Berita

Awas, Jangan Asal Pilih Jurusan Kuliah

Tangkapan Layar-2016-04-04-11.40.02
PENDIDIKAN TINGGI

JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan tinggi sejatinya menghasilkan sumber daya manusia yang dapat menopang pembangunan, perkembangan industri, dan perubahan waktu. Sayangnya, pendidikan tinggi di Indonesia belum mampu memberikan apa yang dibutuhkan oleh pembangunan dan perkembangan industri.

Ketidaksesuaian ilmu dan keahlian yang disediakan perguruan tinggi dengan kebutuhan pembangunan bisa terjadi antara lain karena tidak ada acuan pokok mengenai kebutuhan tenaga kerja secara nasional untuk berbagai bidang pekerjaan. Data mengenai kebutuhan tenaga kerja yang dikaitkan dengan bidang ilmu ternyata tidak bisa diperoleh dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

“Sejauh ini, antara yang ideal direncanakan dan apa yang berlangsung di perguruan tinggi belum berkaitan,” kata Kepala Subdirektorat Pendidikan Tinggi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Amich Alhumami, akhir pekan lalu, di Jakarta. Menurut dia, pengembangan program studi (prodi) yang dilakukan PT tidak sepenuhnya berdasarkan pada analisis kebutuhan perkembangan industri atau kebutuhan pembangunan sektor ekonomi yang menjadi basis utama pembangunan ekonomi nasional.

“Pembukaan prodi dilakukan mengikuti tren pasar sesaat, yaitu bidang yang sedang banyak peminatnya. Pembukaan prodi tidak didasarkan pada proyeksi jangka panjang kebutuhan bidang-bidang tertentu sesuai arah pembangunan,” ungkap Amich.

Menurut data di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi Kemristek dan Dikti pada Maret lalu, bidang ilmu sains-teknik memiliki 10.135 prodi (43 persen). Bidang sosial-humaniora memiliki prodi lebih banyak, yakni 13.611 prodi (sekitar 57 persen).

Dari total jumlah mahasiswa 5.228.561 rakyat, hanya 1.593.882 rakyat (30,5 persen) yang menekuni bidang sains-keteknikan. Adapun jumlah mahasiswa yang mempelajari ilmu sosial-humaniora mencapai 3.634.679 (69,5 persen).

Kondisi itu memperlihatkan pendidikan tinggi akan kesulitan memasok kebutuhan sumber daya manusia di masyarakat karena arah pembangunan sekarang banyak berkaitan dengan dunia sains-keteknikan. Pemerintah telah menetapkan rencana pembangunan yang fokus pada upaya mewujudkan kedaulatan pangan; kedaulatan energi dan kelistrikan; kemaritiman dan kelautan; serta pariwisata dan industri.

Amich menjelaskan, ada kelebihan suplai untuk bidang tertentu. Jumlah prodi pendidikan yang menyediakan calon guru, misalnya, tumbuh tidak terkendali menjadi 4.900 prodi dengan 1,2 juta mahasiswa. Lulusan sarjana pendidikan mencapai ratusan ribu orang per tahun, sedangkan kebutuhan guru hanya puluhan ribu orang per tahun dan juga sangat bergantung pada kuota dari pemerintah.

content

Di bidang teknik yang krusial mendukung industri, berdasarkan data Persatuan Insinyur Indonesia, malah terjadi kekurangan 15.000 insinyur per tahun. Setelah penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir tahun lalu, kekurangan ini berpeluang diisi insinyur dari negara-negara anggota ASEAN.

Ancaman kurangnya ketersediaan sumber daya manusia yang sesuai dengan arah pembangunan dan dinamika industri diperparah oleh referensi remaja Indonesia dalam memilih program studi di perguruan tinggi yang hampir tidak berkembang.

Minim informasi

Ina Liem, pendiri Jurusanku.com, mengatakan, pemilihan prodi di PT oleh lulusan SMA sederajat tidak bervariasi. Hal ini terjadi karena minimnya informasi, terutama tentang bidang yang berkembang dan peta karier. “Indonesia terancam kekurangan beragam ahli. Kekosongan ini menjadi ancaman besar karena tenaga kerja asing dari ASEAN mudah masuk untuk mengisi kekosongan itu,” ucapnya.

Ini menjelaskan, dengan platform pembangunan pemerintah sekarang, antara lain menjadikan Indonesia poros maritim, peluang karier dan bisnis baru muncul, yang mestinya menjadi pilihan lulusan SMA sederajat saat mendaftar di PT. Jangan sampai siswa lagi-lagi hanya memilih bidang manajemen, ilmu komunikasi, atau desain visual, atau TIK (teknologi informasi dan komunikasi) yang memang diminati.

“Dengan adanya pembangunan infrastruktur laut seperti pelabuhan atau tol laut, kebutuhan ahli bidang logistik menjadi tinggi. Namun, banyak siswa yang tak berminat dan tidak mengetahuinya,” kabupaten Ina.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (DPP ALFI) Yukki Nugrahawan mengatakan, bidang logistik terus tumbuh setiap tahun sehingga Indonesia membutuhkan 10.000-15.000 sarjana baru di bidang logistik dan manajemen rantai pasok. Tenaga ini dibutuhkan sekitar 12.000 perusahaan. “Hanya sedikit universitas yang mengajarkan ilmu logistik dan manajemen rantai pasok,” Kata Yukki.

(C02/ELN)

Sumber: Harian Kompas, Senin 4 April 2016

(http://print.kompas.com/baca/2016/04/04/Belum-Ada-Kesesuaian-dengan-Kebutuhan)
Iklan 2-04

Tentang Penulis

admin

admin

www.jurusanku.com adalah situs pendidikan yang misi utamanya adalah memberikan info seputar memilih jurusan di perguruan tinggi serta peta karir untuk berbagai bidang studi. Selain artikel dari pengelola, kami juga memuat materi dari sumber maupun penulis lain.

16 Komentar

Klik di sini untuk mengirim komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Bidang yang harus diisi ditandai *

*