih bintang.

Jumlah bintang sebuah restoran sudah tentu melekat juga pada chef. Iming-iming bintang Michelin ini sudah sejak lama jadi stimulan bagi para chef untuk terus menyempurnakan tekniknya. Salah satu chef dengan tiga bintang adalah Heston Blumenthal, pemilik the Fat Duck, resto tersohor di Inggris. Selain berpengalaman, Heston juga dikenal karena teknik memasaknya yang tidak lazim.

Bagian depan kampus Le Cordon Bleu di Paris
Bagian depan kampus Le Cordon Bleu di Paris

Contohnya, untuk hidangan Scallop, ia membuat gel cair dari bawang bombay yang direbus pada suhu 85 derajat Celcius selama 96 jam. Hasilnya adalah cairan hitam pekat yang untuk melembutkannya harus dimasukkan vacuum machine untuk membuang semua gelembung udaranya. Teknik inovatif ini mengundang decak kagum, bahkan dari para chef berpengalaman.

Asia

Kalau banyak resto di Eropa dan Amerika mendapat bintang Michelin, kita tak perlu heran. Maklum, tolok ukurnya adalah cara masak versi Perancis yang serba teliti dan presisi. Tapi orang tentu terpana jika mengetahui bahwa Jepang adalah negara dengan resto terbanyak pemenang 3 Michelin stars.

Mungkin faktor kultur masyarakat Jepang yang mirip Perancis ikut berperan. Jepang terkenal sangat detail oriented. Salah satu yang spektakuler adalah Sukiyabashi Jiro, sebuah rumah sushi mungil di Tokyo yang dikelola Jiro Ono, pemiliknya yang telah berusia 86 tahun.

Orang pasti kagum melihat caranya membuat sushi dengan tangan rentanya di hadapan tamunya, lalu menyajikannya satu-persatu secara sangat personal.  Sediakan anggaran sekitar 400 dolar AS untuk dilayani langsung oleh Jiro dan menikmati 19 macam sushi super enak ini. Begitu melegendanya sampai orang membuat film “Jiro’s Dreams of Sushi” dimana Jiro sendiri terlibat di dalamnya. Pemerintah Jepang bahkan menetapkan sang maestro sebagai Aset Nasional.

Ina Liem

Author and CEO JURUSANKU

@InaLiem

 

@kompasklass #edukasi

Artikel lain tentang KULINER  bisa dibaca disini

kuliner123

1 Comment

Click here to post a comment

Leave a Reply to Kiki Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

  • Bisnis kuliner memang sangat menjanjikan, selain menjual makanan yang super enak supaya punya nilai plus kita harus bisa juga menyediakan tempat yang nyaman juga ya alias bisa bikin betah lama nongkrong buat para pengunjung!