Pelukis Sanggar vs Lulusan Jurusan Seni

Banyak anak punya hobi menggambar atau melukis sejak kecil. Mereka bahkan sering memenangkan lomba menggambar. Tapi sedikit yang memutuskan kegiatan ini sebagai andalan hidupnya.

Salah satu karya perupa Moelyono (lostgeneration.blogspot.com
Salah satu karya perupa Moelyono (lostgeneration.blogspot.com)

Mereka yang berbakat seni rupa seringkali tidak diperbolehkan kuliah di jurusan seni rupa oleh orang tua mereka. Alasannya sederhana:”Mau jadi apa? Pelukis jalanan dengan penghasilan pas-pasan?” Akibatnya banyak anak berbakat akhirnya memilih jurusan lain dan hanya menjadikan melukis sebagai hobi.

Tidak sedikit orang tua yang menyimpan anggapan bahwa menjadi perupa tidak bermasa depan. Hanya sedikit yang bisa menghidupi dirinya dengan layak. Buktinya, lukisan yang dijual di pinggir jalan atau di toko-toko pigura berharga murah dan jarang ada pembelinya.

Benar, lukisan yang disebut di atas memang murah dan jarang laku. Tapi perlu diingat bahwa lukisan-lukisan ini kebanyakan adalah karya pelukis penghobi atau hasil didikan les atau sanggar seni, bukan lulusan jurusan seni. Perhatikan lukisan di bawah ini. Apa bedanya?

Salah satu karya Galam Zulkifli di pameran seni
Salah satu karya Galam Zulkifli di pameran seni
  1. Seniman dengan latar belakang akademik rata-rata menghasilkan karya bermutu. Karya mereka tidak dijual di pinggir jalan atau di toko pigura. Karya seni berkualitas hanya dipajang di galeri seni dan museum seni. Amati beberapa lukisan di halaman artikel ini. Semuanya dipajang di galeri seni, dinikmati dan dibeli (bahkan kadang diperebutkan) orang yang memang mengerti keindahan seni.
  2. Coba bandingkan tema lukisan di toko pigura dan tema lukisan di galeri seni. Lukisan murah biasanya menampilkan gambar gerobak sapi di tepi sawah, gunung dan sawah, hamparan pohon padi menguning, kerbau dan penggembala, dan hal lain di sekitar kita yang langsung mudah dipahami. Orang menilainya hanya dari keindahannya secara sekilas. Dan sebaliknya, lukisan di art gallery punya tema tak terbatas dan umumnya mengandung ‘narasi’ (cerita) inspiratif di dalamnya. Tidak jarang penikmat seni harus berpikir dan menginterpretasikan makna di balik sapuan kuas pelukisnya. Temanya mulai dari kejadian sehari-hari seperti suasana di pasar sampai dengan ungkapan protes sosial tentang kemiskinan dan tekanan penguasa.
  3. Karena kualitasnya berbeda jauh, jangan heran kalau harganya pun sangat besar bedanya. Kalau sebuah lukisan di toko pigura atau pinggir jalan dihargai 2 juta, maka lukisan berkualitas dengan ukuran sama bisa berpuluh atau beratus kali lipat harganya.

Kini mulai banyak karya pelukis Indonesia yang diincar para kolektor seni dari manca negara. Sebut saja nama-nama Heri Dono, Dipo Andi, Dan Suwage, Widayat, Galam Zulkifli, Nasirun, Dede Eri Supria dan banyak lagi. Mereka jarang berada di Indoenesia karena seringnya berpameran atau dikontrak art gallery di luar negeri.

Karya Dede Eri Supria "Di antara Dua Gerbang" (ilustrasiceritasurosenarobotik.wordpress.com)
Karya Dede Eri Supria “Antara Gerbang” (ilustrasiceritasurosenarobotik.wordpress.com)

Pertanyaannya, mengapa begitu besar perbedaannya? Kunci jawabannya ada pada latar belakang pendidikan. Seorang pelukis sanggar banyak berlatih menggambar bentuk dan terlatih melukis dengan teknik yang baik. Coba perhatikan lukisan di toko-toko yang tampak halus dan rapi.

Namun karena mereka diajar menggambar bentuk-bentuk yang tampak, daya imajinasi liar dan permenungan yang dalam tidak muncul pada karya mereka. Ciri khas pendidikan sanggar adalah guru atau pembimbing memulai pengajarannya dengan menunjukkan cara menggambar sesuatu seperti misalnya menggambar pemandangan atau orang.

Berbeda dengan pelukis sanggar, pelukis berlatar akademik diajar untuk mengawali pembuatan karya dengan memikirkan sebuah konsep atau pemikiran, tidak berbentuk. Maka tidak heran kalau mereka sering dianggap aneh sebab selalu mempertanyakan apa saja, mengkritik banyak hal, gelisah terhadap gejala sosial masyarakatnya, mendiskusikan berbagai pergulatan hidup di masyarakat, atau berfilsafat.

'Arus Balik' karya Galam Zulkifli berukuran 900 x 300 cm (indoartnow.com)
Arus Balik’ karya Galam Zulkifli berukuran 900 x 300 cm (indoartnow.com)

Hasil permenungan akan masalah tertentu ini lalu melahirkan konsep berpikir yang kemudian menemukan bentuknya dalam goresan kuas dan pilihan warnanya. Karena mereka juga terlatih dalam hal teknik, maka karya mereka bukan hanya indah tapi juga seolah ‘berbicara’ kepada publik penikmatnya. Lukisan lalu menjadi media untuk mengungkapkan pikiran atau perasaan.

Apakah seorang pelukis sanggar bisa menghasilkan karya bermutu tinggi? Tentu saja bisa, asalkan ia mau mempelajari segala sesuatu yang hanya diperoleh seniman lulusan perguruan tinggi. Apa itu? Materi kuliah di luar Teknik Melukis.

Galam Zulkifli adalah salah seorang pelukis papan atas saat ini. Itu bukan lulusan perguruan tinggi. Kemampuan dan passionnya di bidang seni telah mempertemukannya dengan beberapa pelukis berbakat, diantara yang lain Jadi Setyadi.

Karya Agus Suwage (www.larasati.com)
Karya Agus Suwage (www.larasati.com)

Dari para mentor yang berlatar pendidikan akademik ini Galam mendapatkan banyak bimbingan. Ia juga berusaha melahap semua materi kuliah yang diajarkan di jurusan Seni Rupa di ITB maupun Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Dari sana ia berhasil menciptakan ciri khasnya sendiri yakni lukisan foto-foto sejarah yang ditampilkan melalui teknik mengkontraskan lapisan-lapisan dan warna (perhatikan karya Galam di atas). Tidak usah heran kalau kini karya-karyanya disejajarkan dengan banyak pelukis papan atas yang bergelar sarjana.

Dari kisah Galam, setidaknya ada 2 faktor penunjang bagi seorang seniman perupa untuk mampu menghasilkan karya berkualitas. Pertama, itu harus memiliki basis pengetahuan yang mendalam di luar Teknik Melukis. Ini yang diajarkan di perguruan tinggi. Kedua, ia harus hidup di komunitas seniman agar bisa selalu menyerap banyak pengetahuan dan pengalaman.

Tidak, dengan modal di atas, gambaran tentang masa depan perupa yang suram tentu salah alamat. Jadi, kalau kamu memang punya passion sangat kuat dalam menggambar dan melukis, memilih profesi sebagai perupa tidak perlu ditakuti asal punya semua persyaratannya, dan yang utama adalah penguasaan ilmu melalui perkuliahan.

Apakah semua lulusan seni rupa selalu sukses? Tentu saja tidak. Sama dengan mereka yang lulus dari jurusan manajemen, hukum, teknik industri, sastra dan jurusan lainnya. Merekapun tidak semuanya sukses. Semua tergantung passion dan usaha. Namun tanpa pendidikan memadai, bakat melukis tidak akan bisa mendukung profesi sebagai seniman berkualitas.

seni123

Tambahkan komentar

Klik di sini untuk mengirim komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Bidang yang harus diisi ditandai *

*