Data Kemacetan Jakarta

815646_720

Akar Masalah Transportasi Kota Jakarta

  1. Pengantar

 

Provinsi DKI Jakarta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang salah satu tugas, wewenang, dan tanggung jawab adalah dalam bidang transportasi. Dengan tujuan lalu lintas dan angkutan jalan adalah untuk:

  • terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
  • terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
  • terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

 

Beragam masalah transportasi di kota Jakarta, antara lain:

  • kemacetan lalu lintas,
  • pelayanan dan kondisi angkutan umum yang masih belum memenuhi harapan masyarakat,
  • masalah tarif angkutan umum yang seringkali kontradiktif,
  • tingkat pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas yang relatif masih tinggi,
  • perilaku sebagian besar pengguna jalan yang belum tertib/tidak disiplin,
  • masalah parkir kendaraan yang belum memadai dan tidak tertib,
  • penyalahgunaan badan jalan untuk parkir dan pedagang kaki lima,
  • masalah aksesibilitas bagi penyandang cacat pada sarana prasarana transportasi, serta masalah transportasi lainnya.

 

Berbagai masalah tersebut saling berkorelasi sehingga menyebabkan masalah transportasi DKI Jakarta menjadi semakin kompleks.

 

Dari berbagai masalah transportasi tersebut, yang paling ekstrim dirasakan saat ini adalah masalah kemacetan. Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta:

  • mulai dari penerapan 3 in 1 dalam satu mobil di jam-jam tertentu,
  • lalu lintas ganjil genap pada jam-jam tertentu di ruas jalan tertentu,
  • pembangunan simpang susun (fly over) dan under pass di persimpangan jalan,
  • penyelenggaraan angkutan massal dengan sistem jalur khusus bus (bus way),
  • pembangunan LRT dan MRT,
  • peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana lalu lintas.

 

Namun berbagai upaya yang telah dilakukan tersebut belum mampu mengendalikan kemacetan lalu lintas Kota Jakarta, bahkan yang terjadi sebaliknya tingkat kemacetan lalu lintas tampaknya semakin parah.

 

  1. Kemacetan Lalu Lintas dan Meningkatnya Penggunaan Kendaraan Bermotor Pribadi

 

Tanpa mengurangi makna dan pentingnya masalah transportasi lainnya, dalam workshop yang terbatas ini pembahasan akan difokuskan terhadap masalah kemacetan lalu lintas di Kota Jakarta.

 

Faktor penyebab:

  1. jumlah kendaraan bermotor terutama kendaraan bermotor pribadi yang semakin banyak dan mobilitasnya (penggunaannya) yang semakin tinggi dari segi ruang dan waktu.
  2. kondisi dan pertumbuhan jaringan jalan tidak seimbang dengan pertambahan jumlah dan mobilitas kendaraan yang ada. Data Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta menunjukkan panjang jalan hanya bertambah kurang dari 1% per tahun, sementara penambahan jumlah kendaraan rata-rata 11% per tahun.

 

 

 

 

Ilustrasi pertumbuhan jumlah kendaraan di Indonesia

 

Sumber: Badan Pusat Statistik menunjukkan pertumbuhan jumlah kendaraan di Indonesia mencapai 7,1% di tahun 2018 – 2019.

 

Persentase kendaraan bermotor menurut statistik transportasi Jakarta 2018

 

 

 

Pertumbuhan kendaraan bermotor selama lima tahun terakhir 5,35 persen/tahun :

  • Mobil penumpang +6,48 persen/tahun
  • Sepeda Motor +5,30 persen/tahun
  • Mobil beban +5,25 persen/tahun
  • Mobil bus – 1,44 persen/tahun

 

 

Tabel di atas menunjukkan STNK yang diterbitkan oleh Ditlantas Polda Metro Jaya, tahun 2016 jumlah STNK yang diterbitkan mencapai 7.217.414 lembar (kutipan laporan statistik transportasi 2018).

Hal yang sangat menarik adalah cukup tingginya penerbitan STNK untuk kendaraan baru yang mencapai 1.400.850 lembar (19,41 persen). Ini berarti bahwa sepanjang tahun 2016 telah terjadi penambahan kendaraan baru sebanyak 1.400.850 kendaraan.

 

Menyikapi kondisi tersebut, beberapa pengamat memperkirakan jika tidak ada perubahan keseimbangan pertumbuhan antara jumlah kendaraan dan jaringan jalan, pada tahun tahun selanjutnya akan terjadi stagnasi lalu lintas di DKI Jakarta akibat kemacetan yang sangat akut.

Kemacetan lalulintas telah menyebabkan kerugian tidak hanya material namun juga non-material.

 

Menurut data yang dikeluarkan oleh Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengacu pada hasil kajian Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek (Sitramp) 2004 menunjukkan:

  • kerugian akibat kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta = Rp.8,3 trilyun,
  • kerugian biaya operasi kendaraan Rp. 3 trilyun,
  • kerugian waktu Rp. 2,5 trilyun,
  • kerugian dampak kesehatan Rp. 2,8 trilyun.
  • Kerugian dampak social, turunnya kualitas sosial (social quality) masyarakat perkotaan.
  • Meningkatnya polusi dan tingkat stress

 

Keadaan ini tentu bertolak belakang dengan hakikatnya bahwa transportasi untuk meningkatkan taraf hidup manusia, bukan sebaliknya transportasi menyebabkan menurunnya kualitas kehidupan seseorang atau masyarakat.

 

Menyadari kondisi kemacetan lalu lintas di Kota Jakarta saat ini dan dampaknya terhadap keberadaan sebagai Ibukota Negara RI, maka perlu dicari solusi yang terpadu dan komprehensif bagi pemecahan masalah kemacetan lalu lintas dalam rangka mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan di DKI Jakarta.

 

Data dari Badan Pusat Statistik 18 juta kendaraan bermotor yang beredar di jalanan Jakarta setiap harinya.

 

Pie Chart dalam satuan perorangan. Pada Pie-chart tersebut terlihat dimana proporsi perjalanan ke tempat kerja 32 %, perjalanan ke sekolah 30 %, aktivitas berbelanja 12%, urusan bisnis 8 %, lain-lain (kunjungan sosial, dll) 18 %. Dalam analisis lanjutan untuk menelaah proporsi perjalanan, kita gunakan dalam satuan kendaraan, sehingga proporsi perjalanan menjadi:

  • Perjalanan ke tempat Kerja      48%,
  • perjalanan ke Sekolah               14%,
  • Aktivitas Berbelanja                    12%,
  • Urusan Bisnis                                8%,
  • Lain-lain (kunjungan sosial, dll.) 18%.

 

Pie chart dalam satuan kendaraan sebagai berikut:

Kontributor terbesar adalah perjalanan bekerja, kemudian diikuti oleh perjalanan sekolah, berbelanja, urusan bisnis dan lain-lain.  Dari kontributor terbesar yang merupakan perjalanan ke tempat kerja tersebut, terbagi dalam :

  • Sektor Swasta                             44%,
  • Sektor Pemerintah                    4%.

 

Angka-angka tersebut merupakan beban nyata yang dialami oleh jalan-jalan utama di wilayah DKI Jakarta. Dengan demikian, upaya untuk mengatur masuk sekolah dan masuk kerja swasta agar menjauh dari waktu puncak (peak) akan berpotensi untuk menurunkan beban puncak lalu lintas pagi dan sore.

Distribusi perkantoran swasta berskala besar di DKI yang merupakan major attractorsdan memberikan kontribusi  48% terhadap beban kemacetan jalan raya diperlihatkan pada gambar berikut:

 

 

Proporsi terbesar, secara berturut-turut adalah:

  • Jakarta Selatan                          51%,
  • Jakarta Pusat                             30%,
  • Jakarta Barat                               9%,
  • Jakarta Timur                              5%,
  • Jakarta Utara                               5%,

 

Kebijakan Penetapan Jam Masuk Sekolah

Kebijakan memajukan jam sekolah adalah salah satu kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengatur penggunaan jalan secara bergantian dengan tujuan dapat mengurai kemacetan di pagi hari. Pemilihan waktu masuk sekolah menjadi setengah jam lebih pagi berkorelasi tidak hanya dapat mengurai kemacetan tetapi juga yang lebih penting adalah suatu usaha meningkatkan Sumber Daya Manusia Indonesia.

 

Secara teori berdasarkan kajian sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, jika seluruh sekolah di Jakarta baik negeri maupun swasta telah menerapkan kebijakan ini maka kemacetan di Jakarta akan terurai sebesar 14 %.

 

Kebijakan Jam Masuk Pegawai Swasta

Sebagaimana diulas sebelumnya, target utama dalam mengurai kemacetan lalu lintas adalah  apabila pemisahan waktu dalam penggunaan jalan bisa diperoleh untuk perjalanan-perjalanan yang merupakan kontributor terbesar dari kemacetan tersebut, yaitu perjalanan bekerja yang memiliki proporsi 48 % dari seluruh lalu lintas harian di Jakarta. Lalu lintas yang ditimbulkan oleh para pegawai swasta menduduki 44%, sedangkan 4 % sisanya oleh pegawai pemerintah. Pengaturan jam masuk kerja bagi swasta memang tidak bisa dipaksakan, mengingat mereka memiliki usaha dan hubungan bisnis yang berbeda.

 

Waktu tempuh maksimal dari satu titik asal ke titik tujuan yang terjauh di wilayah DKI Jakarta (30-40km) dalam kondisi lalu lintas yang normal (tidak macet) berkisar 30 menit sampai dengan 1 jam. Oleh karena itu diperlukan jeda waktu sekitar satu jam agar tidak terjadi penumpukan lalu lintas antar beragam aktivitas yang berbeda.

 

Untuk wilayah Jakarta Pusat dan Utara pada umumnya kantor-kantor telah menerapkan jam masuk kerja pukul 07.30. Berikut ini hasil survey jam masuk kantor di wilayah Jakarta Pusat dan Utara:

The results of the research and survey of PT Pamintori Cipta management consultant

 

Jam Masuk Pegawai Swasta Jakarta Barat dan Jakarta Timur pkl 08.00 WIB

Proporsi perjalanan bekerja yang menuju ke wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Timur relatif tidak terlalu besar, yaitu secara berturut-turut berada dikisaran 9 % dan 5 %. Berdasarkan simulasi transportasi terkomputerisasi untuk melihat beban lalu lintas pada jaringan jalan, dan mengingat lokasi geografisnya yang berada di tepi kota, maka cukup diperlukan jeda waktu masuk kantor setengah jam lebih lambat dari jam masuk perkantoran yang berada di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.

Berdasarkan survey yang dilakukan, jam masuk kantor di wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Timur pada umumnya pada pukul 08.00. Berikut ini adalah hasil survey:

 

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghimbau kepada perkantoran yang belum melaksanakan jam masuk kerja pada pukul 08.00 diharapkan dapat melaksanakan himbauan ini, dengan berbagai cara yang tidak merugikan kantor. Jam Masuk Pegawai Swasta Jakarta Selatan pukul 09.00 WIB. Mayoritas gedung-gedung perkantoran swasta berskala besar terletak di wiliyah Jakarta Selatan, dengan proporsi mencapai sekitar 51 % dari seluruh gedung-gedung perkantoran swasta yang tersebar di penjuru DKI Jakarta.

 

Berdasarkan data di atas dengan melihat hampir setengah kantor swasta yang telah menerapkan masuk jam kerja pada pukul 09.00 WIB, maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghimbau kepada para pengusaha dan pemilik gedung di wilayah Jakarta Selatan dapat menerapkan jam masuk kerja pada pukul 09.00 WIB, dengan cara mengatur sendiri tanpa harus merugikan kantor atau perusahaan.

Apabila kantor swasta di tiap-tiap wilayah masuk jam kerja sebagaimana dijelaskan di atas, maka kepadatan sore hari akan terurai.

 

  1. Akar Masalah Kemacetan Lalu Lintas

 

Terlepas dari keberhasilan dan strategi pemasaran industri otomotif menangkap masyarakat di Indonesia sebagai konsumen yang potensial. Namun strategi bisnis tersebut setidaknya tumbuh dari kejelian produsen otomotif memanfaatkan kelemahan dan hambatan (masalah) transportasi di kota-kota besar dan menjadikannya sebagai peluang dan kekuatan bisnis mereka.

Masalah transportasi Kota Jakarta bersifat multidimensi dan lintas sektoral. Artinya akar masalah kemacetan lalu lintas tidak hanya dipengaruhi faktor fisik, namun juga dipengaruhi faktor-faktor non fisik, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

 

 

  1. Kebijakan Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta

Ditinjau dari karakteristik fungsi kota, telah terjadi pergeseran (pembauran) fungsi Kota Jakarta dari fungsi sebagai Ibukota Negara (Capital City) menjadi sebuah Kota Jasa (Service City) dengan fungsi yang jamak (multi function city) berbaur antara kegiatan (penggunaan lahan) politik, sosial, budaya, ekonomi (perdagangan dan jasa) yang terus meningkat. Peluang kerja senantiasa terbuka sehingga pendatang terus bertambah. Pengguna jalan semakin padat dan mobilitasnya semakin tinggi secara ruang dan waktu. Di sisi lain kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana belum memadai atau belum sesuai dengan perkembangan pesat pendatang.

 

  1. Kondisi Angkutan Umum

Ekspetasi masyarakat terhadap pelayanan dan kondisi angkutan umum sebagai bagian dari pelayanan dasar (public service) tentu sangat maksimal. Dapat diidentifikasi sekurang-kurangnya harapan masyarakat terhadap angkutan umum adalah:

  • aman (safety and secure),
  • nyaman (a.l.: bersih, tidak pengap, tidak berdesakan),
  • tarif terjangkau (tarif yang pantas),
  • tepat waktu (on schedule),
  • bahkan door to door (sedikit mungkin pergantian moda angkutan).

 

Secara faktual kondisi angkutan umum di Jakarta  apakah sudah memenuhi harapan masyarakat tersebut?

 

  1. Karakter Sosial Budaya Masyarakat

Masalah transportasi di kota-kota besar tidak terlepas dari karakter masyarakat perkotaan yang heterogen dan kompleks. Kemacetan lalulintas merupakan contoh nyata perebutan pemanfaatan infrastruktur transportasi perkotaan.

 

Faktor sosial budaya keinginan seseorang untuk memiliki kendaraan pribadi dipengaruhi adanya pandangan bahwa memiliki kendaraan bermotor mencerminkan status sosial di masyarakat. Memiliki mobil pribadi menjadi tolok ukur kesuksesan dalam bekerja, terutama bagi para perantau.

 

Perbandingan satu bus mengangkut  85 penumpang, untuk mengangkut 85 orang dibutuhkan 51 mobil pribadi. Rasio jumlah kendaraan pribadi dibandingkan kendaraan umum adalah 98% dibanding 2%.

Dari total 17 juta perjalanan 44% menggunakan kendaraan pribadi.

 

  1. Penerapan Insentif dan Disinsentif Lalu Lintas.

Kalaupun prinsip ini telah ada dalam praktiknya tidak berjalan secara efektif (dan tidak konsisten).

  • Insentif: Trans Jakarta dengan adanya jalur khusus bus (bus way). Namun pada saat peak hours terjadi antrian penumpang yang panjang, kondisi beberapa prasarana tidak terawat dan rusak, bahkan tingkat pelanggaran tehadap jalur khusus bus (bus way) tetap tinggi.
  • Disinsentif: Ganjil genap pada jam-jam tertentu di ruas jalan tertentu. Namun dalam praktiknya terjadi manipulasi dengan kehadiran plat palsu dan perpindahan kemacetan di ruas jalan lainnya.
  • Disinsentif: Kenaikan harga bahan bakar dan tarif jalan tol juga relatif tidak berpengaruh terhadap tingkat penggunaan kendaraan pribadi.

 

  1. Penerapan Distribusi Perkantoran dan Jam Kerja.

Adanya pemahaman seluruh masyarakat bahwa untuk mengatasi kemacetan di Jakarta itu memerlukan ruang, waktu, dan dana serta perubahan perilaku masyarakat yang positif guna mendukung setiap upaya mengatasi kemacetan termasuk keyakinan bahwa kebijakan masuk sekolah dan masuk kerja bagi pegawai swasta itu, bukan penyiksaan tetapi sebagai upaya positif untuk masyarakat, yaitu mengurai kemacetan, membangun SDM dan lancarnya sistem usaha.