Penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) ke dalam Kemendikbud adalah bukti bahwa Nadiem Makarim semakin dipercaya oleh Presiden Jokowi.
Nadiem terbukti dianggap mampu membawa perubahan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan konsep MERDEKA BELAJAR, sebuah konsep tranformasi Pendidikan yang kental berfokus pada kepentingan pelajar, bukan kepentingan lain. Mengapa? Karena 18 tahun terakhir kompetensi pelajar Indonesia tetap di urutan bawah. Rendahnya kompetensi pelajar ini membuat lulusan perguruan tinggi pun tidak kompetitif di dunia kerja, apalagi di bidang riset dan teknologi.
Bagi murid dan mahasiswa, konsep Merdeka Belajar akan mendorong anak bangsa untuk lebih kreatif, berkarakter berwawasan luas, nasionalisme yang kuat serta cepat mengakses ilmu pengetahuan. Berbagai episode dari Program Merdeka Belajar Mas Menteri juga berfokus dalam peningkatan serta pemangkasan birokrasi yang tidak perlu, sehingga fokus untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kesejahteraan.
Tak banyak yang menyadari bahwa sesungguhnya di tangan Nadiem selama ini telah dikelola 3 kementerian besar yang pernah berdiri sendiri, yaitu:
– Kementerian Pendidikan Nasional
– Kementerian Kebudayaan (dulu dengan kementerian Pariwisata)
– Kementerian Pendidikan Tinggi (dulu Kementerian Ristek Dikti).
Kemudian 3 lembaga ini disinergikan menjadi Kemendikbud. Keberadaan Kemendikbud, meski di masa pandemi yang sulit seperti sekarang ini, tetap kuat, aktif, dinamis, terkoordinasi. Berbagai langkah-langkah terobosan dalam pengelolaan 3 kelembagaan agar mampu menjadi lembaga yang efektif dan memberikan manfaat bagi bangsa dan negara.
Dan sekarang, bertambah lagi Kementerian Ristek. Salah satu target besar Nadiem adalah meningkatkan skor PISA pelajar Indonesia yang selama ini ‘loyo’. Metode pembelajaran berorientasi High Order Thinking Skills (PANAS) lebih ditekankan. Kelak anak-anak kita tidak lagi jago hafalan, tetapi mampu dan terbiasa berpikir kritis dan analitis, bahkan sampai ke tingkat problem solver.
Akan banyak lulusan SMA yang berpotensi menghasilkan karya inovatif. Menggabungkan Ristek ke ranah Pendidikan tinggi justru memudahkan pemerintah memfasilitasi mereka agar lebih berdaya guna di perguruan tinggi, khususnya di dunia riset. Ini bukan beban bagi Nadiem karena pola kerjanya akan digabungkan dengan pola di Dirjen Pendidikan Tinggi.
Ini menjadi tantangan baru bagi Nadiem untuk kembali mensinkronisasi dan mengkoordinasikan kelembagaan riset kedalam sistem pendidikan nasional. Dan anak muda ini selalu menemukan solusi/jalan keluar ditengah situasi pandemi Covid yang sulit seperti sekarang ini.
Lucunya, selama ini yang paling keras menentang mas Menteri adalah politikus. Mereka menyerukan agar Nadiem diganti. Sebagian besar opini mereka sangat jarang menyerukan kepentingan pelajar dan mahasiswa. Tidak ada yang menyerukan pentingnya meningkatkan skor PISA pelajar kita agar di atas rata-rata skor Internasional. Panggilan mereka sarat dengan masalah anggaran alias uang.
Sudah saatnya dunia pendidikan dibersihkan dari kepentingan politik praktis. Media semestinya bersikap berimbang agar profesional. Bicaralah dengan ‘pengguna akhir’ (pengguna akhir) lulusan Pendidikan kita; tanyakan apakah lulusan perguruan tinggi kita memang ‘desirable’ alias sesuai yang diharapkan di dunia kerja. Coba media mulai membiasakan diri menggali data dan cerita dari para head hunter, manajer Human Resources, konsultan pelatihan SDM, dan pimpinan perusahaan. Coba dengarkan betapa sulitnya mereka mendapatkan SDM bermutu, lalu tanyakan siapa yang bertanggung jawab.
Dunia Pendidikan dan Riset kita butuh melakukan lompatan, bukan sekedar berubah. Semua tahu Nadiem adalah sosok yang terbukti mampu melahirkan transformasi. Mungkin pak Jokowi tahu, untuk merombak dunia Pendidikan dan Riset agar membawa dampak besar kita butuh pribadi disruptif, pribadi yang seperti pak Jokowi sendiri.
Tambahkan komentar