(Jurusan Ilmu Kepustakaan selama ini kurang populer. Kali ini Ina Liem mengungkap berbagai sisi jurusan ini yang belum banyak diketahui publik. Artikel ini dimuat di KELAS Kompas, Jumat 7 Februari 2014. Foto-foto hanyalah tambahan)
SMau jadi pustakawan apa?? Dari hasil jajak pendapat penulis terhadap 5.614 siswa SMA di Indonesia tahun lalu, hanya ada 1 siswa yang tertarik.
Profesi ini masih dipandang sebelah mata. Pekerjaannya sepertinya hanya mengurus buku-buku, tenggelam di antara deretan rak yang menjulang tinggi berisi ribuan buku. Apakah profesi ini memang “sepi pekerjaan” dan berprospek suram?
Indonesia punya lebih dari 200.000 sekolah mulai dari SD hingga SMA, dan lebih dari 3.000 perguruan tinggi. Membayangkan, jika setiap institusi membutuhkan pustakawan, berapa sarjana perpustakaan yang harus disediakan. Untuk perbandingan, jumlah pustakawan Indonesia saat ini hanya sekitar 3.000 rakyat.
Padahal, selain perpustakaan sekolah dan perguruan tinggi, kita punya perpustakaan negara, perpustakaan umum, dan perpustakaan khusus. Bukan itu saja, lembaga pemerintahan dan perusahaan besar pun memerlukan keahlian mereka.
Bahkan di perusahaan-perusahaan besar, karier pustakawan bisa mencapai posisi sebagai Kepala Penerangan (CIO), yang setara dengan Kepala Bagian Keuangan (CFO) ataupun Kepala Petugas Pemasaran (CMO). Namun, tentu saja untuk bisa seperti ini diperlukan landasan akademis yang kuat.
Tak banyak yang tahu bahwa seorang sarjana Ilmu Perpustakaan menggenggam seabrek keahlian yang bisa diaplikasikan ke banyak bidang lain terkait informasi. Alasannya jelas, keahlian utama mereka adalah menghimpun, mengelola, menyebar, dan melestarikan (melestarikan) informasi, lalu menyajikannya sesuai kebutuhan.
Langka
Di Universitas Texas Utara, Amerika Serikat, ada program studi Master di bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Program ini salah satu dari 56 program ilmu perpustakaan di seluruh Amerika dan Kanada yang terakreditasi oleh American Library Association. Salah satu alumninya, Bukit Corine, terpilih sebagai Librarian of the Year tahun 2014. Materi kuliahnya menarik disimak.
Kita hidup di era informasi dan internet. Data tidak lagi disimpan dalam wujud fisiknya saja. Karena itu, selain mata kuliah tentang sistem perpustakaan, kini mahasiswa harus mendalami aspek teknologi seperti misalnya Merencanakan dan Merancang Strategi Perpustakaan Digital, Penambangan Data dan Manajemen Pengetahuan, Arsitektur Informasi untuk Layanan Internet, Menciptakan, Mengelola, dan Melestarikan Aset Digital, dan banyak lagi.
Salah satu bidang peminatan yang menarik adalah Informatika Kesehatan. Bidang ini menyiapkan lulusannya untuk menangani data kesehatan secara elektronik, data riset klinis, pendidikan kesehatan, e-sains, serta menangani masalah legal dan etika di bidang informasi kesehatan.
Selain itu, ada lebih banyak pilihan Pustakawan Pembelajaran Terdistribusi yang fokusnya pada e-learning. Mahasiswa banyak berhadapan dengan teknologi informasi dan telekomunikasi sebagai sarana penyimpanan dan penyebaran informasi. Selain itu, masalah seputar hak kekayaan intelektual mendapat porsi pembahasan lumayan banyak.
Spesialisasi lainnya adalah Pustakawan Hukum dan Informatika Hukum. Dengan makin banyaknya kasus hukum, diperlukan ahli yang mampu mengelola semua dokumen hukum secara benar. Dengan demikian, tidak perlu lagi ada kekawatiran berkas hilang karena habis terbakar atau dicuri. Jelas, lembaga-lembaga terkait penegakan hukum sangat memerlukan keahlian di bidang yang satu ini.
Selain teori, mahasiswa S2 harus mengikuti Mentor Program dengan bekerja di sebuah perpustakaan sekolah di bawah bimbingan seorang mentor. Jika Anda tidak memiliki pengalaman kerja di perpustakaan sekolah, mereka harus menghabiskan waktu sedikitnya 120 jam di bawah bimbingan mentor di perpustakaan tersebut.
Meskipun kuliah di Amerika, mahasiswa UNT juga berkesempatan magang di luar Amerika. Misalnya pada 2014 ini, mereka bisa mendaftar untuk ikut terlibat dalam pembangunan perpustakaan di beberapa negara Eropa Timur.
Pustakawan hari ini
Abdul Cholil, seorang sarjana Ilmu Perpustakaan, tidak bekerja di perpustakaan pada umumnya sekalipun pekerjaannya sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip kepustakaan. Sudah sejak lama ia malang melintang di industri perbankan dan kini bekerja di sebuah perusahaan asing dengan jaringan global.
Semasa kuliah ia pernah menggarap proyek mendigitalisasi semua surat kabar terbitan lama milik sebuah media cetak. Tugasnya bukan hanya memindai tiap koran ke dalam komputer. Ternyata setiap berita dan artikel harus dikelompokkan dan dibuatkan catatan, serta indeksnya agar mudah mencarinya kelak.
dia, pekerjaannya masih seperti seorang pustakawan, hanya yang ditanganinya bukan hanya buku atau koran. Salah satu tanggung jawabnya adalah menata puluhan ribu data dan dokumen perusahaan agar mudah dicari saat dibutuhkan.
Bukan itu saja, ia juga bertugas mencarikan informasi yang diperlukan tiap divisi di perusahaan. Dipahami, di sebuah perusahaan raksasa milik asing tempatnya bekerja, dokumen pajak, resep produksi, hak paten, keuangan, dan lain-lain tidak bisa diselipkan, hilang, apalagi musnah.
Pustakawan ideal
Berhubung tugas utamanya adalah membagikan informasi, maka pustakawan yang ideal bukanlah kutu buku yang pendiam. Justru seorang pustakawan harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik sebab ia harus berhubungan dengan berbagai pihak dan divisi di perusahaan.
Ia juga harus berorientasi pada pelayanan pelanggan dan pemasaran. Banyak pelajar tidak tertarik masuk perpustakaan mungkin karena banyak pustakawan yang bersikap pasif. Langkanya pustakawan bergelar akademis mungkin menjawab pertanyaan mengapa banyak pusat pengetahuan ini kurang dikelola dengan semestinya sehingga membuatnya makin tidak populer.
Karena itu, karena bidang kerjanya makin dinamis dan media informasi makin bervariasi, sebaiknya seorang pustakawan adalah pribadi yang kreatif.
Tantangan bagi Indonesia
Harus diakui, untuk urusan informasi di era keterbukaan ini, Indonesia masih jauh tertinggal. Di negara lain, lulusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan menempati posisi strategis di berbagai industri. Selain bekerja di perpustakaan, mereka bisa bekerja di bidang kurasi digital, pelestarian digital, penerbitan digital, atau analisis informasi.
Indonesia punya lebih dari 100.000 perpustakaan dan pusat informasi. Namun, karena kurang tenaga pengajar, tak banyak perguruan tinggi membuka jurusan ini. Hanya sekitar 20 perguruan tinggi menawarkan program D3 dan S1, sedangkan di tingkat S2 hanya ada 5 lembaga. Di jenjang S3 baru ada satu universitas, itu pun baru dibuka tahun 2012.
Masih banyak orang Indonesia yang tidak pernah masuk perpustakaan. Padahal, rencana, tapi pasti, dunia beralih dari masyarakat industri ke masyarakat informasi yang setiap aspek dikaitkan dengan ketersediaan informasi. Tanpa pustakawan andal, sulit berharap jendela ilmu pengetahuan terbuka lebar bagi bangsa ini.
Ina Liem
Author and CEO JURUSANKU
@InaLiem
@kompasklass #edukasi
Waktu telah berubah. Baca juga artikel lanjutannya di “Perubahan Wajah Pustakawan”. Baca juga artikel “Perpustakaan dan Life Style” yang ditulis oleh seorang peneliti di bidang ini.
Tambahkan komentar