Kompas Articles

Meninjau Kekuatan Kaum Introver

tenang-2 2
Tulisan ini adalah uraian sekilas isi buku karya Susan Kain yang terkenal, Tenang-Kekuatan Introvert di Dunia yang Tidak Bisa Berhenti Berbicara. Artikel ini dimuat di KELAS Kompas, Jumat 21 Februari 2014. Semoga bermanfaat, baik bagi pembaca yang introver maupun ekstrover

 

HAIkantor ruang pena menjadi tren di perkantoran. Pertukaran ide diharapkan lancar, tetapi bagi kaum introver, banyaknya interupsi bisa “menyiksa”.

Siani Setiawati, kepala pembangunan manusia sebuah perusahaan multinasional sering mendapat mengeluh dari staf. Lantaran ruang terbatas, bagian HRD, akuntan, administrasi, analis, dan penjualan bekerja di ruang besar tanpa sekat. Bisa dibayangkan, rakyat penjualan terus-menerus menelepon, sementara dot matriks pencetak para akuntan mencetak faktur nonstop. Staf lain terganggu, terlebih para analis. Situasi ini jarang direspons karena mungkin dinilai tak terkait prestasi kerja.

Pada 1921, Carl G Jung memopulerkan istilah ekstrover–introver. Kaum introver cenderung tenggelam di alam pikiran dan perasaan, se­mentara ekstrover lebih tertarik pada orang dan kegiatan.

Untuk waktu yang lama, dunia memuja kaum ekstrover, tetapi apakah mereka selalu lebih baik??

Umumnya, psikolog sepakat kedua tipe tersebut memiliki cara kerja berbeda. Ekstrover cenderung bekerja dan membuat keputusan cepat, pengambil risiko, nyaman dengan multitasking, serta menikmati mengejar Penghargaan seperti ketenaran dan uang. Dan sebaliknya, introver cenderung bekerja lebih perlahan dan cermat, fokus pada pekerjaan satu per satu, mampu berkonsentrasi, dan relatif imun terhadap iming-iming popularitas atau imbalan finansial.

Untuk waktu yang lama, dunia memuja kaum ekstrover, tetapi benarkah kaum ekstrover selalu lebih baik?

Di Tenang-Kekuatan Introvert di Dunia yang Tidak Bisa Berhenti Berbicara, Susan Cain menyebut sederet orang introver dengan karya gemilang seperti Van Gogh, Chopin, George Orwell, Steve Wozniak, Bill Gates, Larry Page, dan JK Rowling. Menurut Kain, introversi tidak sama dengan sifat pemalu, mereka hanya tidak merasa nyaman di lingkungan yang penuh ingar-bingar. Mereka hidup di kepala mereka.

Susan Cain saat diwawancarai Business Insider (businessinsider.com)
Susan Cain saat diwawancarai Business Insider (businessinsider.com)

Cain sendiri adalah sosok introver korban stigma yang memihak kaum ekstrover. Itu memutuskan untuk menjadi Wall Street pengacara karena dianggap Dingin. Padahal, perempuan ke­­­­lahiran 1968 ini sangat ingin menjadi penulis, karier yang kemudian dilakoninya dengan sangat baik dan dibuktikan dengan suksesnya Diam.

Dunia menjadi ekstrover

Dulu orang hidup dalam komunitas desa berbasis pertanian, tiap orang saling kenal. Karakter, harga diri, dan kejujuran menjadi kata kunci menilai kepribadian. Memasuki abad XX, ketika terjadi peralihan menuju masyarakat industri berbasis kota, orang tidak lagi mengenal satu sama lain sehingga mereka harus membuktikan diri kepada orang lain. Kata-kata karisma, dominan, dan atraktif mulai bernilai positif.

Multitasking menurunkan produktivitas dan meningkatkan kesalahan hingga 50 persen.

Uniknya, agar produktif, bahkan inovatif, orang introver membutuhkan ruang senyap. “Kesendirian ibarat oksigen,” ungkap Cain. Di bab 3, Cain bahkan menulis betapa kolaborasi bisa “membunuh” krea­­ti­­­vi­­tas mereka. Faktanya, paling pemain terbaik bekerja di perusahaan yang memberi ruang privasi, kendali atas lingkungan fisiknya, dan bebas dari interupsi. Pantas saja Cain menyarankan, “Hentikan kegilaan kerja kelompok yang konstan.”

Hal yang tak kalah menarik adalah soal multitasking. Otak kita tidak mampu memberi perhatian pada dua hal sekaligus. Multitasking hanyalah peralihan atensi dari satu tugas ke tugas lain berkali-kali. Cara ini menurunkan produktivitas dan meningkatkan kesalahan hingga 50 persen.

Kekuatan berlama-lama dengan satu pekerjaan tecermin dari ucapan Einstein, "Aku bukan orang yang sangat pintar, tetapi tahan lebih lama berkutat dengan satu persoalan.” Jadi, mungkin memang perlu mengatur keseimbangan antara aksi dan refleksi.

Untung saat banyak orang “buntung”

Nama lain dalam jajaran sosok introver adalah Warren Buffett, yang seolah menjadi nama “sakti” di dunia investasi. Kekayaannya yang fantastis merupakan bukti tak terbantahkan akan kecermatannya mengantisipasi pergerakan bursa saham.

Warren Buffett dan Bill Gates, dua orang introver yang luar biasa (http://www.youtube.com/user/IdiotTVShow)
Warren Buffett dan Bill Gates, dua orang introver yang luar biasa (http://www.youtube.com/user/IdiotTVShow)

Banyak yang kenal Aturan emas Buffett, tapi kenapa jarang bisa sebaik dia? Tentunya ada elemen lain di luar “teori” investasinya, yang menurut Kain, ada pada pribadinya yang introver. Cain dengan meyakinkan membongkar fenomena ini di bab 7, Mengapa Wall Street Runtuh dan Warren Buffett Prosper?

Tiap musim panas, Allen & Bersama, sebuah bank investasi mengundang investor, pengusaha, dan selebritas ke konferensi di Lembah Matahari, Idaho. Pada 1999, Buffett diundang untuk berpidato.

Dulu, dia mengalami demam panggung dan harus mengikuti kursus berbicara di depan umum. Ia menghabiskan berminggu-minggu menyiapkan pidatonya itu. Dengan analisis menjelaskan yang menyebut berbagai tanda bahaya, Buffett menyimpulkan euforia saham dot com tak akan bertahan lama. Audiens memberikan tepuk tangan meriah, tapi mendengar bisikan, “Warren orang tua hebat, tapi kali ini melewatkan momen itu.

“Tidak ada korelasi antara pembicara terbaik dan memiliki ide terbaik.” Susan Kain.

Tahun berikutnya, gelembung saham berbasis internet pecah, harganya terjun bebas. Ironis, pada saat bersamaan, Buffett panen untung dari saham-saham lain. Tak salah kalau Cain berujar di acara TED Talk, “Tidak ada korelasi antara pembicara terbaik dan memiliki ide terbaik.”

Adakah kaitan antara tipe kepribadian de­ngan manajemen risiko dan kepekaan terhadap tanda bahaya? Soal ini, Dr Janice Dorn, seorang doktor ilmu syaraf spesialis anatomi otak yang juga dijuluki Psikiater Keuangan mengatakan, kaum introver cenderung lebih memperhatikan tanda bahaya dan mampu mengendalikan luapan kegembiraan atau hasratnya.

Memang, keunikan tipe kepribadian ini masih menyisakan banyak pertanyaan, seperti haruskah orang introver berubah? Di dunia yang didominasi cita-cita ekstrovert, seberapa jauh seorang introver bisa berpura-pura ekstrover demi adaptasi? Penelusuran bab dalam Diam akan menemukan bagaimana orang introver bisa berkomunikasi efektif dengan kaum ekstrover di sekolah, perusahaan, atau pasangan hidupnya.

Rasanya buku ini bukan sekadar pembenar bagi introver untuk berkata “enggak ada yang salah di gue, sudah bisa?”. Bagi ekstrover, ia bisa jadi pengingat bahwa di antara mereka yang kurang “gaul”, sangat mungkin hadir modal manusia yang tangguh.

Buku ini enak dibaca perlahan-lahan sebab cara Cain berargumentasi menyuguhkan sisi lain dari koin yang selama ini terlewat di tengah dunia yang lebih banyak bicara, tetapi kurang kontemplasi.

Budi Prast

Blogger, Pendiri Jurusanku.com

Twitter: @GmPrast

@kompasklass #baca

Iklan 2-04

Tentang Penulis

Budi Prasetyo

Budi Prasetyo

Budi Prast adalah Founder jurusanku.com. Selain aktif melakukan penelitian di bidang pendidikan, bersama Ina Liem ia menulis “7 Jurusan Bergaji Besar”, "Kreatif Memilih Jurusan", dan "Jurusan untuk Masa Depan". Minat utamanya meliputi pendidikan, analitik data, dan pemikiran desain. Ia juga salah seorang Kontributor Kompas KLASS untuk rubrik #baca.

Tambahkan komentar

Klik di sini untuk mengirim komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Bidang yang harus diisi ditandai *

*