(Ini adalah bagian kedua dari tulisan Ina Liem di Kompas KLASS tentang jurusan Entertainment Design yang dimuat 10 Juli 2015. Untuk kembali ke bagian pertama, silakan klik disini.)
Sbagaimana menurutmu, di balik film-film terkenal seperti Shrek, Bagaimana cara melatih nagamu, kucing dalam sepatu, Keluarga Crood, dan Bangkitnya para penjaga, ternyata ada tangan seorang perempuan Indonesia. Griselda Sastrawinata namanya.
Seusai kelas X dari Sekolah Pelita Harapan, Jakarta, Griselda merampungkan SMA-nya di La Sierra Academy, California. Dua tahun pertama kuliahnya di Riverside Community College dilalui di jurusan Akuntansi.
Banting setir
Saat magang selama 3 bulan sebagai penasihat keuangan di American Express, ia selalu mengisi waktu istirahatnya dengan kegiatan unik, menggambar. Sejak kecil, Griselda memang tidak pernah berhenti menggambar. Doraemon, Permen Permen, dan Bobo termasuk dalam karakter-karakter yang suka digambarnya. Ini pula yang mendorongnya ganti haluan. Keputusannya pindah ke Art Center College of Design di Pasadena telah membawanya ke DisneyToon Studios, tempatnya berkiprah saat ini.
Karena pindah jurusan, Griselda harus mengulang dari awal di Art Center. Menginjak semester ke-7, ia berkesempatan magang di DreamWorks. Saat datang ke Art Center, DreamWorks hanya mencari 2 mahasiswa magang. Ia merasa sangat beruntung diterima, dengan 1 mahasiswa lain, Rodney, yang saat ini bekerja di Marvel.
(foto: Ina Liem)
Ketika magang selama 1 term ini, Griselda berperan sebagai Asisten produksi. Tugasnya masih sangat sederhana seperti magang pada umumnya yaitu observasi, mencatat, dan pekerjaan serabutan lainnya termasuk mengambilkan kopi. Namun, di situ, ia bisa bertemu dan belajar dari tokoh-tokoh terkenal, Saya sedang berbicara dengan Tony Siruno (Gambar Paramount Desainer Karakter), Nicolas Marlet (Kung Fu Panda, Bagaimana cara melatih nagamu), Raymond Zibach (Desainer Produksi Kung Fu Panda), dan Stacey Moreno (Penguin Madagaskar, Keluarga Crood).
Bahkan, Arman Baltazar, alumnus Art Center yang sudah senior dan terlibat di banyak film seperti Mobil 2, Kisah Hiu, Jalan menuju El Dorado, dan Pangeran Mesir, bersedia menjadi mentor baginya. Ini menyediakan waktu 1 jam per minggu untuk membimbing Griselda dalam mengembangkan portofolionya.
Bukan hal sepele
Jurusan desain sering dipersepsikan sebagai jurusan gampang. “Cuma menggambar,” kata orang. Padahal, jurusan desain punya tantangan tersendiri, sama halnya dengan jurusan Teknik atau Sains.
Saat kuliah di Art Center, Griselda sering tidak tidur berhari-hari untuk mengerjakan tugas. Selain tugasnya banyak, tuntutan akan detailnya sangat menyita waktu. Meski sudah menghabiskan 20 jam dalam sebuah proyek, sering kali hasil karyanya masih dianggap kurang sempurna dan harus diperbaiki berkali-kali.
(foto: Ina Liem)
Ini yang dia alami sejak lama 8 tahun di DreamWorks sebelum pindah ke DisneyToon Studios. Setiap orang dituntut untuk terus menghasilkan ide-ide baru meski mengerjakan proyek yang sama selama beberapa tahun.
Kekayaan budaya Indonesia dengan motif batiknya, baju kebaya dan pakaian adat lainnya sangat membantu Griselda memperkaya ide desain. Film pertama yang melibatkan Griselda adalah Shrek. Buku ilustrasi, kostum, dan font huruf-huruf di dalam film tersebut banyak digarap olehnya.
Ada 3 tahapan dalam pengerjaan desain di film animasi, yaitu perkembangan awal, perkembangan, dan produksi. Setelah itu, ada sesuatu yang lain pasca produksi Saat dibutuhkan, misalnya pembuatan materi promosi seperti poster, boneka, senjata, dan atribut dari karakter yang diciptakan. Alumni Entertainment Design bisa bekerja di semua tahapan tersebut, seperti Griselda yang sudah mencicipi berbagai tahapan.
Riset dan multidisiplin
Riset adalah bagian penting dalam proses desain. Sebagai contoh, untuk menciptakan kendaraan masa depan, mahasiswa harus meneliti generasi A (sebutan bagi mereka yang lahir pasca 2010). Apa saja kebutuhan mereka saat berusia 25 tahun, Kendaraan seperti apa yang mereka butuhkan?, mengingat generasi A sudah asli digital, apa profesi mereka, dan di kota seperti apa mereka tinggal?
Sudah jelas, orientasi terhadap detail, kepribadian inovatif, dan jiwa perfeksionis perlu dimiliki calon mahasiswa yang mau belajar di Art Center dan yang ingin serius di bidang ini. Untuk itu, dibutuhkan para pengajar yang bukan hanya paham teori.
Semua pengajar di Art Center adalah praktisi industri hiburan. Hasil karya mahasiswa dari tugas kuliahnya sering kali dituntut untuk sesuai kebutuhan industri nyata. Sebagai praktisi, Griselda juga sempat mengajar selama 4 tahun di Art Center. Prinsipnya seperti menempatkan orang dalam industri ke dalam lingkungan kampus.
Fasilitas modern tentu sangat mendukung proses belajar-mengajar. Selain mendesain, mahasiswa bisa memproduksi sendiri hasil desainnya di ruang-ruang bengkel di kampus Art Center yang berjumlah lebih dari 10. Tidak ada lagi gergaji tangan. Mesin-mesin printer 3 dimensi tersedia beserta material untuk membuat modelnya. Itu sebabnya kuliah di Art Center cukup mahal.
Namun, Art Center juga menyediakan program-program singkat non-gelar untuk umum. Di Sini, bakat-bakat anak muda bisa diakomodasi sejak dini. Ada program khusus hari Sabtu untuk siswa kelas 9 hingga 12, dan ada pula program hari Minggu untuk siswa SD kelas 4 hingga 8.
Melihat orientasi pada detail dan tuntutan kesempurnaan dalam menggarap desain untuk industri hiburan, sudah saatnya sekolah-sekolah di Indonesia tidak hanya fokus pada prestasi di bidang IPA, tapi juga mempersiapkan para siswa yang otak kanannya lebih menonjol.
pasadena123
Untuk membaca bagian pertama artikel ini, klik disini.
Ina Liem
Authir and CEO Jurusanku
@InaLiem
@kompasklass #edukasi
Tambahkan komentar