(Tulisan Ina Liem kali ini tentang jurusan e-Government di Selandia Baru. Terbit dua halaman di Kompas KLASS, Jumat 29 Mei 2015. Bagian kedua bisa baca disini.)
SEBUAHlangkah indahnya kalau tiap warga negara bisa menyuarakan kepentingan serta keluhannya, mendapatkan respon yang tepat, dan tahu apa saja yang dilakukan pemerintah bagi rakyatnya.
Kita masih ingat, saat kampanye pemilihan presiden, Jokowi beberapa kali mengungkapkan niatnya untuk membangun sistem e-government seperti misalnya penganggaran elektronik, e-procurement dan e-audit. E-pemerintah adalah suatu proses pelayanan dan pengelolaan pemerintahan dengan bantuan penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (HANYA) berbasis perangkat elektronika.
Kini publik sudah makin terkoneksi satu sama lain secara elektronik. Ada lebih dari 18 juta telpon pintar dan 212 juta telpon seluler. Tahun 2013 pengguna internet lebih dari 130 juta orang. Indonesia bahkan pengguna facebook terbesar ke 4 dan twitter ke 5 di dunia.
Tapi sayang, implementasinya belum merata. Masih banyak masalah dan hambatan dari sisi teknis, infrastruktur, kebijakan, maupun di pihak pelaksananya. Di tingkat pengambil keputusan dan pembuat kebijakan, kita masih membutuhkan banyak tenaga ahli di bidang e-government yang mampu mengendalikan perubahan menuju implementasi e-government terintegrasi.
Master E-pemerintah
Universitas Victoria Wellington (WUW), Selandia Baru adalah satu di antara sedikit universitas yang menawarkan program Master of E-government. Prodi pada School of Government yang disingkat MEGov ini bisa ditempuh dalam satu tahun. Tujuannya membekali lulusannya dengan kemampuan untuk mendukung dan mengembangkan berbagai inisiatif e-government, khususnya di tahap peralihan.
Peserta program ini adalah sarjana S1 dari disiplin ilmu yang relevan, seperti misalnya Kebijakan Publik, Ilmu Politik, Sistem Informasi, Hukum, dan Media atau Komunikasi. Bagi yang bukan dari disiplin ilmu ini namun punya pengalaman di sektor pemerintahan bisa dipertimbangkan untuk diterima.
Menurut Professor Miriam Lips, Direktur Program MEGov, inisiatif e-government bisa berupa aneka layanan digital baru yang inovatif, pengelolaan back-office yang kompleks namun terpadu, serta berbagai cara untuk mengajak keterlibatan masyarakat secara digital.
Program MEGov ini lebih fokus pada berbagai aspek mengelola kebutuhan akan reformasi di sektor publik berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), dan bukan pada aspek teknisnya. Para pengajarnya adalah akademisi ternama di bidang e-government dan administrasi pemerintahan.
Miriam Lips cukup familier dengan permasalahan e-government di Indonesia. Beliau pernah diundang sebagai dosen tamu di Universitas Indonesia dan Universitas Paramadina. Beliau juga pernah menjadi pembicara di konferensi Bali yang diselenggarakan oleh PBB dan Bappenas yang membahas mengenai data innovation.
Miriam menyinggung contoh aplikasi di Indonesia, yakni LAPOR, singkatan dari Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat. Ini adalah aplikasi e-government untuk mengajak publik ikut mengawasi pembangunan dan pelayanan publik. Pemiliknya adalah unit kerja presiden bidang pengawasan dan pengendalian pembangunan.
Aplikasi ini terkoneksi dengan berbagai kementerian, lembaga non-kementerian, dan pemerintah DKI Jakarta. Siapapun bisa mengirim laporan atau aduan ke LAPOR, baik lewat website, SMS 1708 maupun aplikasi seluler baik Blackberry maupun Android.
Setiap hari ada ribuan laporan pengaduan yang masuk dan banyak yang ditanggapi sesuai harapan. Contohnya keluhan soal urusan sertifikat tanah yang tak kunjung selesai. Setelah beberapa hari, pihak instansi yang berwenang menyampaikan jawaban bahwa sertifikat tanah orang tersebut sudah bisa diambil.
Membangun LAPOR jelas tidak mudah. Faktor teknis seperti masalah server, program aplikasi, dan infrastruktur lainnya sudah cukup rumit. Belum lagi masalah integrasi informasi antar berbagai kementerian dan lembaga non-kementerian serta melakukan koordinasi di antara para aparat di back office yang bertugas menindaklanjuti setiap keluhan dan aduan.
Mengelola perubahan
Untuk itu, pada program MEGov ini mahasiswa menempuh beberapa mata kuliah terkait segala kompleksitas penyelenggaraan e-government. Karena e-government seringkali bermakna perubahan baik di pihak pemerintah maupun masyarakat, maka sebagian materi kuliahnya berkaitan dengan mengawali dan mengelola transformasi di sektor layanan publik.
Persoalan mengelola perubahan ini dibahas pada mata kuliah Managing Service Transformation, Mengelola Perubahan terkait TI, dan e-Government , Reformasi Sektor Publik dan Good Governance.
Masalahnya adalah e-Government, Reformasi Sektor Publik dan Good Governance, beberapa kasus dibahas, misalnya kejadian di seputar Wiki Leaks, pembocoran informasi rahasia Amerika oleh Edward Snowden, yang mengguncang dunia 2013. Mahasiswa juga membahas arti good governance di berbagai negara yang ternyata berlainan dan berubah seiring berjalannya waktu. Berbagai solusi teknologi informasi juga dibahas untuk menjawab permasalahan yang berbeda-beda di tiap negara.
Miriam memberi contoh perbedaan antara Selandia Baru dan Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia jauh lebih besar dari Selandia Baru, namun 80% penduduk Selandia Baru menggunakan internet, sedangkan di Indonesia pengguna internet hanya sekitar 20% dia. Selain itu, sebagian besar pengguna internet di Indonesia memakai hp untuk terkoneksi dengan internet sedangkan di Selandia Baru orang lebih suka menggunakan komputer.
Meskipun demikian, ada beberapa persamaan antara Indonesia dan Selandia Baru, yaitu sama-sama memiliki komunitas ‘indigenous’ (kelompok masyarakat tertinggal), dan sama-sama merupakan negara kepulauan yang memberi tantangan tersendiri dalam aplikasi e-government.
Lokasi kampus VUW di pusat pemerintahan Selandia Baru memudahkan pihak universitas untuk mengundang para dosen tamu dari pemerintah. Misalnya untuk mata kuliah Managing Service Transformation, VUW mengundang Director of the New Zealand National Health IT Board untuk memperkenalkan ‘e-patience portal’ yang merupakan one-stop-shop bagi para pasien. Semua data bisa di-share antar penyedia layanan kesehatan sehingga lebih efisien dan akurat.
Di mata kuliah Mengelola Bentuk-Bentuk Pelibatan Publik Berkemampuan TIK, mahasiswa belajar berbagai strategi untuk mendorong keterlibatan publik secara online. Bagaimana sosial media dapat digunakan secara efektif untuk melibatkan publik, dan bagaimana e-democracy dan e-voting dilakukan di berbagai negara merupakan materi pembahasan.
Selain mata kuliah inti, mahasiswa bisa mengambil mata kuliah pilihan. Misalnya, yang tertarik mendalami masalah teknis bisa memilih Sistem Informasi, sedangkan yang tertarik pada sumber daya manusianya bisa mengambil Human Resources Management. Ada pula pilihan bagi yang berminat pada manajemen keuangan di pemerintahan, Manajemen Strategis dan Kepemimpinan, atau Kebijakan Publik.
Di bidang kebijakan publik, mahasiswa belajar menyusun langkah konkrit untuk menggerakkan berbagai komponen pemerintah (lintas sektor) untuk bekerja sama. Satu contoh kebijakan publik adalah “One Stop Service” (OSS) di Pemkab. Sragen, Jawa Tengah, yakni layanan bagi para pengusaha di bidang perijinan, mulai dari ijin mendirikan bangunan (IMB), ijin gangguan (KE), ijin usaha (SIUP, TDP, TDI, IUT, IUI, ekstensi TDG, dll) atau ijin per sektor seperti ijin usaha restoran, ijin pendirian salon. Semua ini tidak bisa berjalan tanpa landasan kebijakan pemerintah setempat.
Yang memilih mata kuliah Manajemen Informasi akan belajar soal prosedur operasional standar (Prosedur Operasi Standar atau SOP) yang mengatur apa yang bisa dan tidak bisa, siapa yang berwenang melakukan sesuatu, tingkatan wewenang apa saja yang diperlukan, dan kapan itu bisa dilakukan.
Baca bagian kedua – “Mengomunikasikan Gaya Hidup Digital kepada Publik”.
Ina Liem
Authir and CEO Jurusanku
@InaLiem
@kompasklass #edukasi
Tambahkan komentar