Kompas Articles

Siaga Menghadapi Bencana

disaster2
(Kali ini INA LIEM mengupas program pendidikan Master of Disasters Management di University of Copenhagen, Denmark. Tulisan ini dimuat di Kompas KLASS rubrik #edukasi pada hari Jumat, 27 Juni 2014)

Tenaga ahli yang piawai untuk menangani bencana secara lebih efektif dan efisien diperlukan oleh negeri ini.

Selain berkaca pada beberapa kejadian bencana yang terjadi beberapa tahun terakhir, alasan lain adalah adanya peningkatan signifikan pada jumlah bencana di Indonesia satu dekade terakhir. Dalam kurun itu, Indonesia dihantam 11.274 kejadian yang menewaskan 193.240 jiwa dan menelan sedikitnya Rp 420 triliun.

Pada 2011 saja, 600 ribu orang terkena dampak bencana. Selain letusan gunung berapi, ada 67 gempa di atas 5 skala richter, banjir, tanah longsor, dan tsunami. Menurut Indeks Risiko Bencana Indonesia 2013, sebanyak 205 juta jiwa terpapar potensi bencana.

Begitu krusial masalah ini sampai pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 2008, langsung di bawah komando presiden. Meski demikian, tenaga ahli masih diperlukan yang dapat dibentuk antara lain dengan pendidikan Master of Disaster Management di University of Copenhagen, Denmark, sebuah negara dengan “atmosfer” yang ramah dan santai.

(Foto-foto: University of Copenhagen, Denmark)
(Foto-foto: University of Copenhagen, Denmark)

Universitas berusia lebih dari 530 tahun dan salah satu yang tertua di Eropa Utara ini memiliki lebih dari 38.000 mahasiswa. Pendekatan multidisipliner yang diterapkan didasarkan pengalaman menghadapi bencana besar seperti tsunami Samudra Hindia dan gempa dahsyat di Haiti.

Program unik

Salah satu kekuatan program ini ada pada kurikulumnya. Materi kuliahnya hasil kolaborasi dengan badan-badan penanganan bencana seperti UNOSAT (program aplikasi satelit milik PBB untuk kemanusiaan). Dosen tamu dengan berbagai latar belakang juga dihadirkan seperti misalnya dari PBB, ICRC (Federasi Palang Merah Dunia), berbagai lembaga relawan internasional, dan badan pemerintahan.

Selain itu, keanekaragaman latar belakang mahasiswa semakin memperkaya proses belajar. Mereka tidak hanya berasal dari negara yang berlainan, tetapi juga profesi, pengalaman, dan bidang ilmu yang berlainan.

Proses belajar diperkaya oleh keanekaragaman budaya dan bahasa para mahasiswa (foto: Univ. of Copenhagen)
Proses belajar diperkaya oleh keanekaragaman budaya dan bahasa para mahasiswa (foto: Univ. of Copenhagen)

Namun, kekuatan utama adalah fokusnya lembaga pendidikan tersebut pada penanganan bencana sebelum, selama, dan sesudah kejadian. Mahasiswa diajak mengaitkan pengetahuannya tentang manajemen krisis dengan pengembangan strategi jangka panjang.

Ada dua materi wajib untuk mengantar mahasiswa menuju semua aspek terkait manajemen bencana. Pertama, persiapan menghadapi bencana ada Introduction to Disaster Management Theories and Risk Reduction. Mereka belajar membangun tim penyelamat, riset kualitatif dan kuantitatif, serta menganalisis dan memperkecil risiko dampak bencana.

Bencana sering kali mendatangkan kerugian besar. Dalam dua bulan pertama tahun ini, Indonesia mengalami total kerugian Rp 35 triliun akibat rentetan bencana atau 600 miliar per hari. Kebakaran hutan di Sumatera saja sudah menelan Rp 20 triliun. Padahal, yang ditanggung asuransi tidak sampai 1 persennya. (Kompas, Sabtu 7 Juni 2014). Kebutuhan untuk menekan risiko tak dapat ditunda.

Salah satu contoh penerapan risk reduction bisa dilihat di Aceh. Pasca musibah tsunami masyarakat diberi sosialisasi agar bersahabat dengan bencana, misalnya dengan mengenalkan jalur-jalur evakuasi yang harus dilalui jika terjadi bencana lagi.

Risk reduction juga mengajarkan bahwa upaya mengurangi risiko harus terus-menerus dijalankan dan diawasi sebab praktiknya tidak selalu mulus. Masih di Aceh, ada jalur evakuasi yang mengarah ke jalan-jalan sempit yang malah berpotensi menyebabkan celaka.

Mata kuliah pilihan

Mata kuliah wajib yang kedua adalah Introduction to Disaster Response and Recovery yang membahas upaya saat kejadian dan sesudah bencana. Materi ini menyoroti aneka kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, sanitasi, kesehatan, kebersihan, dan tempat tinggal. Selain masalah utama yakni koordinasi, mata kuliah ini menyentuh soal penilaian lapangan, rekonstruksi, dan pembangunan yang berkelanjutan.

Kerja Team untuk melatih kemampuan koordinasi saat di lapangan (foto: Univ. of Copenhagen)
Kerja Team untuk melatih kemampuan koordinasi saat di lapangan (foto: Univ. of Copenhagen)

Senior Advisor di University of Copenhagen Lasse Jensen mengatakan, tantangan terbesar menghadapi bencana adalah koordinasi dalam pencarian korban. Relawan banyak, tetapi tanpa koordinasi yang baik, upaya mereka jadi tidak efisien. Belum lagi masalah koordinasi antarlembaga pemerintah. Dalam memberi bantuan, PBB sering kali terkendala kurangnya kemampuan negara tuan rumah dalam merespons bencana.

Aspek-aspek koordinasi dalam penanganan bencana selalu jadi isu pokok sebab di banyak negara, terutama di negara berkembang, kegagalan manajemen bencana sering bersumber dari lemahnya koordinasi antar berbagai pihak terkait, baik antarlembaga pemerintah, lembaga donor, maupun kelompok relawan.

Selain mata kuliah pokok, mahasiswa harus mengambil dua mata kuliah pilihan. Yang berminat di bidang kesehatan bisa mengambil Health in Emergencies and Refugee Health dan Water Supply and Sanitation in Emergencies. Para dokter dan sarjana Kesehatan Masyarakat tentu bisa menarik banyak manfaat dari materi pilihan tersebut.

Bagi yang tertarik pada analisis risiko dan penyediaan informasi daerah bencana, tersedia pilihan mata kuliah Vulnerability and Risk Assessment Methods dan Geo Information in Disaster Situations. Mereka yang berlatar belakang teknik atau ilmu kebumian akan menemukan benang merah antara ilmu mereka dan persoalan penanganan bencana.

Kemudian dalam mata kuliah Geo Information in Disaster Situations, UNOSAT mengajarkan program terpadu tentang bagaimana informasi kebencanaan bisa dikelola dan disebarkan dengan lebih baik dengan peralatan Global Information System (GIS). Alat yang terhubung dengan database GIS ini bisa memberikan taksiran dan analisis kondisi bencana secara digital dengan cepat. Ini sangat membantu pengambil keputusan di lapangan. Sementara itu, yang terpanggil pada masalah pemukiman pengungsi bisa mempelajari Shelter and Settlements in Disasters.

Selain kegiatan di dalam kelas, mahasiswa diberi kesempatan menjalani studi lapangan ke UNICEF Warehouse dan ke kota PBB??? yang keduanya ada di Kopenhagen. Sebagai badan yang sangat kaya pengalaman menangani problema kemanusiaan, PBB punya segudang informasi yang diperlukan.

Di luar kunjungan ke dua tempat di atas, pihak kampus mengorganisasi kunjungan ke luar negeri. Kegiatan ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang mengambil mata kuliah pilihan Vulnerability and Risk Assessment Methods, yaitu mahasiswa pergi ke Banglades, atau mata kuliah pilihan Geo Information in Disaster Situations yang diberikan oleh UNITAR/UNOSAT di Geneva, Swiss.

Baca artikel lanjutannya, “Program Interdisipliner untuk Solusi Efektif”

 

 

Ina Liem

Author and CEO Jurusanku.com

@InaLiem

@kompasklass #edukasi

Ads 2-04

About the author

admin

admin

www.jurusanku.com adalah situs pendidikan yang misi utamanya adalah memberikan info seputar memilih jurusan di perguruan tinggi serta peta karir untuk berbagai bidang studi. Selain artikel dari pengelola, kami juga memuat materi dari sumber maupun penulis lain.

Add Comment

Click here to post a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*